BAB 3

1166 Kata
Hari bahagia yang di tunggu Sisil dan Aditya akhirnya tiba. Segala persiapan telah dilakukan. Sisil masih ingat bagaimana ia dan Aditya kerepotan mengurus segala Pernak pernik pernikahan. "aku ingin undangannya berwarna coklat" "tapi warna itu tidak terkesan mewah, bagaimana kalau warna keemasan" Sisil mencoba memberi usul. Banyak lagi hal - hal lainnya yang membuat Aditya dan Sisil nyaris berdebat. Sisil masih ingat mereka nyaris bertengkar gara - gara souvenir pernikahan mereka tapi akhirnya mereka bisa mengalahkan egonya masing - masing. Sisil melihat sekelilingnya, Pelaminan sudah terpasang dengan indahnya, makanan untuk jamuan telah terhidang dan di kamar pengatin Sisil baru selesai dirias. Sisil terlihat semakin cantik dan menawan. Selesai di rias Sisil menelpon Aditya. "Dit, sudah berangkat belum" "Belum" "Nanti sebelum berangkat kamu telpon dulu, biar kami siap - siap" "iya, paling sebentar lagi kami berangkat" "baiklah kalau begitu" Sisil menutup ponselnya. Sekitar pukul 07.30 rombongan Aditya datang. Sisil mengintip dari jendela kamarnya. Dia terenyum bahagia melihat Aditya. Aditya terlihat ganteng dan tampan dengan balutan jas berwarna hitam. Sisil bertambah kebahagiaannya ketika melihat ayahnya baru datang. Tiba - tiba ibu Sisil masuk kekamarnya. "Sil, kamu sudah selesai belum, rombongan Aditya sudah sampai," "sudah, bu " Ibu memperhatikan Sisil seakan - akan Sisil masih ada yang kurang. Sisil memperhatikan ibunya dan tertawa kecil. " Bagaimana bu, cantik kan, " " iya dong, anak siapa dulu, ibunya aja cantik begini" "ayo cepet jangan sampai pengatin pria lama menunggu. Lengkap sudah kebahagiaan Sisil dan ia berharap semuanya berjalan dengan baik dan lancar. ***** Bastian ayah Sisil yang baru datang buru - buru ingin masuk kerumah tapi langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang wanita yang rasanya ia kenal. Bastian berhenti dan ia tertegun ternyata memang dia mengenal wanita itu. Walaupun masih ragu Bastian mendekatinya. "Feni?" sapa Bastian. Wanita yang disapa menoleh dan terkejut. "hai Bastian, apa kabar" "baik, kamu mengantar siapa" "oh.. Ini pernikahan putraku, Aditya, kamu di sini ngapain" "ini pernikahan anakku, Aditya itu anakmu" "ya" Feni mulai panik "Anak yang dulu....." Bastian tidak melanjutkan kalimatnya. " Bas, jangan" Feni benar - benar mulai panik. " Tapi ini tidak boleh terjadi Fen, tidak boleh" "Tapi Bas jangan sekarang" Feni berusaha menghalangi Bastian. "Kita tak boleh terlambat Fen" ujar Aditya berlalu meninggalkan Feni. Feni mengejar Bastian. "Bas, aku mohon biarkan ini selesai dulu" "tidak Fen," "jangan buat anak - anak itu malu" Bastian tidak menghiraukan Feni, ia masuk kedalam rumah. Rombongan Aditya masuk kedalam rumah. Bastian melihat Sisil keluar kamar dan berjalan menuju ke tempat pernikahan. Bastian melambaikan tangannya.ia ingin menghentikan Sisil dan berbicara kepadanya sebelum Aditya menikahinya. Sisil membalas lambaian tangan ayahnya dan berfikir itu lambaian biasa. Bastian semakin panik. Sementara itu Feni terlihat gelisah. Matanya mencari - cari keberadaan Bastian. Aditya melihat kegelisahan ibunya. "ada apa bu" "tidak"Feni menjawab dengan gugup. " Ibu jangan khawatir semua akan baik - baik saja" Feni menatap anaknya. " Ya Tuhan, betapa hancurnya Aditya kalau ia tahu yang sebenarnya" Feni tak bisa membayangkan kehancuran hidup Aditya dan Sisil. Feni semakin gelisah. Rombongan Aditya mulai memasuki ruangan. Perlahan Aditya menuju meja pernikahan. Disana sudah menunggu penghulu dan wali hakim yang mewakili ayah Sisil. Tadinya Ayah Sisil yang akan menikahkan mereka tapi karena ayah Sisil takut terlambat. Semua orang tertawa bahagia tapi tidak bagi Bastian. Ia semakin bingung harus bagaimana. Ia tidak bisa berpikir dengan lagi. Sisil duduk disebelah Aditya. Mereka terlihat sangat serasi.Senyum bahagia terukirdi bibir mereka berdua. Batin Bastian semakin hancur, ia semakin bingung. Ia berpikir untuk memberitahu Mira istrinya tapi ia takut Mira tak akan bisa menerimanya. Bastian tak bisa berpikir lagi. Sementara si meja pernikahan Aditya sudah memengang tangan pak penghulu. "Bagaimana nak Aditya kamu sudah siap" " Sudah pak" " baiklah kita mulainya" Pak penghulu dan Aditya saling berjabat tangan. Bastian tak bisa berpikir lagi dan seperti bom yang akan meledak tinggal menghitung detik - detiknya. "Hentikan " akhirnya bendungan kebingungan Bastian jebol. Semua orang tiba - tiba terdiam. "Pak penghulu hentikan semua ini," suara Bastian nyaris tak terdengar. "Ada apa pak Bastian, apakah anda tidak merestui pernikahan ini" pak penghulu heran. Bastian melihat kearah Feni dan Feni mengelengkan kepalanya tanda untuk meminta Bastian tidak melakukannya. Tapi semua sudah terlambat, Bastian sudah terlanjur menghentikan pernikahan Aditya dan Sisil. Semua diam, bingung dan penasaran ada apa sebenarnya yang terjadi. "Semua ini tak boleh terjadi pak penghulu, tidak boleh " "Ayah, apa maksudnya semua ini " Sisil terlihat bingung. "Hentikan pernikahan ini, pernikahan ini tak boleh terjadi " Sisil berdiri dan berlari kearah ayahnya. Ia meminta kepastian kepada ayahnya. "maafkan ayah, Sil tapi kamu tak bisa menikah dengan Aditya" "tapi mengapa yah, jangan hancurkan hidupku yah" "maafkan ayah Sisil, tapi Aditya itu kakakmu" Sisil seperti terhempas ke dalam lubang yang gelap. Ia terduduk di lantai. pandanganya gelap. Tiba - tiba Sisil melihat kearah ibunya. " ibu" teriak Sisil seakan ia mencari kebenaran kepada ibunya. Mira juga terkejut dia tak percaya apa yang terjadi. Selama ini Bastian tak pernah mengatakanya. " Ayah ini tak benarkan, ayah hanya tak ingin aku menikah dengan Aditya" Sisil mengoyang goyangkan badan ayahnya. Bastian tertunduk, " maaf ayah, Sil" Sisil kembali menangis, ia memandang kearah Feni ibu Aditya tapi Ibu Aditya hanya tertunduk dan menangis. Aditya memandang ibunya seakan meminta jawaban tapi Feni semakin tertunduk. Suasana semakin kacau, Sisil masih terduduk di lantai. Tiba - tiba Mira Ibu Sisil terjatuh dan pingsan. keadaan semakin kacau. Sisil hanya diam dan membisu. Sisil melihat ayahnya berlari dan memopong ibunya masuk kamar. Tanpa di sadari Aditya sudah berdiri di sampingnya dan membantunya berdiri. "Dit, semua ini tidak benar kan Dit ?" Sisil terisak dalam pelukan Aditya. " Tidak Sil, semua tidak benar" Aditya mencoba membohongi Sisil tapi sebenarnya ia mencoba membohongi dirinya sendiri. "mengapa mereka menghancurkan impian kita Dit, mengapa Dit" " ini belum jelas Sil,aku akan memastikan semua ini, sebaiknya kamu istirahat dulu di kamar" Aditya berusaha menenangkan Sisil. Sebenarnya Aditya juga hancur tapi ia tidak mau orang melihatnya terpuruk. Dia masih meragukan pernyataan ayah Sisil tapi ia harus kuat demi ibunya dan Sisil. Aditya nerusaha menahan emosinya, ia tahu semakin dia emosi maka keadaan akan semakin buruk. Akhirnya Aditya memanggil seseorang dan meminta tolong membawa Sisil kekamarnya. Sisil hanya pasrah kita di bawa kekamarnya, pikirannya kacau dan kepalanya seakan mulai terasa sakit. Dikamar Sisil kembali menangis, hatinya benar - benar hancur. Dia tidak tahu apa yang terjadi saatbin8 diruang depan. Sementara itu Aditya mengajak rombongan keluarganya untuk kembali pulang. Ia melihat ibunya tertunduk dan menangis. Ibunya hanya diam tak bicara sepatah katapun. Aditya tahu dari sikap ibunya, bahwa apa yang dikatakan pak Bastian ayah Sisil benar karena tidak ada bantahan dari ibunya atau ibunya juga tak menduga ini terjadi sehingga ia tak berkata apa - apa. Aditya menarik nafas, terasa berat. " Sisil bukan adikku, dia akan tetap menjadi kekasihku dan suatu saat akan menjadi istriku" batin Aditya. Aditya merasakan firasatnya tentang itu tapi ia tidak tahu mengapa ia punya firasat itu. Feni yang melihat Aditya hancur tak bisa berbuat banyak. "maafkan ibu dit, ibu tidak bisa memberi tahu rahasia yang sebenarnya saat ini, biarlah waktu yang akan menjawabnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN