Khai berjalan menuju meja makan. Wajahnya terlihat sangat sayu sekarang. Para pelayan sama sekali tidak berani untuk menegur Khai. Mereka tau jika saat ini, Khai sedang tidak dalam kondisi yang baik.
Para pelayan hanya melakukan tugasnya. Setelah mereka menyiapkan seluruh makanan untuk makan siang, mereka langsung berjalan menjauh dari meja makan. Memberikan ruang untuk Khai agar bisa menikmati makanannya. Khai duduk di kursi meja makan. Dia langsung memulai memakan masakan yang tersedia tanpa banyak bicara.
Tetapi pandangan Khai teralihkan. Dia menyusuri ruang makan ini. Mencari sosok wanita yang berhasil mencuri perhatiannya itu. Tetapi Khai sama sekali tidak menemukan sosok itu. Dia menghentikan makannya. Menatap salah satu pelayan yang ada tak jauh darinya.
"Tasya di mana?" Tanya Khai singkat. Pertanyaan singkat itu mampu membuat pelayan tersebut sulit untuk menjawabnya. Terlihat kegugupan dari raut wajahnya.
"T--tasya.. Tasya tadi di pecat sama nyonya, tuan."
Perkataan pelayan tersebut membuat Khai menghentikan makannya. Ia bahkan meletakkan sendok dan garpu yang sedang ia pegang itu. Seketika selera makannya hilang. Khai tau jika pasti akan ada hukuman yang diberikan oleh mama tirinya itu. Tetapi ia sama sekali tidak menyadari jika hukuman yang akan diberikannya yaitu memecat Tasya.
Ia bahkan tidak sempat untuk meminta nomor telpon Tasya agar Khai bisa mengubungi wanita itu. Khai sepertinya sekarang sudah kehilangan wanita yang mampu menarik perhatiannya itu.
Detik berikutnya Khai kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat berhenti tadi. Ia kembali memakan makanannya.
Setelah selesai makan, Khai bangkit dari duduknya dan kembali berjalan menuju kamarnya. Kali ini, Khai akan mogok untuk melakukan aktivitas belajarnya. Ia akan melihat hukuman apa yang akan ia dapatkan jika ia melawan perintah dari mama tirinya itu.
---
Ketukan pintu dari luar kamar Khai membuat Khai bangkit dari tempat tidur nya. Khai menghela napas panjang ketika mendengar suara yang mengganggunya itu. Ia sama sekali tidak menyukai jika ada yang menganggu dirinya saat ini. Apalagi sekarang ia sedang menikmati membaca bukunya.
"Masuk!" Perintah Khai kepada seseorang yang mengetuk pintunya itu. Tidak beberapa lama, muncullah seorang pelayan nya dengan senyuman tipis.
"Maaf tuan.. Beberapa bodyguard dari rumah utama datang untuk jemput tuan. Katanya akan ada acara makan malam di sana, jadi tuan harus bergegas untuk pergi ke rumah utama," Tutur pelayan tersebut. Khai yang mendengar perkataan itu langsung bangkit dari duduknya.
Ia sangat senang sekali pergi ke rumah itu. "Baik, saya akan segera bersiap."
Pelayan tersebut pun beranjak pergi dari kamar Khai. Khai langsung bergegas untuk bersiap-siap. Setidaknya kekesalannya hari ini sedikit terobati dengan acara makan malam ini.
Setelah selesai berpakaian, Khai berjalan keluar dari kamarnya. Ia dapat melihat beberapa orang bodyguard suruhan dari mama tirinya itu sudah menunggu dirinya di luar rumah. Khai pun berjalan keluar rumah. Mobil sudah di sediakan di depan rumah. Dengan sigap, seorang bodyguard itu membukakan pintu mobil untuk Khai masuk.
Setelah Khai masuk ke dalam mobil, mobil tersebut segera berjalan pergi meninggalkan pekarangan rumah. Tetapi pandangan Khai teralihkan kepada beberapa bodyguard yang tidak ikut pergi bersama dengan dirinya.
"Mereka kenapa gak ikut pergi?" Tanya Khai kepada supir dan juga seorang bodyguard di samping supir.
"Mobil yang satunya lagi jalan jemput mereka, tuan. Makannya mereka lagi nunggu mobil," Jawab bodyguard tersebut. Khai pun menganggukkan kepalanya. Tetapi entah mengapa ia merasa sedikit ada yang ganjil. Khai menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin untuk berpikiran negatif. Malam ini ia akan berkumpul bersama dengan keluarganya, oleh karena itu ia tidak akan membebankan pikirannya dengan yang buruk-buruk.
Tidak beberapa lama kemudian, Khai akhirnya sampai di rumah utama. Rumah yang sangat ingin ia tinggalin. Mungkin suatu hari ia akan tinggal di rumah ini dan akan dianggap sebagai anak di rumah ini.
Khai turun dari mobil. Ia berjalan memasuki rumah dan disambut dengan sangat hangat. Semua pelayan yang ada di rumah besar ini tersenyum dengan lembut kepada Khai. Khai membalas senyuman tersebut dengan senang hati.
"Selamat datang kembali, Khai!" Suara menggema itu membuat Khai semakin melebarkan senyumannya. Ia semakin mempercepat jalannya hingga ia dapat memeluk tubuh saudaranya itu.
Rama tersenyum melihat kehadiran Khai di rumah ini. Ketika mendengar Khai akan datang ke rumah ini, Rama tidak sabar menunggu kehadiran Khai. Ia sudah menunggu Khai sedari tadi di rumah ini dan sekarang akhirnya ia dapat melihat wajah Khai lagi.
"Akhirnya bisa lihat lo di rumah ini lagi," Tutur Rama kepada Khai.
"Lo harus nginap di rumah ini malam ini." Sambung Rama.
Khai sangat ingin hal itu terjadi. Ia juga sangat ingin menginap di rumah ini malam ini. Tetapi sepertinya hal tersebut tidak akan terjadi.
"Gue sih pengennya gitu. Tapi ya.. Lo tau sendiri kan?" Khai berusaha untuk kembali mengingatkan Rama jika keinginan Rama itu belum pasti akan terwujud.
Suasana diantara Khai dan Rama seketika berbeda. Mereka berdua hanya diam satu sama lain. Hingga terdengar langkah kaki yang membuat Khai dan Rama mengalihkan perhatian mereka.
Khai langsung menundukkan kepalanya sekilas ketika melihat siapa yang datang mendekat kearah mereka.
"Selamat datang, Khai. Sudah lama kamu tidak menginjakkan kaki di rumah ini. Jadi saya harap, kamu dapat menikmati waktu kamu di sini," Tutur mama mereka. Khai tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya.
Sedangkan Rama, ia memutar bola matanya dengan bosan. Ia sangat muak dengan sikap mamanya ini.
"Kalau Khai di izinin tinggal di sini dia pasti akan sering menginjakkan kakinya di rumah ini. Mama aja yang ngelarang dia makannya Khai jarang menginjakkan kakinya di rumah ini." Balas Rama.
Khai dan Risma yang mendengar hal itu langsung melebarkan mata mereka. Mereka berdua tidak percaya Rama berkata demikian.
Tetapi Khai, entah kenapa dia merasa bahagia mendapatkan pembelaan dari Rama. Mungkin karena Khai memang membutuhkan pembelaan tersebut.
Risma sama sekali tidak membalas perkataan Rama. Ia tidak ingin membuat keributan malam ini.
"Yuk, Khai kita ke kamar gue aja." Ajak Rama ketika tidak melihat satu kata pun keluar dari mulut mamanya itu.
Khai pun menganggukkan kepalanya dengan cepat. Mereka akhirnya berjalan pergi meninggalkan Risma yang masih diam di tempatnya. Dia menghela napas panjang melihat kelakuan kedua anaknya itu.
Detik berikutnya, Risma menatap ke arah beberapa pelayan yang masih setia berdiri tak jauh darinya.
"Siapkan meja makan dengan baik. Sebentar lagi, suami saya akan pulang!" Perintahnya. Para pelayan itu menganggukkan kepalanya. Setelah mengatakan itu, Risma berjalan pergi meninggalkan tempat itu.
Di kamar Rama, Khai sangat dan selalu mengagumi kamar dari saudaranya ini. Kamar yang indah, besar dan begitu banyak sekali perbedaan antara kamarnya dan kamar Rama.
Khai merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk Rama. Ia menatap langit-langit kamar Rama dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Mama akhir-akhir ini udah memperbolehkan gue untuk koleksi buku-buku selain buku pelajaran. Akhirnya gue bisa merasakan bebas melakukan apa yang gue mau," cerita Rama dengan semangat. Khai yang mendengar itu hanya bisa tersenyum tipis. Ia juga mau melakukan apapun yang ia inginkan sama seperti Rama. Tetapi semua itu tidak akan pernah ia dapatkan.
"Enak banget ya hidup Lo. Beda sama gue. Masa depan Lo udah jelas, Ram. Mama lo pasti akan melakukan apapun agar lo bisa mendapatkan yang terbaik untuk lo. Sedangkan gue?"
"Lo terlalu berpikiran sempit Khai. Kita sama-sama anak dari keluarga ini, jadi tentu saja kita akan mendapatkan masa depan yang jelas. Gak akan ada perbedaan antara Lo dan gue, Khai. Lo adik gue. Dan kalaupun Mama atau papa memberikan kasih sayang yang berbeda antara kita, gue yang akan menjaga, melindungi dan menyayangi lo. Lo gak perlu takut akan apapun, Khai.. percaya sama gue."
Khai sangat ingin mempercayai perkataan Rama. Tetapi entah mengapa ia sangat yakin kehidupannya masih akan terus seperti ini, jika Rama masih ada di kehidupannya.
Kadang kala, Khai sangat ingin pergi dari kehidupannya sekarang ini. Ia sangat ingin keluar dari keluarga ini dan menjalani kehidupannya sendiri.
Rama juga ikut membaringkan tubuhnya di sebelah Khai. Ia juga diam memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya nanti. Ia sama khawatirnya dengan Khai. Hanya saja, Khai tidak pernah merasakan seperti apa rasanya menjadi dirinya saat ini.
Bukan hanya Khai Korba di keluarga ini, melainkan mereka berdua. Mereka sama-sama menjadi korban atas keegoisan yang terjadi antara keluarga ini.
Khai dan Rama sama-sama memejamkan kedua mata mereka. Perlahan mereka mulai masuk ke dalam dunia mimpi mereka. Dan sejenak melupakan apa yang terjadi kepada mereka.
***
Khai bangkit dari tidurnya. Ia menatap ke arah sebelahnya dan mendapati Rama yang masih tertidur dengan lelap. Khai pun mulai berjalan mengelilingi kamar Rama dan menatap beberapa bingkai foto yang tergantung di dinding kamarnya.
Ia tersenyum tipis melihat sebuah foto dimana ia dan Rama yang masih kecil tersenyum dengan lebar di sebuah rumah yang sangat sederhana.
Saat itu ia pikir, Rama hanyalah seorang teman yang akan selalu bermain bersamanya. Ia tidak berpikir jika saat itulah kali pertama ia dan Rama bertemu sebagai seorang saudara.
Saat di mana mamanya dinyatakan memiliki penyakit yang saat itu tidak ia mengerti, Saat itu lah mama tirinya datang dan membawa Rama kepadanya.
Ia juga sangat ingat tatapan yang diberikan oleh mama tirinya kali pertama mereka bertemu. Tatapan kebencian. Khai saat itu tidak mengetahui mengapa Risma sangat membencinya. Tetapi semakin ia dewasa, semakin ia mengerti mengenai semua hal yang terjadi diantara mereka.
Khai menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau terus-terusan kembali ke masa lalu. Ia pun mulai berjalan keluar dari kamar Rama dan pergi meninggalkan Rama sendiri.
Khai selalu merasa seperti berada di rumahnya sendiri ketika ia menginjakkan kakinya di rumah ini. Ia berjalan menuju ke arah dapur. Tetapi sebelum ia sampai, ia dapat melihat papanya yang baru saja pulang dari kantor.
Dengan sigap, Khai langsung menghampiri papanya itu. Pria paruh baya yang masih terlihat gagah hingga saat ini.
"Selamat malam, Pa." Sapa Khai dengan ramah.
Papa Khai yang melihat kehadiran Khai seketika melebarkan senyumannya. Seketika ia membawa tubuh Khai ke dalam pelukannya. Khai semakin melebarkan senyumannya ketika mendapatkan pelukan hangat dari papanya.
Sudah dua bulan terakhir ini ia tidak pernah bertemu langsung dengan papanya. Khai merasa benar-benar bahagia malam ini.
"Papa senang kamu ada di sini," tutur papa Khai dengan lembut. Pria yang di panggil Khai dengan sebutan papa ini memang sangat menyayangi kedua putranya. Ia sama sekali tidak pernah membedakan antara kedua putranya. Hanya saja, tuntutan yang di berikan oleh istrinya yang membuatnya tidak bisa melakukan apapun. Kesalahan yang pernah ia buat dulu, membuatnya harus mengorbankan perasaan Khai sekarang.
Beberapa detik kemudian, mereka melepaskan pelukan mereka. Papa Khai menepuk lembut pundak Khai.
"Terimakasih sudah mau datang ke rumah ini, Khai." Sambungnya. Khai menggelengkan kepalanya.
"Khai akan selalu datang ke rumah ini kalau papa dan mama mengizinkan," jawab Khai dengan lembut.
Papa Khai tersenyum dengan lembut. Perilaku Khai dan tutur katanya sama persis seperti wanita yang selalu ia rindukan. Siapa lagi kalau bukan mama kandung Khai. Wanita lembut dan cantik itu tidak pernah bisa ia lupakan.
Interaksi antara Khai dan papanya ternyata di pantau oleh Risma. Ia menatap interaksi keduanya dengan pandangan intensnya.
"Ma.."
Risma langsung membalikkan badannya dan ia dapat melihat Rama yang sudah berada di belakangnya.
"Kamu dari kapan di sini?" Tanya Risma.
"Dari tadi. Mama kenapa lihatin Khai dan papa begitu?" Tanya Rama balik.
"Mama hanya melihat perubahan sikap papa kamu ketika ia berbicara kepada anak dari selingkuhannya itu. Terlihat sangat dekat."
Risma tersenyum miris ketika mengatakan hal tersebut. Rasa sakitnya tidak akan pernah hilang ketika menyadari jika Khai adalah anak dari selingkuhan suaminya.
"Rama sama sekali enggak lihat perbedaan sikap papa. Mungkin itu semua hanya perasaan mama saja. Mama akan terus berprasangka seperti ini, jika mama tidak mau memaafkan apa yang pernah terjadi dulu. Jadi Rama mohon.. lupakan semuanya dan lihatlah sekarang. Semuanya udah berubah. Gak ada lagi yang bisa merebut papa dari mama. Wanita yang pernah merebut papa sudah enggak ada di dunia ini lagi, jadi mama seharusnya bisa untuk memaafkan dan melupakannya."
Rama sudah sangat sering mengatakan hal demikian. Tetapi mamanya sama sekali tidak pernah mendengar semuanya. Mamanya selalu stuck di masa lalu dan tidak akan pernah memaafkan semua yang pernah terjadi dulu.
"Dia memang udah gak ada lagi di dunia ini. Tetapi tetap saja, saya tidak akan pernah membuat wanita itu hilang dari kehidupan papa kamu. Dari dulu sampai sekarang, saya tidak pernah menang darinya. Dari wanita yang sudah pergi dari dunia ini."
Terlihat sekali kekecewaan dari wajah Risma. Dia bertahan di sini hanya demi Rama. Demi putra semata wayangnya itu.
"Ma.." Rama merasa menjadi kasihan kepada mamanya itu.
Risma yang melihat Rama langsung tersenyum. Ia memegang pipi Rama dengan lembut.
"Udah.. kamu hampiri papa kamu dan Khai sana. Sebentar lagi kita akan makan malam. Mama mau ke dapur dulu untuk menyiapkan semuanya," tutur Risma dengan lembut. Setelah mengatakan hal itu, Risma berjalan pergi meninggalkan Rama sendiri dengan perasaan bersalahnya.
***