Karena ingat etika, Thalia akhirnya kembali masuk ke rumah setelah menghabiskan satu batang rokoknya. Ia membuatkan minum, dan menyiapkan cemilan untuk kesembilan anak laki-laki yang tengah ribut di ruang tamu rumahnya.
Selesai membuatkan minum, Thalia membawanya beserta cemilan menggunakan nampan. Ia melirik Nolan sejenak yang masih terlelap, lalu melanjutkan langkahnya.
"Nih, minum dulu," ucap Thalia yang membuat sembilan pasang mata teralih dari ponsel masing-masing ke arahnya.
Thalia langsung merinding. Jadi ia hanya menundukkan kepala, sembari meletakan makanan dan minuman yang ia bawa ke meja.
"Lo gak pake celana dulu? Masih handukan gitu," celetuk Jeno.
"Ck, gue pake celana, tapi pendek, sembarangan lo," tukas Thalia kesal.
"Ohh, terus kenapa kalo pake celana pendek?" tanya Jeno.
"Kaki gue terlalu indah buat dipamerin ke kalian. Udah tuh diminum, gue mau ke atas dulu," ujar Thalia.
Jazmi tiba-tiba tersenyum manis padanya. "Habis ini lo mau main sama kita?"
"Mau main apaan sih emangnya?" dengus Thalia.
"Nonton film atau drama aja gimana?" saran Jino.
"Itu bukan main dong namanya," kata Thalia.
"Ya udahlah, entah itu sebutannya main atau enggak, kita seneng-seneng bareng dong, mumpung ngumpul. Sekali-kali lo juga ngumpul sama banyak orang," tutur Jino.
"Ck, ah, ya udah deh terserah lo. Gue mau nyuruh Nolan pindah dulu ke kamar mama,"
"Oke,"
Thalia pun pergi ke ruang tengah untuk membangunkan Nolan, sebelum ia ke kamar untuk mengganti celananya dengan celana panjang.
"Mau nonton drama apa emang?" tanya Randy.
"The world of married couple," balas Jino.
"Gila lo, itu kan buat sembilan belas tahun ke atas. Lagian nanti asma Aaron bisa kambuh," kata Jazmi.
"Kok lo bisa tau dramanya bisa bikin asma Aaron kambuh?" ledek Jino. "Berarti lo udah nontonkan?"
Jazmi memukul wajah Jino dengan bantal, membuat yang lainnya menahan tawa melihatnya.
"Kita nonton drama lain," ucap Jazmi.
•••
Mereka berakhir nonton film animasi berjudul Coraline.
Jeno yang memberi saran, meskipun ia tahu gendang telinganya akan pecah karena teriakan Jino, Henry, dan Han, tapi ia sedang ingin nonton film ini. Jadi ia akan relakan gendang telinganya.
Thalia sudah pernah nonton film ini bertahun-tahun lalu sendirian. Ia hanya menontonnya sekali, karena menurutnya sedih dan membuat perasaannya tidak enak. Apa lagi karakter ibunya, mengingatkannya pada ibunya sendiri yang bekerja dan sibuk.
"Aaaaa!" Jino tiba-tiba berteriak, saat wanita yang merupakan sosok ibu pemeran utama berbalik badan, namun dengan mata kancing.
Thalia terkejut, kemudian menghela napas. Ia mendelik tajam pada Jino yang sekarang menyembunyikan wajahnya di balik bahu Jeno, sambil menggigiti kuku.
Padahal Thalia yakin, ini bukan kali pertama Jino nonton film ini, tapi masih saja terkejut dengan kemunculan setiap karakter yang bermata kancing.
Film mulai berjalan, di awal-awal film suasana masih tenang, meskipun atmosfernya mulai tegang, apa lagi saat di karakter utama dimintai orang tua keduanya untuk menjahit kancing ke matanya sendiri. Brian terlihat gelisah, Han bergerak-gerak tidak nyaman. Dan karena gerakannya itu, Thalia jadi sadar kalau Han duduk di sebelahnya.
Thalia duduk di pinggir sofa panjang, di sebelahnya ada Han, kemudian Brian, Felix dan Randy.
Pada sofa single yang berada di setiap sisi sofa panjang, diduduki Jazmi, dan Aaron. Dan sisanya, Jeno, Jino, serta Henry, duduk di karpet, dengan posisi Jeno di tengah.
Thalia mengernyit, padahal sepertinya yang tadi duduk di sebelahnya Henry, kenapa berubah jadi Han? Batinnya.
Tiba-tiba suasana mendadak ribut saat si karakter ibu keduanya berubah jadi monster dan mengejar pemeran utama.
Han mememeluk lengan Thalia, dan berusaha meredam teriakannya, dengan cara menenggelamkan wajahnya di bahu.
Thalia mendengus. 'Kenapa jadi gini sih, anjir?!' teriak Thalia dalam hati.
"Woy! Ribut amat!" Nolan tiba-tiba muncul, sambil menguap dan menggaruk-garuk perutnya.
Matanya yang sebelumnya masih menyipit, seketika melebar melihat lengan Thalia yang dipeluk Han.
"Woy! Siapa lu berani pegang-pegang kakak gue?!"
•••
Acara nonton film, selesai lebih awal. Padahal niatnya mau nonton beberapa film dulu sebelum pulang.
Pertama karena Nolan yang ribut dan marah lengan kakaknya dipeluk sembarangan oleh cowok, kedua karena Han yang baru sadar di sebelahnya Thalia, yang membuat suasana seketika terasa tidak enak. Ditambah lagi ada kemungkinan ibu Thalia dan Nolan akan segera pulang.
"Sorry, dari awal kalian dateng gue bikin kalian gak nyaman," ucap Thalia, pada Henry, Han, Jazmi, Randy, Aaron, dan Felix yang sedang bersiap-siap hendak pulang.
"Gak papa, hari ini lumayan kok. Buat tipe orang yang jutek dan penyendiri kayak lo, sambutan lo gak buruk-buruk amat," ucap Jazmi sambil tersenyum.
'Asli, gak capek senyum ya?' batin Thalia.
"Besok-besok boleh dong main lagi ke rumah lo, tapi kalau adek lo gak ada," kata Henry sambil nyengir.
"Sama tidak ada rasa baper di antara mantan," timpal Brian sambil tertawa.
Han salah tingkah, dan memilih keluar rumah lebih dulu dari pada yang lain.
Thalia menggaruk kepalanya. "Terserah lo semua deh, asal gak bikin rumah gue kayak kapal pecah aja,"
"Wah, lo udah terima kita semua jadi temen lo nih?" tanya Jino.
"Gue gak bilang gitu, cuman ngizinin kalian dateng ke rumah dan main aja," balas Thalia ketus.
"Yah, kalau kita kebiasaan main di rumah lo, nanti juga lama-lama kita bisa akrab," kata Jazmi.
Thalia hanya diam, sambil menatap Jazmi dengan tatapan datar.
Mereka berenam pun lekas pergi dari rumah Thalia. Thalia, Jeno, Jino dan Brian mengantar sampai di teras.
Thalia melirik Jazmi, yang baru menaiki motor bebeknya. Sebelum mengenakan helmnya, Jazmi menatapnya sambil tersenyum. Thalia sontak membuang muka, dan pura-pura melihat ke arah lain.
"Si anjir, Jazmi kenapa senyum-senyum ke gue deh? Bikin ngeri," celetuk Jino.
"Geer banget lo," sahut Jeno.
"Ih, asli! Dia noleh ke sini, terus senyum-senyum gitu ke gue, ihh, merinding gue," kata Jino sambil mengusap-usap lengannya.
"Lo sebleng banget. Dia senyum ke orang yang berdiri di sebelah lo kali,"
Jino sontak menoleh ke sebelah kanannya, di sana berdiri Thalia yang sedang menatapnya datar.
"Ah, masak senyum ke elo sih?" tanya Jino tak percaya.
"Pengen banget disenyumin Jazmi ya lo?" balas Thalia, sembari berlalu masuk ke rumah.
Brian tergelak, kemudian mencolek pipi Jino.
"Dikurangin Pak, kepedeannya," ledek Brian.
Jino mengapit leher Brian kemudian menariknya untuk masuk ke dalam rumah.
•••
Thalia menggulung rambutnya ke atas, sebelum mencuci sayur-sayuran yang baru ia keluarkan dari kulkas untuk ia olah.
Ibunya belum pulang juga ternyata, padahal sudah hampir jam makan malam. Padahal ia menelfon akan segera pulang.
Jeno tiba-tiba muncul di dapur, dalam balutan celana training hitam, kaos oblong putih, serta kacamata bertengger di tulang hidungnya.
"Mau masak apa?" tanya Jeno, yang membuat Thalia sedikit terkejut. Ia tidak sadar kalau ada Jeno tadi.
"Mau masak yang ditumis-tumis aja biar cepet," balas Thalia.
"Perlu bantuan gak?" Jeno kembali bertanya, sembari berdiri di sebelah Thalia.
"Gak usah, sebentar aja kok ini," tolak Thalia.
"Yakin nih gak mau dibantuin? Kupas bawang misalnya, biar kerja lo lebih cepet," kata Jeno.
"Ya udah kalau lo maksa, tapi gak usah sedeket ini jaraknya sama gue,"
Jeno baru sadar kalau tubuhnya sangat menempel dengan Thalia. ia pun buru-buru menjauh, sambil bergumam maaf.
"Bawangnya di mana?" tanya Jeno.
Thalia meraih keranjang berwarna merah yang berada tak jauh dari meja cucian piring, kemudian menyerahkannya pada Jeno.
Menggunakan pisau kecil, Jeno pun mulai mengupas bawang di sebelah Thalia yang memotong-motong sayuran.
"Kayaknya Jazmi tertarik sama lo," celetuk Jeno, setelah beberapa saat tidak bicara apa-apa.
Thalia sebenarnya terkejut mendengar ucapan Jeno, tapi ekspresi dan gesture tubuhnya, seolah tidak menunjukkan reaksi apa-apa.
"Ngaco," ucap Thalia.
"Beneran deh," balas Jeno, dengan kepala menoleh ke arah Thalia.
Ia menatap gadis itu dari samping dengan cukup lama, membuat Thalia risih, dan sesekali jadi membuang mukanya dari Jeno.
"Wajar sih kalau dia tertarik, lo cantik," gumam Jeno.
"Jangan bikin gue mau mukul lo deh," kata Thalia, dengan mata mendelik tajam pada Jeno. "Kalau misalnya Jazmi tertarik sama gue, emangnya kenapa? Lo cemburu? Yah, maaf deh, kalau gue ngerebut Jazmi dari lo,"
Raut wajah Jeno langsung berubah datar. "Lo pikir gue suka sama Jazmi apa? Sembarangan lo kalau ngomong,"
"Loh, kalau lo gak suka sama Jazmi, kok temenan sama dia? Gue aduin nih ke Jazmi, lo selama ini ternyata gak suka sama dia," balas Thalia, yang membuat Jeno tercenung dengan mata mengerjap.
Thalia menyeringai lebar, karena berhasil menjebak Jeno. Saat sudah sadar, Jeno tertawa. Dari tertawa hambar, sampai benar-benar tertawa.
"Hahahaha, pinter juga lo!" seru Jeno sambil menepuk bahu Thalia.
Thalia sontak memekik. "Ah! Tangan lo kotor habis pegang kulit bawang! Gue baru mandi!" pekik Thalia.
Tawa Jeno langsung terhenti, berganti dengan mimik wajah terkejut.
"Ah maaf, maaf!"
"Untung aja gue gak lagi pegang ikan atau ayam, udah gue oserin ke muka lo pake tangan gue nanti,"
"Ya udah terima aja, lo emang lagi sial berarti. Lagian gak kecium wangi tuh dari badan lo, tandanya lo harus mandi lagi,"
"Gue pegang pisau loh Jen..." ancam Thalia, yang malah membuat Jeno tertawa.
Namun tidak lama, ia tiba-tiba menatap Thalia dengan tatapan lembut dan dalam, yang membuat Thalia merinding.
"Lo tuh, ternyata seru loh," ujar Jeno.
Thalia tidak langsung menjawab, ia mendengus sebentar, sambil tertawa kecil.
"Berarti lo bisa bikin gue nyaman." Ucap Thalia.