"Hei, apa impianmu? Kenapa kau giat belajar?" tanya Diki yang penasaran.
"Aku belum memikirkan impian apa pun." Jawab Dinda sambil menghela napas.
"Kalau begitu bagaimana kalau menjadi guru." Ucap Diki.
"Guru." Ucap Dinda yang heran.
"Ya , akan terdengar bagus jika kau dipanggil Ibu Guru Dinda." Ucap Diki sambil tersenyum.
"Guru, Ibu Guru Dinda." Ucap Dinda sambil tersenyum dan melamun.
"Apakah kau tau apa impianku? Yaitu menjadi pacar Dinda." Ucap Diki sambil tersenyum melihat ke Dinda.
Dinda yang mendengarnya juga ikut tersenyum dan memukul Diki dengan manja.
Diki yang mengatakan Ibu Guru Dinda dulu, hingga sekarang masih terbawa mimpi saat Dinda sudah menjadi seorang guru dan ia sedang tidur di ruanganya.
Dinda yang sedang tidur di ruangannya ia lalu dibangunkan oleh muridnya yang bernama Raihan.
Raihan meminta bantuan kepada Ibu Dinda supaya ia tidak dikeluarkan dari kelas Mewah.
Ibu Dinda sendiri yang sedang memikirkan bagaimana supaya dirinya tidak dikeluarkan dari sekolah. Ia pun lalu mengabaikan Raihan.
Pak Bambang yang datang ke ruangan Ibu Dinda ia memberitahukan bahwa Bu Dinda belum membayar pesanan bakso tahunya.
"Bagaimana bisa seorang guru terus makan gratis selama tiga bulan." Ucap Pak Bambang.
"Maaf aku ada konsultasi dengan murid. Nanti aku akan segera turun." Ucap Ibu Dinda yang terpaksa tersenyum kepada Pak Bambang.
"Baiklah." Ucap Pak Bambang yang langsung pergi.
"Raihan untuk sesi konsultasinya bisa dibahas lain kali ya." Ucap Bu Dinda sambil tersenyum.
"Lain kali? Kapan?" tanya Raihan dengan wajah sedih.
"Nanti, karena kantor ini akan selalu terbuka." Ucap Bu Dinda.
Dinda lalu berjalan-jalan di area sekolah. Ia sedikit terkejut setelah melihat gedung-gedung baru di sekolah ini. Karena dulu saat ia sekolah belum ada gedung-gedung baru ini.
Dinda yang sedang berkeliling ia melihat-lihat ke sebuah kelas. Dinda lalu melihat gurunya yaitu Pak Asep yang sedang mengajar.
Dinda pun lalu berharap bahwa dirinya ingin sekali menjadi seorang guru tetap di sekolah ini.
Dinda yang pergi ke kantor administrasi ia di sana bertemu dengan Pak Iwong.
"Ibu Dinda, kontrak Anda akan berakhir sebentar lagi bukan?" tanya Pak Iwong dan langsung mengajak pergi Ibu Dinda ke kantin.
Di kantin, Pak Iwong menawarkan Ibu Dinda untuk menjadi seorang guru tetap, dengan syarat Ibu Dinda harus membayar 70 juta kepadanya.
"Jika kau ingin menjadi seorang guru tetap. Kau harus membayarnya 70 juta kepadaku dan nanti aku sendiri yang akan berbicara kepada Ketua Dewan." Ucap Pak Iwong.
"Apa? 70 juta?" Ucap Bu Dinda yang kaget.
"Shuut pelankan suaramu." Ucap Pak Iwong sambil menempelkan telunjuknya di depan mulutnya.
Pak Iwong lalu mencoba menghasut dan menyakinkan Ibu Dinda, bahwa sebelumnya para guru yang menjadi guru tetap sekarang karena mereka pernah membayar uang sekitar 70 juta kepadanya.
"Ngomong-ngomong kenapa kau memberiku tawaran seperti ini? Dan pihak administrasi menggunakan uang itu untuk apa?" tanya Bu Dinda yang penasaran.
"Kau gagal dipromosikan menjadi seorang guru tetap. Jika kau tidak melakukan hal seperti ini kau tidak akan bisa menjadi seorang guru tetap." Ucap Pak Iwong yang terus membujuk dan meyakinkan Ibu Dinda untuk menyogok uang 70 juta kepadanya.
"Aku sebenarnya tidak mau mengatakan hal ini, tapi aku sebenarnya adalah sepupu dari Ketua Dewan." Ucap Pak Iwong yang berbisik dan mendekatkan wajahnya ke telinga Ibu Dinda.
Ibu Dinda awalnya sangat senang dengan tawaran Pak Iwong tapi dia langsung mengatakan bahwa untuk apa membeli pekerjaan demi mengajar di sekolah.
"Aku akan melaporkanmu ke pihak lembaga dan juga ke Polisi. Aku tidak akan membiarkanmu lolos kali ini." Ucap Ibu Dinda yang langsung berdiri dan berkata dengan tegas.
"Baiklah, hidup saja terus seperti itu. Padahal aku sudah mencoba bersikap baik." Ucap Pak Iwong yang langsung pergi.
"Oh iya, Anda belum membayar tagihan bakso tahu. Jadi secepatnya untuk dibayar." Ucap Pak Iwong sambil menutup pintu dan pergi ke luar.
Setelah pulang sekolah Dinda lalu pergi ke panti jompo untuk menjenguk Neneknya yang sedang sakit.
Dinda curhat kepada Neneknya yang sedang tertidur, bahwa ia tidak bisa menjadi seorang Ibu Guru Dinda. Dinda seketika mengingat ucapan Diki. Karena dulu Dikilah yang pertama kali memanggilnya Ibu Guru Dinda saat mereka berkencan di cafe yang sudah lama tutup.
"Aku pasti gila, kenapa aku mengingatnya." Ucap Dinda yang sedang melamun.
Dinda juga mengingat perkataaan Pak Ucok saat dulu di pernikahan dan ia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan menjadi seorang guru tetap dan akan merawat Neneknya dengan baik.
Di sekolah Dinda masuk ke kantor dengan perasaan yang sangat senang sambil menyapa para guru lainnya.
Pak Mas yang melihat Ibu Dinda, merasa bahwa Bu Dinda sangat senang hari ini.
"Kamu terasa sangat bahagia." Ucap Pak Mas sambil memberikan minuman kepada Bu Dinda.
"Tidak juga. Mengajar anak-anak adalah hal yang paling menarik di dunia ini." Ucap Bu Dinda sambil tersenyum.
Dinda yang sedang duduk ia melihat para guru yang belum lama mengajar di sekolah ini. Dan ia berpikir bahwa guru-guru ini sebelumnya juga membayar kepada Pak Iwong untuk menjadi seorang guru tetap.
Di kantor, Dinda melihat Raihan yang kemarin berkonsultasi kepadanya, dan ia sedang dimarahi oleh wali kelasnya karena nilanya yang selalu jelek.
Saat Raihan akan pergi menuju ke luar. Bu Dinda lalu menawarkan Raihan untuk di bimbing olehnya. Raihan yang sedang menangis ia tidak mempedulikan ucapan Bu Dinda dan langsung pergi keluar dari kantor. Karena sebelumnya Raihan sakit hati, karena ia tidak dibantu saat konsultasi kepada Ibu Dinda.
Pak Bambang yang datang ke kantor ia memberitahukan, bahwa ada berita buruk mengenai Pak Iwong yang sudah mengambil uang administrasi. Dan sekarang Pak Iwong kabur dan sudah dua hari tidak masuk ke sekolah.
Dinda yang mendengar hal itu ia melamun sampai beberapa menit. Hingga semua guru pergi keluar Dinda pun masih melamun keras.
Setiap waktu Dinda mencoba untuk menghubungi Pak Iwong karena ia sebelumnya sudah membayar uang 70 juta kepada Pak Iwong untuk menjadi seorang guru tetap. Tapi ternyata Pak Iwong menipunya dan pergi dari sekolah dengan mengambil uang administrasi sekolah.
Di sekolah, Dinda setiap harinya selalu melamun. Sampai-sampai Raihan yang juga punya masalah heran dengan tingkah Ibu Dinda.
Raihan yang juga prustasi ia merasa bahwa dirinya ingin mati saja dan tidak akan pernah masuk lagi ke sekolah.
Di kantor, wali kelasnya khawatir dengan keadaan Raihan. Karena Raihan menghilang dan sempat membuat status di media sosialnya bahwa ia ingin mati.
Bu Dinda yang juga khawatir ia mencoba untuk mencari Raihan dengan bertanya-tanya dan membuat poster orang hilang. Namun semua itu tidak ada hasilnya.
Bu Dinda yang lelah kerena seharian mencari Raihan, ia pun berbaring sebentar, dan tak lama kemudian ia pun mendapatkan SMS dari Raihan yang mengatakan bahwa ia ingin mati.
"Bu Dinda, aku ingin mati." Isi pesan dari Raihan.
"Justru aku juga ingin mati." Jawab Bu Dinda.
"Bu, aku serius ingin mati." Ucap Raihan.
"Ibu Juga serius." Jawab Bu Dinda.
"Ayo kita ketemu dan mati bersama, kau di mana?" tanya Bu Dinda dan langsung pergi ke tempat Raihan berada.
Bu Dinda akhirnya bisa bertemu dengan Raihan di sebuah jembatan di dekat sungai yang airnya mengalir langsung dengan air laut dan berdekatan dengan sebuah pantai.
"Ibu benar-benar ke sini sendirian?" tanya Raihan.
"Ya." Jawab Bu Dinda.
"Sekarang aku harus melakukan apa?" tanya Raihan.
"Mudah, kau tinggal mati saja." Ucap Bu Dinda tanpa berpikir panjang.
"Apa? Mati?" tanya Raihan yang mendengar ucapan Ibu Dinda.
"Katanya kamu ingin mati." Ucap Bu Dinda yang melihat mata Raihan mulai berkaca-kaca.
"Apakah kamu mendadak takut mati?" tanya Bu Dinda dengan santainya.
"Tidak, terima kasih atas semua yang kau lakukan kepadaku." Jawab Raihan.
Raihan yang sebelumnya tidak dibantu saat konsultasi, ia pun lalu mengatakan bahwa semua ini adalah salah Ibu Dinda.
Bu Dinda pun mengatakan, bahwa Ibu ini hanyalah seorang guru honerer yang bayarannya sangat kecil. Makanya Ibu tidak ada waktu untuk menolongmu, karena Ibu sendiri akan dikeluarkan dari sekolah karena kehabisan kontrak.
Bu Dinda lalu membuka kedua sepatunya dan melakukan sedikit pemanasan dengan lompat-lompat kecil sambil berpegangan ke besi jembatan.
"Apakah kau sudah makan?" tanya Bu Dinda sambil tersenyum.
"Memangnya kenapa Bu." Jawab Raihan yang penasaran.
"Katanya, jika hantu yang mati karena perut kenyang akan terlihat lebih baik." Ucap Ibu Dinda.
"Ibu rasa kita tidak akan merasa kesepian jika kita mati bersama." Ucap Bu Dinda sambil melihat ke Raihan.
Raihan dari tadi merasa takut dengan ucapan Ibu Dinda. Bu Dinda menjelaskan jika kita melompat dari atas sini ke sungai maka otak kita akan cemas, tubuh kita akan lemas dan akan kehabisan nafas. Air akan masuk ke saluran udara yang menyebabkan paru-paru tersumbat, detak jantung akan melemah dan otak kita akan berhenti dan setelah itu kita akan mati.
Raihan yang mendengar perkataan Bu Dinda ia sangat ketakutan dan ia pun lalu berteriak bahwa ia tidak mau mati. Ibu Dinda juga memberitahu bahwa itu semua akan berlangsung selama tiga menit.
Ibu Dinda lalu naik ke atas sisi besi jembatan dan langsung berdiri di sana. Raihan yang melihat ia pun lalu mencegah Bu Dinda untuk tidak melompat, karena ini semua adalah salahnya. Raihan meminta maaf kepada Ibu Dinda dan Raihan memohon dan berlutut supaya Ibu Dinda tidak melompat. Dan akhirnya Bu Dinda pun duduk dan menasehati Raihan.
"Seharusnya kau bersyukur karena di luaran sana masih banyak anak yang tidak bisa sekolah karena faktor ekonomi orang tua mereka." Ucap Bu Dinda.
Setelah selesai menasehati Raihan. Ibu Dinda lalu mendapatkan telepon dari Pak Iwong dan kebetulan HP Bu Dinda sedang berada di sampingnya yaitu di atas tiang jembatan. Karena HPnya bergetar-getar akhirnya HPnya pun terjatuh ke sungai.
Ibu Dinda yang kesal kepada Pak Iwong ia pun mencoba mengambil HP itu, namun Ibu Dinda malah terpeleset dan terjatuh dari tiang sisi jembatan itu. Raihan yang bergegas akhirnya berhasil memegang tangan Ibu Dinda.
Bu Dinda yang panik dan ketakutan ia berteriak-teriak dan tidak bisa diam.
"Jangan lepaskan Ibu." Teriak Bu Dinda.
Dinda yang sangat panik ia terus berteriak.
"Ibu berat sekali sebenarnya Ibu makan apa?" tanya Raihan yang sudah tidak kuat memegang tangan Ibu Dinda.
Raihan yang tidak mau melepaskan Bu Dinda akhirnya mereka berdua pun terjatuh ke dalam sungai yang airnya terhubung langsung ke suatu pantai.
Diki yang sedang bekerja, dia disuruh kliennya untuk memutuskan pacar klienya. Setelah memutuskan pacar kliennya, Diki akhirnya mendapatkan tamparan dari pacar kliennya, dan kejadian itu bersamaan dengan jatuhnya Raihan dan Dinda.
"Plak...."
"Jburr...."
Orang-orang di tepi pantai yang melihat Raihan dan Dinda tenggelam mereka pun berteriak histeris.
Diki yang memutuskan pacar kliennya, ia ternyata ada di pantai yang terhubung dengan sungai tempat jatuhnya Raihan dan Dinda.
Diki yang melihat ada orang tenggelam ia hanya melihatnya saja, karena di sana banyak orang yang melihat dan lebih dekat dengan air laut. Sedangkan Diki ia berada sedikit jauh dari tepi laut, jadi Diki hanya menunggu seseorang untuk menolong mereka saja.
Pacar kliennya yang juga sangat khawatir dengan orang yang tenggelam. Ia lalu menyuruh Diki untuk menyelamatkan orang yang tenggelam itu dan berjanji akan membayar Diki. Dan jika Diki berhasil menyelamatkan mereka maka dia akan membayar Diki dengan bayaran berapa pun.