Kecupan Di Hidung

1100 Kata
Jayden menggeram kesal, baru satu jam Zela sudah menghubunginya. Padahal Jayden ingin cepat mengakhiri permasalahannya agar bisa bertemu dengan Zela. "Hallo Jayden, kamu kapan pulang?" tanya Zela di sebrang sana dengan manja dan riang, suara khusus jika berbincang dengan Jayden di telepon. "Gue kirim pesankan tadi, jangan telepon dulu!" bentak Jayden jengkel. Bang Buno yang duduk di sebrangnya terlihat menghela nafas jengah, dia sangat menyayangkan bakat balap Jayden yang dia sia - siakan demi seorang gadis. "Maaf." suara Zela terdengar melirih dan bergetar. Jayden tahu, Zela pasti akan menangis."Gue tutup!" tanpa menunggu jawaban Jayden mematikan sambungannya. "Lanjut bang.." kata Jayden dengan mood buruk. "Lo seriusan sama si manja itu? Lo kayak b***k tahu engga." cemoohnya sebelum menyesap lagi rokok di tangan kirinya. Jayden tidak terganggu, sudah biasa. Jika melawan dia hanya buang - buang tenaga seperti dulu. Yang terpenting tidak ada Zela di sampingnya karena yang lebih di jaga hanya hati Zela. Hinaan orang lain lebih menyakitkan dari bentakannya bukan? Jayden berpikir begitu. "Soal balapan lusa, Jayden engga ikut bang—Zela masih belum sembuh." Jayden memainkan gelas minumannya dengan acuh. "Lo bisa ga lepas dia? Atau lo udah punya tanggung jawab karena lepas virgin dia makanya engga bisa lepas?" Jayden mengetatkan rahangnya lalu melempar gelas di tangannya ke tembok sebrang dengan emosi. "Lo udah terlalu jauh rendahin Zela bang, gue engga bisa diem!" amuknya tanpa peduli bahwa lawannya lebih tua 2 tahun. *** Zela berdiri, senyumnya saat menyambut Jayden luntur. Luka lebam dan bibir berdarah membuat Zela khawatir. "Muka Jayden kenapa? Sampe berdarah." Zela mengikuti Jayden ke kamar tamu, tempat Jayden tidur di rumahnya. Tangan Zela yang bergetar saling meremas. "Kenapa tadi telepon?" tanya Jayden setelah melempar kaosnya asal, terlalu bau anyir darah. Zela tidak menjawab, dia bergegas menuju lemari untuk mengambil kaos Jayden. Lemari yang penuh dengan warna hitam, tidak di sangka, barang Jayden begitu banyak sekarang di rumahnya. "Ini." Zela kembali keluar untuk mengambil P3K. Jayden memakai kaos pemberian Zela dengan senyum tipis, mengabaikan lukanya yang berdenyut. Melihat Zela begitu cekatan—gadis itu bertindak apapun selalu terlihat lucu. "Kenapa bisa luka gini?" lirihnya dengan khawatir, Zela duduk di samping Jayden dengan mata berkaca - kaca. Tangan Zela yang membuka P3K terlihat gemetar, Jayden tahu kalau Zela takut. Jayden menarik tangan Zela yang hendak membawa obat lalu di genggamnya. "Takut, sayang?" tanya Jayden lembut, trauma Zela pasti menyapa. Zela menggigit bibirnya dengan mata merebak basah dan akhirnya jatuh, Zela tidak bisa melihat luka kekerasan seperti ini. Rasanya dia tertarik ke masa di mana ayahnya masih sering memukuli ibunya, bahkan dirinya. Jayden memindahkan kotak P3K yang berada di tengah - tengahnya itu lalu meraih kepala Zela untuk dia peluk. "Kenapa berantem, Zela takut Jayden." akunya di sela - sela isakannya. Jayden tidak banyak bicara, dia hanya diam menenangkan Zela hingga gadis itu tidur di pelukannya. Jayden menidurkan Zela di kasur lalu Jayden meraih kotak P3K itu ke kamar mandi. Takdirnya yang tidak bisa di obati Zela, pada akhirnya dia mengobati lukanya sendiri. *** "Liat Jayden, Zela pakai lipstik dari, Naura." riang Zela, senyumnya begitu cerah. Jayden mengamati bibir Zela lalu berdecak tidak suka."Kamu mau jadi cabe - cabean di mana? Mau goda siapa?!" amuknya dengan emosi. Tatapan Zela meredup sedih."Kok kasar ngomongnya, Zela cuma ikut yang lain—perempuan di kelas Zela bahkan hampir semua pake." suaranya kian bergetar. "Tapi masih adakan yang engga pake begituan?!" bentak Jayden, dia sangat tidak suka jika Zela banyak tingkah begitu. Bibir Zela bergetar, matanya terlihat basah. Sekuat tenaga Zela menahan air mata dan sakit di hatinya karena bentakan Jayden. "Ti-tinggal hapus, kenapa Jayden bentak - bentak Zela sampe segitunya." lirihnya dengan menunduk sedih, tangan kiri bergerak menghapus bibirnya, air mata Zela sudah tidak bisa di tampung dan akhirnya tumpah walau tidak bersuara. Jayden mendesah berat, padahal masih pagi tapi emosinya itu tidak bisa di hentikan. Jayden hanya tidak mau Zela jadi bahan incaran siswa nakal di sekolahnya yang hobinya merusak atau mencicipi perempuan. "Apa karena udah ada Karina jadi kamu mau buang, Zela?" suara gemetar Zela begitu pelan namun bisa Jayden jangkau. Jayden semakin emosi, Zela masih saja percaya soal kedekatannya dengan Karina. Padahal Karina pacarnya Lutfi, teman Jayden yang berbeda sekolah. Gosip di sekolahnya benar - benar tak bermutu pikirnya marah. "Terserah, nangis aja terus!" Jayden berlalu menuju ke arah motornya yang terparkir. Zela masih diam dengan terisak pelan, hatinya sakit. Rasanya Jayden akan benar - benar muak karena sikapnya lalu pergi tidak kembali. Zela juga bingung, kenapa dia secengeng dan semanja ini. Zela menahan nafas saat wajahnya di tarik Jayden agar mendongkak, kecupan pun mendarat di hidung Zela sekilas. "Mau jam 7, kita berangkat, jangan pikirin sesuatu yang belum terjadi Zela sayang, kamu cuma bakalan cape." Jayden berujar seolah tahu apa yang kini memenuhi kepala kecil milik Zela. *** "Gue bilang juga hati - hati!" geram Jayden dengan terus mengusap jus yang tumpah di tangan Zela. Naura menatap muak keduanya."Gue tanya sekali lagi, kalian pacaran?" suaranya terdengar santai namun tatapannya kini menuntut. Zela melirik Naura sekilas tanpa mau menjawab, takut salah. "Astaga!" pekik Naura seraya memukul tangan Jayden yang tengah mengusap seragam Zela bagian dada."di situ jangan b**o! Mau ada gosip lagi kalau—" "Bawel lo! Sana!" usir Jayden dengan tatapan marah pada Naura. Jayden menarik tangannya, benar kata Naura tapi dia tetap tidak akan berterima kasih pada teman Zela yang banyak bertanya dan selalu kepo itu. "Gue ingetin! Kasian di Zelanya tahu!" semprot Naura. Zela menghela nafas pelan, Naura dan Jayden begitu sama. Emosian. "Bawel! Gue bilang sana pindah!" amuk Jayden, dia tidak bisa akur dengan Naura yang emosinya selalu di tingkat yang sama dengannya. Naura menggebrak meja lalu beranjak."Gue rebut Zela dari lo!" tekadnya sebelum berlalu. "Engga mau, Zela maunya Jayden." lugu Zela dengan menatap ngeri kepergian Naura. Jayden menoleh dengan senyum samar, Zela memang sesuatu. Jayden harus semakin menguatkan dirinya agar tidak menyentuh lebih jauh sosok rapuh di sampingnya itu. "Lo makan lagi, jusnya gue beliin yang baru." Zela mengangguk patuh dan mulai memakannya lagi. Jayden hendak memesankan jus namun urung saat melihat Farhan dan temannya datang memasuki kantin. Jayden jelas mengutamakan keselamatan Zela dari godaan Farhan—si m***m. Sesaat Jayden menyesal mengusir Naura. Jayden melilitkan tangannya di pinggang Zela dengan mata saling berperang dingin dengan Farhan yang kini melewatinya. Zela menoleh ke arah Jayden dengan masih mengunyah, mengerjap pelan saat sadar kalau Jayden menatap ke arah lain. Jayden menahan pipi Zela agar tetap memandang ke arahnya lalu Jayden menatap Zela. "Makan, jangan lirik ke sana - sini!" geramnya dengan emosi. Zela mengangguk lalu kembali mengunyah makanannya dengan terus menunduk sesuai keinginan Jayden. Jayden mengusap rambut Zela sekilas sebagai hadiah karena kepatuhan gadis itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN