DEVAN POV “Morning, Dear, tidurmu nyenyak?” sapa Mom begitu aku muncul di dapur pagi itu. “Sangat.” Aku mencium pipinya dan pipi kakakku bergantian. “Di mana Emily?” “Dia belum bangun. Dia tidur larut sekali tadi malam.” “Oh ya? Apa yang dia lakukan?” Tanyaku menahan tawa geliku. Keponakanku tampaknya mulai bandel. “Hanya mengganggu Mom dan Dad. Dia sangat merindukan Oma dan Opanya,” jelas kakakku sambil menyerahkan secangkir coklat untukku. “Mungkin sudah saatnya kau buatkan dia adik.” “Bagaimana kalau kau saja yang memberi kami cucu baru?” Kakakku langsung tertawa penuh kemenangan mendengar ucapan Mom. “Mom, don't start it again,” ucapku memelas. Sial, ini jelas senjata makan tuan namanya. “Jangan mengelak terus! Kau sudah dua puluh tujuh tahun, sudah saatnya kau menikah.”

