Last Day- First Day
" Tiara... Kak... Ayo bangun, nanti kamu telat kerjanya" ujar Kiran sambil memegangi dua buah piring berisikan nasi goreng dengan telur ceplok di kedua tangannya tepat di depan pintu kamar saudarinya.
Tiara yang masih nyaman dengan posisi tengkurapnya mencoba sekuat tenaga membuka kelopak matanya yang masih terasa sangat berat.
" Mmmm... Iyaaa..." gumam Tiara dengan suara malas khas bangun tidurnya.
" Cepetaaan...!" seru Kiran lagi dari kursi makan yang jaraknya tidak jauh dari kamar sang kakak sambil menikmati sarapannya.
Tiara pun dengan lemas dan berat hati terpaksa mengangkat tubuhnya dan berjalan dengan lunglai keluar dari kamar tidurnya.
" Kenapa sih buru- buru banget?" tanya Tiara malas.
" Kamu tahu kan, hari ini kantor aku udah di ambil alih sama perusahaan baru. Yang artinya mulai hari ini, bisa aja aku akan jadi pengangguran. Karena kami semua belum tahu nasib kami, jadi lebih baik aku beresin barang aku disana. Jadi please, kamu beresin rumah dulu sebelum berangkat kerja. Oke?" jelas Kiran panjang lebar.
" Iya iya... Kamu masak apa?" tanya Tiara sambil masuk ke kamar mandi.
" Ng... Ada omelet, quiche, pancake, croissant, dan...."
" Iya bawel... Astaga, orang aku cuma nanya juga!" protes Tiara.
" Ya abisnya kamu pakai nanya. Dan kayaknya kita harus mulai berhemat deh. Maaf ya..." ucap Kiran merasa bersalah saat Tiara sudah duduk tepat dihadapannya dan mengikat rambutnya dengan asal.
" Hemat? Emang kita kurang hemat apalagi sih?" jawab Tiara tersenyum.
" Tenang aja, mari berdoa semoga hari ini aku bakalan kedatangan tamu kaya di restoran dan dia akan langsung mau menikah sama aku. Aku janji aku bakal...."
" Aku pergi dulu ya. Mandi sana, jangan kebanyakan mimpi." ucap Kiran memotong ucapan Tiara sambil berdiri dari kursinya dan mulai memakai blazer miliknya dan mencium pipi sang kakak.
" Ya udah. Hati- hati ya"
" Iya. Ingat, kita harus berhemat, Ra"
Tiara hanya mengangkat kedua bahunya dengan acuh.
" Aku serius, Ra. Aku belum tahu nasib aku bakalan gimana. Dan aku belum tahu kapan aku akan dapat kerjaan baru lagi. Jadi selama itu, kita juga harus hati- hati keluarin duit."
" Iya... Udah tahu bu... Sana, sana..." ujar Tiara sambil mengibaskan tangannya dengan santai pada Kiara yang hanya geleng- geleng kepala hingga akhirnya sosoknya tepat berada di balik pintu.
" Beresin rumah dengan rapih. Nanti biar aku yang ngepel nanti malam. Jangan lupa bak cuci harus bersih." ucap Kiran hingga sosoknya tidak lagi terlihat.
" Ya ampun, dia bahkan lebih cerewet daripada ibu dulu. Malah jadi dia yang kayak kakak. Kiran... Kiran..."
***
" Ki, apa rencana kamu habis ini?" tanya seorang rekan kerja Kiran yang duduk disampingnya selama beberapa tahun ini.
" Ya mau gimana lagi. Aku harus cari kerjaan baru." jawab Kiran sambil memilah barang di laci kerjanya. Mana yang harus ia buang dan mana yang akan ia bawa pulang.
" Kalau kamu?" lanjut Kiara.
" Aku mau pulang ke kota asal aku aja untuk sementara waktu. Lagian aku udah lama nggak pulang. Sukur- sukur kalau ada yang ngajak nikah disana" candanya.
" Padahal ya Ki, tadi sebelum sampai disini, aku tuh masih yakin bakalan masih kepake kerja disini. Eh pas nyampai sini dan udah lihat beberapa karyawan baru. Berarti fix kita udah nggak punya tempat."
Kiran hanya mencoba tersenyum simpul menanggapi wanita bertubuh berisi tersebut.
" Kenapa juga bos kita pakai acara bangkrut ya Ki. Padahal kita udah kerja dengan baik. Itu karena dianya aja yang korup tuh. Gaji kita aja kadang telat dibayarnya."
" Bukan urusan kita juga" ujar Kiran singkat.
" Selamat siang" sapa seorang pria dengan ramah.
" Siang " jawab Kiran dan beberapa rekan kerjanya hampir bersamaan.
" Perkenalkan nama saya Refan. Saya direktur pemasaran yang baru."
Kiran dan rekan kerjanya hanya saling melemparkan tatapan mendengarkan pria ramah tersebut.
" Saya diminta pak Abian untuk memanggil kalian ke ruangan beliau. Beliau ingin mengucapkan terima kasih karena kalian masih bersedia menyelesaikan pekerjaan kalian beberapa hari belakangan ini" lanjutnya.
" Baik" jawab Kiran singkat lalu memutar tubuhnya dan menyimpan bingkai foto yang tadi dipegangnya ke dalam kotak sambil memutar matanya.
" Dia yang mau berterima kasih, tapi kita yang diminta ke ruangannya. Wah..." omelnya pada dirinya sendiri namun membuat sang rekan wanita tersenyum.
Mereka bertujuh lalu berjalan beriringan mengikuti Refan sambil saling bercakap dengan wajah yang lesu.
" Ki, katanya orangnya ganteng ya?" tanya sang rekan wanita setengah berbisik karena takut Refan mendengarnya meski mereka berjalan paling belakang.
" Nggak tahu. Aku belum pernah ketemu. Kemarin- kemarin aku cuma ketemu pak Refan itu. Aku kira dia asistennya. Ternyata rekan."
" Aku dengar dia baru balik dari luar negeri dan beli perusahaan ini karena emang mau buka cabang di Indonesia."
" Oh..." ujar Kiran.
" Dia blasteran loh Ki. Belum menikah, dan super---."
" Silahkan masuk." ucap Refan membukakan pintu tepat disaat Abian berdiri menyambut kedatangan mereka.
" Ga-n-teng " sambung si rekan wanita sambil menggenggam lengan Kiran dengan erat.
" Ssstt... Apaan sih. Ayo masuk"
" Pak Abian, mereka para karyawan yang membantu menyelesaikan proyek terakhir yang kita ambil alih." ucap Refan ketika mereka bertujuh telah berdiri di depan meja Abian yang kini berdiri menyalami mereka semua dengan singkat.
"Seperti yang kalian tahu, perusahaan kalian telah di ambil alih oleh perusahaan saya. Saya ucapkan terima kasih pada kalian semua. Tapi kerjasama diantara kita saya rasa hanya cukup sampai disini saja. Dan kami akan memberikan kompensasi dari tambahan jam kerja kalian selama menyelesaikan proposal terakhir kalian." ucap Abian yang hanya diangguki oleh mereka semua karena memang tidak ada lagi yang bisa mereka katakan dengan pernyataan tegas dari sang pemilik perusahaan barusan.
" Kalau begitu, terima kasih. Kalian bisa melanjutkan aktivitas kalian dan semoga sukses." ucap Abian lugas dan kembali duduk di kursi kerjanya untuk memeriksa proposal mereka.
" Mari saya antar" ujar Refan dengan sopan yang langsung diikuti oleh mereka bertujuh.
" Sebentar, siapa yang bertanggung jawab menyusun proposal ini?" tanya Abian yang menghentikan langkah mereka semua.
Semua mata lalu menuju pada Kiran yang kini nampak gugup.
" Sa... Saya pak" jawab Kiran gugup kalau saja ia membuat kesalahan.
" Kamu paham isi proposal ini?" tanya Abian tegas dengan mata elang kecoklatannya.
Kiran mengangguk dengan ragu.
" Kiran yang punya ide proyek ini pak. Dia asisten pak Hilal" ucap salah satu rekan lainnya yang membuat Kiran membelalakkan mata bulatnya pada sang pria tersebut.
" Baik. Kamu presentasikan proyek ini sama saya" ujar Abian lugas.
" Ng... Maaf pak, proyek ini memang ide saya. Saya juga yang menyusun proposalny bersama rekan yang lain. Tapi seingat saya, saya baru saja dipecat beberapa saat lalu, jadi saya---"
" Kamu saya pekerjakan kembali. Sekarang siapkan ruang meeting dan 15 menit lagi kita meeting."
" Apa?" tanya Kiran tak percaya.
" Maaf Nona Kiran, saya tidak mengulangi perkataan saya dua kali. " jawab Abian sambil kembali membaca proposal tersebut dengan serius.