bc

Perfect Stranger

book_age16+
164
IKUTI
1K
BACA
billionaire
revenge
tragedy
twisted
bxg
mystery
ambitious
city
betrayal
like
intro-logo
Uraian

Pertunangan Alessia Novarski dengan pewaris Jeff Company, berakhir gagal. Di saat yang bersamaan, sebuah pesan dari nomor tak dikenal diterima Alessia, berisi kabar kalau ibunya kabur dari pengasingan. Kepanikan melanda, karena jika kakeknya tahu, ibunya pasti dalam bahaya. Alessia berkejaran dengan waktu untuk mencari sang ibu sebelum Jonathan –kakeknya— menemukannya.

Perjalanan penuh teka-teki pun dimulai. Ditemani Hayden –pria yang baru ditemuinya— mereka melakukan petualangan tak terduga. Hal buruk terjadi ketika sebuah misteri yang selama ini disembunyikan akhirnya terkuak, dan membuat keduanya dalam bahaya.

Akankah mereka selamat dan berhasil menemukan sang ibu?

chap-preview
Pratinjau gratis
PROLOG
12 Maret 2015   Pettrichor menguar di sekeliling Marie. Wiper tak henti-hentinya bergerak membersihkan air hujan yang pada akhirnya membentuk semacam selimut transparan menghalangi pandangan. Marie tampak gusar. Sesekali menoleh ke samping, ke arah anak si mata wayangnya. Raut wajah mungilnya menampilkan ketakutan karena situasi ganjil yang dihadapinya saat ini. Tapi, mau bagaimana lagi? Dia sudah terlanjur terjebak dalam aksi tak biasa sang ibu yang mengendarai mobil dengan kecepatan melampaui batas normal. Sesekali Marie melirik ke arah spion, melihat mobil putih yang tengah melaju kencang mengikuti dari belakang. Lampunya menyala terang, tapi gelap di bagian kaca depan sehingga sulit untuk melihat sang pengendara. Ditambah hujan lebat yang mengganggu pandangan, membuat dirinya tak bisa melihat apapun yang ada di dalam mobil itu. Lagi pula, untuk sekarang ini tak penting siapa pengemudinya, karena yang jelas dia harus fokus pada jalanan di depan dan menghindar sejauh mungkin dari mobil itu. Kakinya terus menginjak pedal gas. Tak peduli apa yang terjadi nanti, dia harus lolos untuk menyelamatkan diri. Mobil di belakangnya semakin mendekat. Marie khawatir setengah mati, karena jika dia tertangkap, kemungkinan kecil untuk selamat. Mobil itu kini berada sejajar. Pikirannya kalut, bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Jalanan di depan sana curam. Jika menaikan kecepatan lagi, kemungkinan akan sulit dikendalikan. “Kencangkan sabuk pengamanmu!” ujarnya pada sang anak tanpa menoleh sedikitpun. Dia tak punya waktu untuk menoleh. Mengalihkan pandangan sedikit saja di saat seperti ini bisa berakibat fatal bagi keduanya. “Aku takut, Mom ....” Anak itu merengek, air mata jatuh di pipinya. “Kuatkan dirimu. Sebentar lagi.” Tak ada jawaban apapun dari sang anak. Dia terlalu takut untuk sekadar menjawab ucapan ibunya. Hal yang paling ia inginkan saat ini hanya keluar dari mobil dan kembali menginjak tanah. Sederhana, tapi terlalu sulit untuk saat-saat seperti ini. Marie melirik ke arah GPS, ada sebuah jalan alternatif lain yang bisa digunakan. Meskipun sempit setidaknya dia memiliki kemungkinan lolos karena jalanan yang sempit dan bercabang. Tak ada cara lain, dia harus memanfaatkannya. Tanpa aba-aba, dia memutar setir ketika melihat jalanan yang dimaksud oleh otaknya. Dalam hati berdoa, agar mobil di belakang terlalu cepat dan mengabaikan mobilnya yang mengubah arah dengan tiba-tiba. Marie terus menginjak gas, melalui jalanan sempit itu dan menikung di perempatan, berusaha menghilang dari pengejaran. Butuh waktu sepuluh menit untuk dirinya bisa merasakan kelegaan luar biasa usai berhasil meloloskan diri. Dia menoleh ke samping, memeriksa putrinya. “Kau baik-baik saja?” Gadis itu hanya mengangguk, berpura-pura baik-baik saja meskipun pada kenyataannya, tubuhnya gemetaran. “Kita akan ke luar kota. Memulai hidup baru dan kau harus melupakan semua kejadian sejak sebelum kau memasuki mobil ini. Mengerti?” tanya Marie. Lagi-lagi sang gadis hanya mengangguk. Tangan kanan Marie mengelus rambut putrinya, air matanya mengalir di pipinya. “Gadis pintar. Kau akan jauh lebih kuat setelah ini. Mom percaya padamu.” Mereka berdua berkendara meinggalkan Chicago menuju negara bagian Missouri, melewati jalanaan besar, mereka terus melaju tanpa henti mencari tempat aman yang bisa dijadikan suaka untuk bertahan hidup dan melupakan semua masa lalunya.  Ketika matahari mulai menunjukan sinarnya mereka sampai di depan sebuah rumah tua bergaya kolonial. Perasaan ragu mulai muncul ketika dia mematikan mesin mobil. Matanya mengintai jendela yang terbuka dari rumah itu. Di lantai dasar, dia melihat sebuah tirai yang awalnya tertutup, terbuka perlahan. “Kau tetap di sini, oke?” Marrie menoleh ke arah gadis kecilnya. “Mom mau ke mana?” “Aku mau memastikan, kalau ini adalah alamat yang benar.” Gadis itu kembali diam setelah paham. Membiarkan sang ibu pergi dari hadapannya, dan berjalan ke arah rumah. Langkahnya ragu, bahkan saat dia mengetuk pintu. Meskipun pada akhirnya, tak kurang dari satu menit, pintu depan langsung terbuka dan sosok pria tua keluar dari balik pintu. Senyuman kecil nan singkat tersemat di wajahnya yang hampir sebagian besar diliputi kerutan. Usianya mungkin sudah di atas tujuh puluh, meskipun tubuhnya terlihat masih segar bugar. “Mr. Randolf?” “Marrie?” Marrie mengangguk. Dia menyisipkan sedikit senyum di wajahya yang muram, dan berkata, “Albern menyuruh saya untuk pergi ke sini. Apa Anda sudah diberitahu sebelumnya?” “Ya, anak itu beberapa kali mengatakan padaku. Masuk! Kita bicara di dalam,” ujarnya sambil memperhatikan mobil yang terparkir di bahu jalan seolah penasaran. “Putri saya. Dia masih di dalam mobil.” Marrie memberitahu. “Ajak dia masuk juga, lagi pula kalian akan tinggal di sini untuk waktu yang lama.” “Maksud Anda?” “Albern sudah memberitahu semuanya, dan dia menitipkanmu padaku. Kau akan tinggal di sini. Jangan khawatir, ini adalah tempat yang aman. Daniel berhutang banyak pada suamimu.” Marrie beranjak pergi usai menyunggingkan senyuman simpul pada Randolf, kemudian mendatangi sang putri untuk mengajaknya masuk. “Apa kita akan tinggal di sini?” “Ya. Pastikan kau membiasakan diri dengan lingkungan sekitar. Mom akan membuatmu merasa nyaman di sini.” “Baiklah,” jawabnya dengan polos kemudian menaikkan koper kecilnya melewati beberapa anak tangga sebelum akhirnya melewati pintu masuk. Matahari kembali ke peraduan ketika hujan turun membasahi bumi. Marrie duduk di depan jendela sambil memandangi tetesan hujan yang turun. Kaca yang membatasi dirinya dengan halaman tampak berembun karena udara turun drastis. Dia bahkan sampai harus memeluk dirinya sendiri untuk mengurangi rasa dingin yang menyengat kulit. Randolf rupanya masih enggan untuk menyalakan pemanas kendati suhu udara sudah terlalu dingin, meskipun begitu, dia menyalakan perapian di ruang tengah. Putri kecilnya saat ini masih bergelung di kamarnya, kelelahan setelah perjalanan jauh. Ketika Marrie mengambil cangkir berisi teh miliknya, Randolf melangkah turun dan duduk di seberangnya. Pria itu terlihat sedikit canggung dengan keberadaan Marrie. Wajar saja, karena mereka sama-sama asing dan tak memiliki sedikitpun hubungan darah. Menjadikan tinggal bersama terdengar bukan hal yang bagus. “Besok aku akan meninggalkan tempat ini. Sesekali aku akan berkunjung, rumah keduaku tidak terlalu jauh dari sini. Dan ... kuharap kau bisa menggunakan tempat ini seperti rumahmu sendiri. Jangan sungkan.” “Aku tak bisa membalas kebaikanmu, Sir.” “Jangan mempermasalahkan soal itu. Sudah kubilang sebelumnya, kalau Albern berperan besar terhadap karir putraku. Sudah sepantasnya aku membantunya dengan meminjamkan rumah ini padamu.” “Mereka memang sangat akrab, bahkan Albern jauh lebih mementingkan putramu dibanding isterinya sendiri.” Senyuman spontan terlihat jelas dari wajah Rundolf. “Dia memang gila kerja. Maksudku, mereka berdua.” Air mata mengalir tanpa diduga. Buru-buru dia menghapusnya dengan punggung tangan. Ingatan Marie perlahan memutar kembali kebersamaan mereka. Liburan terakhir kali yang mereka habiskan selama seharian penuh di Hawaii tergambar begitu indah dan menyenangkan. Dan sekarang, dia bahkan tak tahu apakah dia bisa kembali bertemu dengan suaminya lagi atau tidak. Suara terakhir yang dia dengar begitu menakutkan. Terlalu buruk untuk diingat. Dia berharap cerita lain bisa mengambil alih dugaannya setidaknnya versi lain yang bisa menegaskan kalau Albern baik-baik saja.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
639.9K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.9K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook