Mimpi

855 Kata
Seorang gadis terbangun dengan terengah-engah. Keringat bercucuran diseluruh tubuhnya. Ia lantas mengambil minum yang berada disebelahnya, menghabiskannya dalam sekali teguk. Ia mencoba mengatur nafasnya yang tidak beraturan itu. Cukup lama, akhirnya ia bisa menenangkan dirinya. Ia pun melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Pukul 00.00 "Hah . . . Mimpi itu lagi." Gadis itu mendesah dan mengelap keringat di dahinya. Ya, gadis itu bermimpi tengah bertemu dengan seorang pria yang menurutnya sangat menyeramkan. Mempunyai taring yang tajam dan mata merah, berkulit pucat dan badannya sedingin es. Seperti Vampir saja, pikirnya. "Siapa pria itu? Mengapa dia selalu ada dalam mimpiku? Dan mengapa juga dia memanggil aku, Queen? Sungguh aneh." Gadis itu memilih membaringkan tubuhnya kembali dan melanjutkan tidurnya yang tertunda akibat mimpi yang selalu mengganggunya tiap malam. Gadis itu memejamkan matanya, cukup lama hingga akhirnya gadis itu sudah kembali ke alam mimpinya. Dia tidak menyadari seseorang berada disudut kamarnya, memperhatikannya sejak tadi. Sosok itu menghilang dan sudah berada di sebelah gadis itu tertidur. Ia menyelusupkan badannya dibalik selimut yang dipakai gadis tersebut dan memeluk pinggangnya possesive. Gadis itu bergerak mencari posisi ternyamannya. Sosok tersebut membawa gadis itu kedalam pelukannya. Mata merahnya menatap wajah cantiknya, Ia membelainya dengan lembut dan berhenti di bibir merah muda gadis itu. Ia kembali memeluk gadis itu dan menenggelamkan wajahnya ke ceruk lehernya dan membisikkan sesuatu di telinganya. "Sebentar lagi Queen. Kau akan mengetahui jati dirimu yang sebenarnya," bisiknya dan mengecup kening gadis tersebut. Sosok itu pun ikut memejamkan matanya dan terlelap sambil memeluk gadis itu possesive, hingga menjelang pagi Ia akan pergi sebelum gadis itu terbangun. *** "Acacia Vé Arnauld!!" Seseorang berteriak menyebutkan nama gadis yang masih betah terlelap dalam alam mimpinya. Gadis itu yang merasa terusik karena teriakan dari luar kamarnya beranjak bangun dengan kesal membalas teriakan orang yang berada di luar kamarnya lebih keras. "Ya!! Aku sudah bangun bodoh! Jangan berteriak terus!! Gendang telingaku terasa pecah mendengar teriakanmu itu!!" gadis yang biasa dipanggil Acacia itu beranjak membuka pintu kamarnya. "Eh! Dasar adik kurang ajar, beraninya kamu mengatai kakakmu bodoh!" Omel kakaknya sambil berkacak pinggang.  "Ck! Cerewet sekali kamu, Kak. Sudah sana pergi! aku bisa terlambat gara-garamu." Acacia menutup pintu kamarnya sebelum kakaknya itu kembali mengomelinya.  "Dasar adik kurang ajar. Sudah dibanguni malah menyalahkan kakaknya yang tampan ini," decak kakaknya dan pergi turun kelantai bawah.  "Ck! Kakak cerewet sekali seperti cewek saja. Dia kan cowok, jadi harus cool dong, ini malah seperti ABG rempong. Ck! Sudah jam berapa sekarang. Mampus, aku bisa telat. Sudah mau jam tujuh lagi." Acacia terus bercoloteh dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya setelah melihat jam menunjukkan pukul 06.45 Sedangkan kakaknya terus mengoceh di meja makan tanpa henti membuat orang tuannya bingung, menatap anaknya yang tidak henti-hentinya mengoceh.  Ada apa dengan putraku, Pikir mereka.  "Damian, apakah kau sedang sakit?" tanya mamanya dan memeriksa kening anaknya.  "Gak panas, Pa," ujar mamanya kepada sang Papa.  "Ck! Damian sehat, Ma," decak Damian dan meminum susunya.  "Lihat putri kalian itu, pagi-pagi sudah membuat mood  Damian buruk saja. Sudah bagus dibangunkan supaya tidak terlambat ke sekolah, Eh malah menyalahkan Damian. Katanya, gara-gara Damian dia bakal telat. k*****t emang itu anak." Oceh Damian membuat kedua orang tuanya terkekeh.  "Panjang umur tu anak. Sudah nongol aja." Damian menggerutu ketika melihat Acacia turun terburu-buru dari tangga.  "Acacia, sarapan dulu. Sini, " ajak mamanya.  "Aca sarapan di sekolah aja, Ma. Udah telat," balas Acacia dan meminum susunya saja.  "Pelan-pelan, sayang," tegur papanya melihat Acacia yang minum dengan terburu-buru.  "Ayok Kak, Entar telat. Buruan cepat," desak Acacia. "Sabar napa, Dek," ucap Damian.  "Ma, Pa. Kita berangkat dulu," pamit Damian dan diangguki oleh mereka.  "Hati-Hati," pesan mamanya.  "Dadahh, Ma, Pa," ucap Acacia dan menarik Damian terburu-buru.  Di tengah perjalan menuju sekolah mereka, Acacia bercerita tentang mimpinya yang aneh itu kepada Damian.  "Kak, aku tadi malam mimpi aneh," ujar Acacia membuat Damian terkekeh.  "Iya iyalah. Kamu aja juga aneh," kekeh Damian mendapat pukulan keras dari Acacia.  "Adaw, sakit peak," bentak Damian mengelus kepalanya yang ditabok adiknya itu.  "Makanya jangan ketawa. Aku lagi serius, Kak." Acacia berujar dengan dingin.  Kalau sudah seperti ini, Damian tau kalau Acacia memang sedang serius bukan main-main. Damian pun mengangguk.  "Oke. Mimpi aneh gimana kamu, Ca?" tanya Damian dan Aca pun mengambil napas sejenak.  "Aku mimpi ketemu sama pria seperti vampir, Kak. Itu gak hanya sekali, tapi udah terjadi setip malam dan setiap aku bangun selalu jam 12 malam. Aku merasa aneh dengan semua ini. Aku merasa mimpi itu nyata." Acacia menceritakan mimpinya sedangkan Damian terdiam dan tidak merespon apa-apa.  "Kak..." panggil Acacia, tapi Damian tetap diam.  "Kakak... " panggil Acacia kedua kalinya tapi Damian masih tetap Diam.  "Damian Beau Prė," bentak Acacia. Damian pun tersadar mendengar bentakan Acacia.  "Eh. Maaf Ca," ujar Damian meminta maaf. "Jadi menurut kakak gimana?" tanya Aacia kepada Damian. Damian terdiam beberapa saat.  "Mungkin cuma mimpi. Udahlah, tidak usah dipikirkan. Itu hanya bunga tidur," ujar Damian mengelus puncak kepala Acacia.  Acacia merasa ragu, tapi ia tetap mengangguk. Damian pun tersenyum. Ia merasa ada yang disembunyikan oleh Damian, tapi Ia memilih diam sekarang dan bertanya nanti saja kepada kakaknya itu.  Sebentar lagi waktunya akan tiba. Aku harus memberi tahu Mama sama Papa secepatnya. Batin Damian. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN