Violet bekerja di sebuah kantor yang bergerak di bidang pelayanan. Atasan yang ada di sana seorang lelaki muda yang seringkali dipanggil oleh dirinya 'Botak.'
Meski nyatanya berbeda jauh. Entah apa alasan dari Violet menyebutnya tersebut, tetapi ini sudah menjadi kebiasaan.
Darry--atasan dari Violet sedang duduk di bangku kebesarannya, dengan mata yang menatap seorang wanita sangat intens.
"Kamu sekarang lagi ngerjain apa?" tanya Derry pada Violet dengan senyumnya yang lebar.
"Tuhan, bisakah Engkau menjauhkanku dari Botak ini? Aku malas untuk basa-basi!" batin Violet dengan mata yang terpejam.
Violet tersenyum malas. "Saya masih mengerjakan laporan yang Bapak minta kemarin, bentar lagi akan selesai kok."
"Okey. Ya sudah lanjutkan kerjaan kamu, kalau selesai cepat kemarikan," perintah Derry pada Violet yang dengan senang hati langsung menerimannya.
Violet membungkukkan badan terlebih dahulu, sebelum akhirnya kini ia keluar dari ruangan Derry tersebut.
Menghembuskan napas lega dan kembali duduk pada mejanya. Mengerjakan hal yang sebentar lagi akan kelar, dan itu menurutnya perlu konsentrasi penuh.
Mentari yang letak mejanya seberang dari Violet, memanggil dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Untung saja saat itu Violet belum sempat duduk, jadi bisa tau dari pergerakan bibirnya.
"Vi, abis ngapain tadi di dalam?" tanya Mentari penasaran.
"Abis ditanyain aja, gak ada apa-apa kali ini." Violet menjawabnya dengan suara yang pelan.
"Kirain aku ada hal penting," ujar Mentari sembari terkekeh ringan.
Violet menggeleng. "Tidak, sama sekali! Lanjut kerja sana, jangan berisik."
"Siap!"
Violet kini kembali duduk di kursinya, dan mulai fokus pada pekerjaannya.
Ketika dirasa sudah selesai, segera menyerahkannya kembali menuju Derry yang ada di dalam ruangan khusus atasan.
"Udah selesai kan, ya? Semoga saja benar, gak salah lagi," batin Violet dengan tangan yang memegang map berwarna merah.
Hendak menyerahkan benda tersebut pada Derry yang katanya sudah menunggu hal itu.
-
Jam 12.00 adalah wayahnya para pekerja mulai istirahat, dan tidak berbeda juga dengan Violet dan dua orang sahabatnya tersebut.
Mereka bertiga menuju sebuah rumah makan yang letaknya tidak jauh dari kantor. Mulai memesan makanan dan minuman, karena sedari pagi tadi sama sekali belum ada yang masuk ke dalam perutnya.
Violet mengambil duduk di bagian ujung, dan bisa melihat lalu lalang kendaraan yang kini mulai padat.
"Vi aku mau nanya deh," ucap Trias di sela-sela kegiatan makan siangnya.
Violet yang tengah menyantap makanannya dengan lahap, seketika menghentikan kegiatannya dan melihat wajah Trias.
Memberi kode lewat alis yang terangkat naik, untuk jangan segan bertanya padanya.
"Rezky punya acara kan sebentar lagi tuh? Kamu ke sana gak?" tanya Trias pada Violet.
Trias merasa ini pertanyaan yang cukup menarik. Karena menghadiri pesta pernikahan dari mantan, bisa membuat orang menangis terus menerus. Apalagi ketika hubungan sudah melibatkan orangtua, dan dalam waktu yang cukup lama.
Tiga tahun menjalin hubungan, bukan waktu yang sebentar, bukan?
Violet menatap Trias, dan sedetik kemudian mengangguk begitu saja.
"Kenapa aku gak ke sana? Kan diundang sama dia," ucap Violet datar dan biasa saja.
Salah tidak, jika Trias menanti raut wajah sedih di dalam diri Violet? Hanya saja sampai detik ini, sama sekali tidak dilihatnya.
Mentari yang mendengar itu merasa ini suatu yang mengejutkan.
Pernah di posisi yang sama, membuatnya tau akan rasa sedih saat melihat kekasih yang selama ini diharapkannya untuk menjadi pendampingnya, tetapi tidak sama sekali.
"Kamu seriusan, Vi?" tanya Mentari pada Violet dengan tatapan penuh selidik.
Violet mengangguk begitu saja. "Kenapa tidak? Aku serius, memangnya kenapa?"
"Apa kamu sanggup liat dia bersama orang lain nanti? Itu kan hal yang sangat kamu harapkan," sanggah Trias pada Violet.
Violet tahu betul dengan sikap para sahabatnya ini, dan keheranan mereka memang benar.
Banyak orang yang tidak sanggup saat melihat pesta pernikahan dari kekasihnya sendiri atau lebih tepatnya orang yang teramat dicintai.
"Aku tau itu. Apa yang ada di perasaan kalian, aku bahkan memakluminya," ucap Violet santai.
Mengambil air minum, dan menenggaknya. Violet merasa sudah kenyang dan bisa melanjutkan pembahasan yang sangat sukar sekali diterima oleh kedua sahabatnya ini.
Mentari dan Trias merasa, jika Violet sebenarnya tidak penuh mencintai Rezky.
Namun, ketika mereka mengingat bagaimana gigihnya saat belajar memasak dan mengurus pekerjaan rumah tangga, mendadak perasaan itu terhapus begitu saja.
"Kita berdua ini aneh karena sikap kamu yang nampak baik-baik saja saat Rezky bertindak begitu jahat sama kamu," ungkap Mentari pada Violet.
Jika saja Mentari berada di Violet malam itu, di mana Rezky mengenalkan wanita yang akan menjadi istrinya nanti. Ia pasti tidak akan bisa menahan diri untuk mengacaukan tempat itu.
"Sudahlah! Sebentar lagi dia akan menikah, dan itu tandanya bukan jodoh yang terbaik untuk aku juga," tutur Violet dengan hati yang lapang. "Aku tidak akan pernah bisa memaksa apa pun."
"Bener juga sih. Semoga kamu dapatkan orang yang lebih baik dari dia deh, Vi," ucap Trias dan disetujui oleh Mentari.
Mentari dan Trias hanya bisa berdoa yang terbaik tentang hubungan Violet nanti ke depannya kelak.
Jika saat ini mengalami kegagalan, maka pastikan esok hari tidak mengalami hal yang serupa.
Ambil pelajaran apa pun di hari ini, dan pastikan untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama esok hari.
"Semoga pasangan kalian yang sekarang ini, adalah jodoh dari Tuhan dan memang terbaik untuk kehidupan kalian." Violet tersenyum pada dua sahabatnya tersebut.
"Aamiin." Trias dan Mentari mengucapkannya hampir bersamaan.
Mereka bertiga kini tertawa renyah. Apa pun kepahitan yang terjadi sekarang ini, jalani saja semua dengan senang hati.
"Berarti sekarang lo single dong, Vi?" tanya Trias dengan suara tawa yang masih terdengar.
Violet hanya mengedikkan bahu tak acuh. "Kurang lebih seperti itu, haha."
"Wah, siap-siap buka penangkaran lagi ini mah. Kamu kan cantik, pasti banyak orang yang jatuh hati," ucap Mentari dengan senyum lebar.
"Penangkaran? Kamu kira aku bisa mengurus banyaknya hewan?" Violet malah berbicara absurd.
Trias menepuk keningnya pelan. "Mana ada hewan, Vi! Maksud kita itu ... lelaki buaya gitu loh," terang Trias dengan jelas.
Violet hanya mengangguk saja untuk menanggapi ocehan dari Trias tersebut.
"Iya gitu. Sekarang kan kamu udah single, jadi bebas untuk berteman dengan laki-laki lagi, tanpa ada yang melarang," ungkap Mentari sembari terkekeh ringan.
"Bukannya aku dari dulu bebas untuk berteman dengan siapa aja?"
Seorang lelaki yang duduk tidak jauh dari posisi Violet, sedari tadi menguping pembicaraan mereka. "Jadi, siapa yang sedang single sekarang ini. Mau tidak dengan saya saja?"