2. Gusti Dyah Kaniraras Kusumawardhani

1758 Kata
Hutan itu lebat dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi, memaksa matahari melewati celah-celah kecil di antara rimbun dedaunan untuk memancarkan sinarnya. Meski begitu, cahaya sang surya tak cukup untuk membuat kegelapan dan kengerian di hutan ini lenyap. Dingin langsung menyergap bersamaan dengan angin yang berembus menerpa. Raras merapatkan selendang tipis yang menutupi pundak telanjangnya. Ia ingin lari dan mengurungkan niatnya menjelajah hutan terkutuk ini lebih dalam. Tetapi, sudah kepalang tanggung. Bagimana jika cermin milik penyihir itu nyaris berada di depan mata? Raras harus membuktikan sendiri kebenaran tentang sihir tingkat tinggi yang melingkupi cermin itu, sebuah sihir yang mampu membuka pintu gerbang antar dimensi. Sebuah suara langkah kaki cepat dari balik batang pohon membuat mata Raras menatap awas. Ia refleks mengambil anak panah di belakang punggungnya dan bersiap menembak. Kehati-hatian Raras dan kejeliannya dalam menghadapi sesuatu adalah dua hal yang membuat Raras bisa bernapas sampai saat ini. Meski ia seorang putri dari pemimpin daerah di bawah kekuasaan Majapahit, tetapi Raras bukanlah jenis putri yang akan diam di rumah dan berdandan cantik, sambil menunggu pangerannya datang untuk memperistri. Raras suka tantangan, ia juga menyukai mitos dan ilmu sihir. Maka dari itu, Raras bisa berada di hutan terlarang, iya kan? "Siapa kamu? Keluarlah!" Raras berujar dengan nada tegas, matanya memandang awas ke sekitar dengan sikap siap memanah. Siapa yang tahu jika makhluk yang sedang bersembunyi di balik batang pohon adalah sosok misterius penghuni hutan terlarang? Sebuah anak panah yang ujungnya menyala api berwarna biru melesat ke arah Raras. Beruntung gerak refleks Raras sudah terlatih hingga ia bisa menghindar. Mata Raras seketika membulat saat menyadari kebenaran mitos yang dibacanya dalam sebuah naskah kuno. Api biru, adalah api yang dimiliki oleh makhluk buas yang menjadi penjaga hutan terlarang. Konon, jika terkena api itu, manusia biasa seperti Raras akan langsung hangus menjadi abu. Cepat, Raras berlari ke dalam hutan saat anak panah yang lain mengejarnya. Kondisi tanah yang becek dan lembab beberapa kali membuat Raras nyaris tersungkur jatuh. Ia mengangkat kain jariknya hingga mencapai lutut agar memudahkannya berlari. Raras, tidak boleh mati di tempat ini bagaimana pun caranya. Hingga kemudian, keinginan Raras untuk bertahan hidup langsung terwujud ketika ia melihat sebuah pohon besar dangan akar-akar yang mencuat keluar. Ada sebuah lubang besar di bawahnya, cukup untuk Raras masuk dan bersembunyi sementara waktu. Tanpa pikir panjang, Raras melompat turun, didorong keinginannya yang kuat untuk menyelamatkan diri. Sebuah cahaya yang menyilaukan langsung menyambut Raras pertama kali. Ia memejamkan mata rapat-rapat. Di sekeliling, Raras bisa meraskan hawa hangat yang melingkupi seluruh tubuhnya. Sihir apa yang sedang menimpa Raras sekarang? Apakah ini semacam gerbang menuju kematian? *** Ketika Raras membuka mata, yang lihat pertama kali adalah sebuah lukisan wanita cantik yang memakai kemben jarik, sedang duduk di sebuah batu besar. Wanita itu memakai sebuah tiara emas di kepalanya, wajahnya cantik dengan kulit putih yang halus. Sebuah selendang berwarna hijau lembut menutupi pundaknya yang telanjang. Dia seperti seorang peri penjaga hutan yang mencintai kedamaian. Namun, jika dilihat lebih saksama lagi, kenapa wajah itu mirip sekali dengan Raras? Di dorong rasa penasaran, Raras meletakkan jemari lentiknya ke atas kanvas dan meraba tekstur lukisannya yang sedikit kasar, berharap ada keajaiban yang muncul. Seperti tiba-tiba tangannya bisa menembus lukisan itu, misalnya? Karena, Raras berpikir bahwa ia baru saja keluar dari dalam lukisan itu. Tetapi, setelah Raras bahkan sudah meraba seluruhnya, ia tak menemukan apapun dan membuatnya sedikit kecewa. Raras mendesah. Saat itulah ia mulai menatap ke sekitar dan menemukan berbagai lukisan cantik yang terpasang nyaris memenuhi dinding ruangan. Mata Raras seketika membulat terkejut. Ia... sedang berada di mana? Apakah Raras benar-benar sudah melewati gerbang antar dimensi dan terdampar di sebuah dunia baru? Raras kemudian menatap ke bawah dan kakinya yang kotor penuh bercak lumpur menginjak sebuah lantai indah dan berkilau, juga terasa dingin saat menyentuh telapak kakinya. Ini adalah keramik kualitas terbaik. Benda langka yang hanya dimiliki para bangsawan kelas tinggi. Mungkinkah, Raras terdampar di masa depan? Di mana benda paling berharga pada zamanya menjadi barang yang biasa? Raras mendengus tak percaya. Pada akhirnya, Raras mampu menerima kenyataan dan mulai mengeksplorasi tempat ini, dimulai dari lukisan-lukisan cantik yang terpajang. Pada zamannya, Raras tak pernah menemukan karya seni seindah ini. Tidak ada yang menggambar, apalagi dengan paduan warna yang tampak cantik, menawan dan berkelas. Mata Raras bahkan sampai berbinar-binar takjub. Bukankah, dunia yang sedang ia kunjungi sekarang, tampak menarik dan memancing penasaran? Sekaligus membuat d**a berdebar? Raras kemudian tersentak saat mendengar suara pintu yang terbuka dan tertutup. Perlahan, Raras membalikkan tubuh dan mendekati asal suara. Dari celah pintu ruangan yang terbuka, Raras bisa melihat seorang pria yang sedang berjalan sempoyongan. Pakaiannya sangat aneh, begitu juga penampilannya dengan potongan rambut pendek. Pria itu membuka sepatunya begitu saja dan melangkah serampangan menuju ruangan lain. "Aish. Sialan emang si Kale. Dibandingkan Haru, emangnya kurangnya gue apa? Hah?" Aezar membuka kancing-kancing kemejanya, kemudian melepaskannya asal dan jatuh di lantai, manampilkan d**a bidang yang berotot di tempat-tempat yang pas. Ia tiba-tiba tersenyum lebar, seperti pria kasmaran. "Kayla itu... manis dan polos. Cantik dan memesona. Gimana bisa ia sama Haru yang sekarang udah bangkrut?" Aezar ganti membuka celana bahannya dan menyisakan sebuah boxer pendek selutut. "Haru itu... terkadang bisa jadi b******n. Tapi gue sayang sama dia kayak sodara. Gimana bisa?" ia mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan. Matanya tampak memerah. "Kalau pun enggak sama Kayla, masih ada banyak cewek cantik yang antri buat jadi simpanan gue." Aezar tertawa dan dengan langkah sempoyongan, berjalan ke arah kamarnya dan mengunci pintu. Sementara itu, Raras keluar dari persembuyiannya dengan mata memindai ke segala sisi. Lagi-lagi, Raras merasa terkagum-kagum. Jejak-jejak kaki Raras yang kotor terlihat jelas di belakangnya. Tetapi, Raras tak peduli dan melangkah munuju sofa yang tampak lembut dan mengundang untuk diduduki. Malam itu, Raras habiskan untuk memuaskan rasa penasarannya terhadap rumah yang sangat luas dan indah dipandang mata. Raras meloncat-loncat di atas sofa, kemudian menyentuh guci besar di sudut ruangan, menghabiskan waktu belasan menit untuk memandang foto keluarga besar Aezar yang tepajang di dinding, kemudian menuju dapur dan terheran-heran saat menemukan sebuah benda berbentuk persegi panjang yang bisa mengeluarkan hawa dingin. Raras kemudian menyimpulkan bahwa semua benda yang berada di ruangan ini mengandung ilmu sihir tingkat tinggi. Maka dari itu, Raras perlu waspada dan berhati-hati. Malam menjelang pagi saat akhirnya, Raras selesai menyusuri bebagai sudut di tempat ini sambil berkali-kali terkejut. Dimensi ini begitu menakjubkan sampai otak cerdas Raras nyaris tak mampu menjangkaunya. Raras memutuskan untuk ke dalam kamar pria yang tadi malam dan menunggunya terbangun. Biar bagaimana pun, pria itu satu-satunya makhluk hidup yang bisa Raras tanyai. Berbekal penglihatannya yang tajam tentang cara pria itu masuk, Raras bisa membuka pintu dengan mudah. Dilihatnya pria itu masih tertidur pulas dengan selimut yang melorot sampai ke pinggang, memperlihatkan d**a bidangnya yang berotot di tempat yang tepat. Tanpa sadar, Raras tersenyum dan mendekati ranjang untuk melihat wajah pria itu lebih jelas. Ia punya sepasang alis yang cukup tebal dan bentuk yang indah. Bibirnya tebal di bagian bawah dan tampak penuh, serta dagu yang terbelah seperti apel kualitas terbaik. Kulitnya juga putih dan halus seperti perempuan, tanpa bulu. Bahkan Raras sendiri sangsi ia punya kulit sehalus pria ini. Saat kelopak mata pria itu mulai bergerak-gerak, Raras langsung bergerak mundur dan memutuskan untuk duduk di atas sofa dan mengamati. Ia melihat bagaimana pria itu membuka mata, meminum air putih dan merenggangkan tangan. Ketika mata mereka akhirnya bertemu, Raras mengangkat dagunya dan bersikap anggun, layaknya seorang bangsawan. Memang benar bahwa Raras adalah putri tertua dan bangsawan kelas atas, jadi ia akan menunjukkan pada pria itu dengan siapa ia sedang berhadapan. Raras bisa melihat dengan jelas keterkejutan di matanya, dan Raras memutuskan untuk menghampiri pria itu dengan langkah anggun. "Namaku Gusti Dyah Kaniraras Jayawisnuwardhani. Kamu bisa memanggilku Gusti Raras," kata Raras akhirnya, memecah keheningan yang membentang di antara mereka. Posisi Raras di sini memang orang asing, tetapi ia tak akan meninggalkan status kebangsawanannya. Sementara itu, di luar dugaan, Aezar justru tertawa ngakak. Ia bahkan memegangi perutnya yang telanjang dan mengusap sudut-sudut matanya yang berair. Dia bilang ingin dipanggil Gusti Raras? Yang benar saja. Kalau begitu, apakah Aezar harus mengenalkan dirinya sebagai Yang Mulia Aezar? Putra mahkota kerajaan bisnis Patibrata. Setelah tawanya berhenti, Aezar menatap wanita itu dengan sorot geli. Saat itulah Aezar menyadari bahwa kaki gadis itu kotor dengan sisa-sisa tanah yang sudah mengering, berikut ujung jarinya yang robek-robek dan berlumpur. Astaga, Aezar pasti mabuk berat sampai bisa membawa makhluk jadi-jadian ini ke penthouse-nya. Dia habis mencangkul di sawah atau bagaimana? Aezar kemudian mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan di dalam laci nakas dan melemparkannya ke arah Raras. "Ambil uang itu dan segera pergi dari rumah gue, jalang. Lo udah nggak dibutuhin lagi. Gue pasti udah gila karena nyomot lo dari lokasi syuting." Aezar memiringkan kepala. "Atau jangan-jangan, lo bukannya aktris tapi gelandangan?" Aezar bergidik memikirkan kemungkinan itu. Selamam, tidak terjadi apa-apa, kan? Aezar tidak mungkin meniduri cewek itu saat mabuk. Aezar menggeleng cepat dan segera turun dari ranjangnya dan bersiap mandi. Ajaib, sakit kepalanya langsung hilang. "Ini benda apa?" Raras mengambil lembaran uang itu dan mengamatinya dengan kening berkerut. Benda merah itu kemudian tanpa sengaja robek dan ia mengejab. "Berguna untuk apa?" Rasanya seperti keajaiban saat Raras mampu memahami ucapan Aezar dan berbicara dengan cara yang sama. Mungkin ini salah satu efek perpindahan dimensi? Pikir Raras. Tapi ada beberapa kalimat yang tidak Raras pahami, seperti lokasi syuting, jalang, artis dan gelandangan. Mata Aezar seketika membulat dan ia mengambil robekan uang itu dari tangan Raras. "Yak! Lo udah enggak syuting lagi sekarang. Berhenti akting dan keluar dari penthouse gue! Lo pikir lo keliatan hebat dengan ngerobek uang yang gue kasih? Hah?" "Ah, jadi benda ini adalah uang?" Raras mengangguk-angguk polos, mengambil satu lagi uang yang tercecer di lantai dan mengamatinya dengan saksama, sama sekali tak peduli dengan ekspresi Aezar yang sudah akan meledak. "Di zamanku, masih pakai uang logam perak, emas dan kuningan. Satu keping perak bisa memebeli beberapa meter kain sutra dengan kualitas terbaik." Aezar mengusap rambutnya frustrasi. "Pokoknya gue nggak mau tahu. Setelah gue selesai mandi, lo udah harus keluar dari tempat gue!" Dengan begitu, Aezar pergi ke kamar mandi dan meninggalkan Raras seorang diri. Bangun tidur dan menemukan perempuan gila berada di kamarnya sudah cukup untuk membuat Aezar frustrasi dan badmood setengah mati. Bagaimana bisa ia memperlakukan Aezar seperti orang t***l? ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN