Sesekali suara tawa tercipta di antara mereka. Para pelayan yang melihat suasana rumah malam ini merasa sangat bersyukur. Akhirnya, mereka dapat mendengar dan melihat suasana hangat seperti ini. Biasanya mereka hanya melihat suasana canggung dan juga suara yang hanya tercipta sebentar saja.
"Gimana sekolah kamu, Khai?" Tanya papanya. Khai menoleh ke arah papanya dan menganggukkan kepalanya cepat. "Baik, Pa. Cuman.. Khai juga mau sekolah seperti Rama. Biar Khai juga bisa adaptasi dengan teman-teman sebaya Khai," jawab Khai.
Jawaban yang diberikan Khai membuat semua mata menuju ke arahnya. Terutama tatapan Risma. Ia mendengar itu dengan tatapan tidak sukanya.
"Kamu sekolah di rumah saja sudah banyak melenceng. Apalagi jika sekolahnya umum." Risma membuka suaranya.
"Wajar, Risma. Namanya Khai baru memasuki usia remaja. Tentu saja dia pasti akan merasa bosan dengan situasi sekolah dan belajar." Papa mereka membela Khai di depan Risma.
Risma menghela napas panjang mendengar pembelaan yang diberikan suaminya itu. Detik berikutnya ia pun kembali melanjutkan makannya.
"Mungkin Khai sudah bisa kita daftarkan di sekolah sama seperti sekolah Rama," sambung papanya.
Suara dentingan sendok yang diletakkan dengan kasar terdengar seketika. Risma sudah sangat tidak suka jika membahas masalah seperti ini.
"Beneran pa? Rama senang banget dengernya. Akhirnya Rama bisa satu sekolah sama Khai," ucap Rama langsung. Ia tau jika mamanya tidak suka arah pembicaraan ini. Tetapi Rama tidak ingin membuat Khai merasa berkecil hati. Ia tidak ingin membuat suasana hati Khai semakin buruk.
"Nanti papa dan Mama akan berdiskusi lebih mengenai hal ini."
Senyuman Khai tidak ada putusnya kali ini. Papa nya hari ini sangat membuatnya bahagia. "Terimakasih pa.. Khai akan semakin berusaha belajar dengan giat biar enggak malu-maluin papa dan mama," Ucap Khai berterimakasih.
"Anak-anak papa tidak akan ada yang malu-maluin papa." Sahut papa mereka. Risma sekarang sudah sama sekali tidak selera akan makanannya lagi. Pembicaraan saat ini membuatnya sangat ingin pergi dari meja makan. Tetapi karena menghormati suaminya, mau tidak mau Risma mempertahankan keegoisannya dan tetap berada di sini.
"Pa.. Malam ini Khai boleh menginap di rumah ini gak?" Rama menatap papanya penuh harap. Ia sangat ingin Khai menginap di rumah ini walaupun hanya satu malam.
"Pertanyaan macam apa itu, Rama?! Khai tidak perlu untuk menginap di sini. Ia memiliki rumahnya sendiri," jawab Risma dengan penekanan di setiap kalimatnya.
Khai menundukkan kepalanya mendengar penolakan langsung yang diberikan oleh Risma. Padahal ia sangat berharap bisa menginap di rumah ini malam ini.
"Udah malam. Khai untuk malam ini menginap saja di sini," putus papa mereka. Semua mata langsung tertuju ke arah pria paruh baya tersebut.
Khai dan Rama otomatis merasa sangat bahagia. Akhirnya keinginan mereka terwujud.
"Besok kalian ikut papa ke kantor. Mungkin kalian berdua sudah harus diperkenalkan dengan dunia bisnis yang akan kalian jalani nantinya," sambung papa mereka.
"Baik Pa!" Jawab Khai dan Rama bersamaan serta dengan suara yang semangat.
Setelah selesai dengan makan malam, Khai dan Rama segera berpamitan dan pergi menuju kamar Rama. Malam ini mereka akan bercerita dengan sangat panjang dan saling bertukar pikiran tentunya.
Sesampainya di kamar, Rama langsung mengeluarkan beberapa buku yang masih belum ia selesai baca. Ia meletakkannya di atas kasur dan menunjukkan kepada Khai.
"Gimana kalau malam ini kita begadang membaca buku-buku ini? Kapan lagi kan bisa baca buku sebebas ini." Usul Rama dengan antusias yang tentu saja langsung disetujui oleh Khai.
Khai dengan cepat memilih salah satu buku yang menurutnya menarik. Setelah itu, mereka mulai mengambil posisi yang nyaman menurut mereka dan mulai membaca buku tersebut.
Suara tawa kadang tercipta ketika Rama dan Khai sudah menikmati buku tersebut. Sesekali mereka saling menunjukkan adegan lucu maupun mengesankan menurut mereka.
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Khai dan Rama telah selesai menyelesaikan membaca buku tersebut. Mereka sekarang hanya diam menikmati suasana yang menurut mereka begitu tenang. Hingga Rama mulai membuka pembicaraan.
"Gimana kabar gadis itu?" Tanya Rama.
Khai tau gadis yang di maksud Rama di sini adalah Tasya. Wanita yang hari ini di pecat karena dirinya.
"Udah gak di rumah lagi," Jawab Khai lemah. Rama mengernyitkan dahinya mendengar jawaban Khai.
"Keluar dari rumah? Dia mengundurkan diri?" Tanya Rama lagi. Khai sangat berat menceritakan hal ini kepada Rama. Tetapi sepertinya ia memang harus menceritakan semuanya.
"Bukan.. lebih tepatnya dia di pecat sama mama."
Mendengar perkataan Khai, Rama langsung melebarkan kedua matanya. Ia bahkan bangkit dari posisi tidurnya.
"Kenapa bisa di pecat?"
"Karena.. ketahuan sama mama."
Rama semakin tidak mengerti dengan semua perkataan ambigu Khai.
"Bentar.. dia dipecat karena ketahuan sama mama? Maksudnya gimana? Gue sama sekali masih belum ngerti," tutur Rama dengan kebingungan yang ada.
Khai menghela napas panjang sebelum menceritakan semuanya kepada Rama.
"Jadi gue dan Intan ngobrol di kamar dan tiba-tiba mama datang masuk ke dalam kamar gue tanpa ngetuk pintu. Dan sepertinya mama salah paham. Mungkin dia pikir, kami melakukan hal yang tidak senonoh. Dia marah, dan gue juga emosi karena dia selalu aja ngelarang apa yang gue mau. Mama nampar Tasya dan seperti biasa, dia juga marah sama gue. Mama pecat Tasya ketika gue masih di kamar. Gue bahkan enggak bisa ngucapin selamat tinggal sama dia atau setidaknya gue bisa minta nomor handphonenya," jelas Khai.
Rama seketika menepuk pundak Khai. Berniat agar Khai bisa lebih tegar menghadapi semua yang sudah terjadi. Tetapi hal itu sebenarnya tidak berpengaruh sedikit pun kepada Khai.
"Sabar ya.. nanti Lo pasti akan dapatin yang lebih dari Tasya." Kata-kata semangat yang keluar dari mulut Rama.
Khai tersenyum tipis mendengar perkataan Rama. "Gak akan ada kalau hidup gue masih terus seperti ini," jawab Khai.
"Gue gak tau harus semangati Lo gimana lagi, Khai. Tapi Lo tau sendiri kita sama-sama berjuang demi keluar dari zona kita yang seperti ini."
"Gue ngerti. Udah malam, Ram. Besok kita akan ke kantor papa, lebih baik kita tidur sekarang aja." Putus Khai. Ia tidak mau memperpanjang percakapan yang seperti ini terus. Tanpa menunggu persetujuan Rama, Khai mulai menarik selimut agar menghangatkan tubuhnya dan ia pun mulai memejamkan kedua matanya.
Rama hanya bisa menatap Khai dalam diam. Ia tidak pernah bisa mengerti jalan pikiran dari saudaranya ini.
***
Khai berjalan sedikit tergesa-gesa. Pasalnya ia terlambat bangun dan sekarang papa dan Rama sudah menunggunya di mobil. Ia bahkan tidak menghiraukan beberapa pelayan yang menyapa dirinya.
Tetapi langkahnya akhirnya berhenti ketika melihat mama tirinya berdiri. Mau tidak mau, Khai harus menghentikan langkahnya. Ia tidak mau dianggap tidak sopan lagi oleh mama tirinya ini.
"Pagi ma.." sapa Khai dengan lembut. Risma tersenyum tipis, sangat tipis. Ia melangkah mendekati Khai dan merapikan sedikit kemeja putih yang dipakai oleh Khai pagi ini.
"Hari ini saya membebaskan kamu untuk menikmati waktu mu. Tapi setelah kamu kembali pulang ke rumah mu, kamu akan kembali seperti biasanya." Tutur Risma dengan nada datarnya. Khai hanya bisa menganggukkan kepalanya. Ia sangat tau akan hal itu. Karena itulah ia tidak mau menyia-nyiakan waktu berharganya hari ini.
"Jadi saya harap... Kamu tidak akan pernah mengecewakan saya lagi. Semalam adalah kali terakhir kamu mengecewakan saya, Khai. Dan saya akan menganggap hal itu sudah berlalu begitu saja. Tapi satu kesalahan lagi, saya akan melakukan hal yang bahkan tidak bisa kamu bayangkan," sambungnya.
"Kamu ngerti?"
Khai seketika menganggukkan kepalanya. Risma tersenyum lebar dan mengalihkan tangannya ke arah pipi Khai. Ia menepuk pipi Khai dengan lembut.
"Anak pintar. Ternyata anak dari selingkuhan suami saya sudah tumbuh menjadi anak yang penurut."
Mendengar perkataan Risma, Khai seketika mengepalkan tangannya. Ia paling tidak suka mendengar kata 'selingkuhan' keluar dari mulut Risma.
Risma bergeser ke arah samping kiri Khai. "Pergilah mereka sudah menunggu."
Tanpa mengatakan apapun lagi, Khai langsung berjalan pergi meninggalkan Risma tanpa mengatakan sepatah katapun.
Khai dapat melihat sebuah mobil yang sudah menunggu di depan pintu rumah. Seorang bodyguard membukakan pintu untuk Khai. Ia pun segera naik ke dalam mobil dan pintu mobil seketika di tutup.
"Maaf pa.. Khai telat." Khai langsung meminta maaf kepada papanya. Ia tau tidak seharusnya ia telat seperti ini.
"Tidak masalah.. mungkin malam tadi kalian berdua begadang ya?" Tanya papanya.
"Iya pa." Rama langsung menjawab pertanyaan papa nya. Papa mereka hanya bisa tersenyum mendengar jawaban itu. Ia sangat-sangat memaklumi kesalahan yang dibuat oleh Khai pagi ini.
"Jalan Pak!" Perintah papanya. Mobil tersebut pun segera berjalan pergi meninggalkan pekarangan rumah.
***
Mereka bertiga di sambut oleh beberapa pegawai yang kerja di kantor yang memang merupakan milik keluarga mereka itu. Senyuman tipis diberikan oleh Rama dan Khai. Sedangkan papa mereka, hanya diam dan tidak membalas sapaan para pegawainya itu. Menurutnya, hal tersebut akan membuang waktunya saja. Ia sama sekali tidak berminat untuk beramah tama dengan pegawainya di pagi hari.
Mereka pun menaiki lift yang memang hanya dipakai oleh petinggi yang ada di kantor ini. Khai sudah lama tidak menginjakkan kakinya di kantor ini. Mungkin itu sekitar lima tahun yang lalu ia menginjakkan kakinya di kantor ini. Lift berhenti di lantai yang mereka tuju, lantai 30. Setelah pintu lift terbuka, mereka keluar dari lift dan langsung melihat meja sekretaris yang tak jauh dari lift.
Sambutan hangat diberikan oleh sekertaris dari papa mereka. Wanita muda dan cantik itu tersenyum dengan lembut menyambut bosnya dan kedua anak bosnya itu. Khai menatap penampilan sekretaris tersebut dari atas hingga bawah. Baju kemeja bewarna putih yang ketat serta rok selutut bewarna coklat muda yang lumayan pendek. Khai tersenyum miring melihat penampilan sekretaris tersebut.
"Pagi pak, Ian." Sapa sang sekretaris. Khai melihat papan nama yang ada di ats meja sekretaris papanya itu. Naura. Nama itu sekali lagi membuat Khai tersenyum miring. Ia tidak tau apakah mama tirinya sudah mengetahui mengenai sekretarisnya papanya ini. Wanita muda nan anggun ini pasti akan membuat mama tirinya resah seketika. Khai sangat yakin akan hal itu.
"Pagi Naura." Sapa nalik papanya.
Setelah itu, mereka bertiga langsung masuk ke dalam ruangan yang ada tepat di sebelah meja sekretaris tersebut. Ruangan tersebut cukup besar. Khai bahkan sangat kagum ketika masuk ke dalam ruangan ini. Ia memang sudah tidak melihat ruangan papanya ini. Khai dan Rama langsung beralih ke sofa yang tak jauh darii meja kerja papa mereka. Mereka berdua menyandarkan tubuh mereka ke sofa. Terasa sangat nyaman untuk mereka. Sedangkan papa mereka, langsung duduk di kursi kebanggannya dan mulai membuka berkas-berkas yang sudah ada di atas mejanya.
Khai mulai memperkatikan papanya itu. Ia sangat ingin suatu saat nanti akan duduk di kursi yang papaya duduki saat ini. Khai tidak dapat membayangkan jika keinginannya itu menjadi kenyataan. Mungkin ia akan sangat bahagia nantinya. Tetapi bagaimana pun juga, Khai harus mengingat soal Rama. Risma tidak mungkin begitu saja membiarkan dirinya yang menjadi penerus perusahaan ini. Mungkin Khai harus berpuas diri dengan posisi apapun yang akan diberikan untuknya nantinya.
Rama yang sedari tadi memperhatikan Khai langsung mendekatkan wajahnya ke telinnga Khai. "Suatu hari nanti lo pasti akan gantiin posisi Papa, Khai."
Khai yang mendegar perkataan Rama langsung menoleh ke arah Rama. Rama seakan tau apa yanng sedang dipikirkan oleh Khai.
"Lo juga pasti akan gantiin posisi papa," Sahut Khai.
Rama seketika menggelengkan kepalanya. "Gue gak tertarik kerja seperti ini. Buat lo aja," Balas Rama. Ia memang sama sekali tidak pernah terbesit di pikirannya untuk menjadi penganti papanya melanjutkan perusahaan. Rama akan mencari sendiri pekerjaan yang memang sesuai dengan apa yang ia inginkan nantinya.
"Gue gak yakin mama akan biarin hal itu. Malahan gue sangat yakin lo yang akan gantiin papa nantinya. Lagian lo kan anak pertama."
Dan gue hanyalah anak selingkuhan.. sambung Khai dalam hati. Ia tidak akan pernah menjadi yang utama karena alasan itu.
Rama tidak membalas perkataan Khai. Ia hanya diam dan memikirkan apa yang Khai katakan barusan.
Suasana di dalam ruangan ini seketika menjadi diam. Hingga suara ketukan pintu terdengar dari luar.
"Masuk!" Ucap papa mereka. Tak lama setelah ucapan itu, seorang wanita cantik masuk ke dalam ruangan. Khai kembali tersenyum ketika melihat sekretaris papa mereka. Khai jadi penasaran siapa yang mencarikan papanya ini sekretaris seperti ini. Setaunya, seorang sekretaris haruslah berpakaian yang sopan dan tertutup. Bukan seperti yang sedang ada di depannya ini. Dan juga, make up yang digunakan wanita ini cukup tebal menurut pandangan Khai.
Naura berjalan menuju meja Bosnya. Ia memberikan sebuah berkas. "Ini pak berkas yang harus bapak tanda tangani. Dan juga di jam sepuluh nanti, bapak akan ada meeting dengan perusahaan Ris's Company." Tutur Naura melaporkan seperti biasanya.
Ian, nama papa Khai dan Rama hanya menganggukkan kepalanya dan menandatangani berkas yang tadi diberikan oleh Naura. Setelah ia sudah menandatangani berkas tersebut, ia kembali memberikan berkas tersebut kepada Naura.
"Meeting nanti, saya akan membawa kedua anak saya," Ucap Ian kepada Naura.
"Baik, Pak. Dan untuk Lunch.. apakah bapak makan di ruangan atau ada resto yang mau di tuju?" Tanya Naura.
Ian berpikir sejenak. "Nanti saja untuk lunch nya." Jawabnya.
"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi terleih dahulu," Putus Naura. Setelah melihat bosnya menganggukkan kepalanya, barulah Naura berjalan keluar dari ruangan ini. Tetapi sebelum ia menutup pintu, ia dapat melihat Khai yang menatap dirinya dengan pandangan yang sulit diartikan. Tetapi Naura membalasnya dengan senyuman tipis tetapi menggoda miliknya. Setelah itu, barulah ia menutup pintu ruangan tersebut dengan rapat.
"Sekretaris papa cantik ya.." Ucap Khai membuka pembicaraan yang ada. Rama melebarkan kedua matanya mendengar perkataan Khai. Sedangkan papa mereka hanya bisa tertawa mendengar ucapan Khai yang emang fakta itu.