Sudah hampir sebulan aku tidak bertemu dengan Frans.Bukan aku yang melarangnya untuk bertemu.Tapi,saat ini aku sedang dipingit dan juga karena tuntutan pekerjaan Frans yang membuat dia sibuk.Tak dipungkiri juga karena sifat workaholic yang ada pada dirinya.Walaupun dia pemilik perusahaan,bukan berarti dia tidak disiplin dan bisa seenaknya bekerja.
Sebelum berangkat ke Perancis sebulan yang lalu,Frans memintaku untuk tinggal di apartemennya,yang langsung aku setujui detik itu juga permintaannya.
Hal tersebut membuat Sang Ratu alias mamaku marah karena takut aku tidak bisa mengurus diri sendiri.Frans menenangkan mamaku dan berkata kalau dia akan mengawasiku lewat CCTV yang tersambung ke smartphonenya.Tentu saja aku sebal mendengarnya,percuma saja kalau begitu.Tapi tidak apa-apa setidaknya aku tidak jadi b***k Sang Ratu lagi.Hahaha,aku tertawa setan membayangkannya.
Ngomong-ngomong pernikahanku akan diadakan seminggu lagi.Setelah malam dimana Frans marah dan langsung bicara dengan kedua orang tuaku yang kemudian membuat mereka shock karena tidak menyangka putrinya yang polos dan lugu ini bisa berbuat hal yang sedikit nakal juga.
Selama sebulan inipun aku dan Frans berkomunikasi via telpon.Frans menghubungiku di tengah malam berjam-jam hingga aku jatuh tertidur.
Terkadang aku ingin mengabaikannya,aku membencinya.Tetapi di suatu malam ketika dia tidak memhubungiku,aku merasa kacau,menangis tersedu-sedu sambil memegang ponselku menantikan benda mungil itu berdering dengan menampilkan nama seseorang yang entah sejak kapan mulai kurindukan kehadirannya.
Aku tidak tahu mengapa?
Apakah karena faktor kehamilan ini yang membuatku sensitif,ataukah secara tidak langsung aku benar-benar merindukan kehadiran dan perhatiannya?
Huft,kok aku jadi mellow begini.Kulempar ponselku ke ranjang.Inilah sifat burukku kalau bad mood dalam mode on.Aku suka melemparkan barang sembarangan dan tidak mempedulikan akibatnya.
Mengapa Frans begitu mempengaruhiku?Ingat Vera kamu itu membencinya,BENCI...!!!
Terus mengapa hanya karena dia belum menelponmu hingga sore ini,terus kamu jadi uring-uringan tidak jelas.
Bukahkah kamu tidak peduli dengan dia?Dewi batinku tersenyum sinis mengejekku.
Aku mendengus,kemudian menyeret tubuhku menuju kamar mandi.
Persetan dengan Frans dan rasa rindu ini.Argghh....
Suara dering ponselku yang sengaja aku atur supaya suaranya keras terdengar hingga kamar mandi.Membuatku menyudahi acara berkutat dengan shampo dan sabun.Kusambar piyama mandiku tergesa-gesa,berharap yang menelponku adalah seseorang yang kurindukan,Frans.
Deringannya yang cukup memekakan telinga itu tidak menyulitkanku untuk mencari benda persegi panjang mungil yang kulemparkan setengah jam lalu.
Tulisan My Mommy dan foto wanita berparas cantik setengah baya memenuhi layar Ponsel.Aku memutar bola mataku dan mengangkatnya.
"Ya mom?"aku berkata dengan malas-malasan.Suara berisik mama di seberang sana tidak bisa membuatku fokus mendengarkan perkataannya.Terkadang aku merasa Tuhan telah melabeliku sebagai anak durhaka ketika beberapa kali aku mengutuk mama di dalam hati ketika bercakap-cakap via telepon seperti ini.Gimana tidak kesal?mama suka sekali mengobrol dengan orang lain disaat dia sedang menelponku.Seperti yang terjadi saat ini.
"Vera,nanti mama hubungi lagi ya."
Tutt..tut..bunyi sambungan telpon terputus itu menandakan mama mengakhiri panggilannya.Aku mendengus jengkel.Menyebalkan.
Menemukan hairdryer di atas meja rias,mengambilnya dan menancapkan kabelnya di samping meja rias.Aku melakukan ritual rutinku sehabis mandi,mengeringkan rambut hitam panjangku sambil bersenandung lirih menyanyikan lagu barat kesukaanku.
"Merindukanku,sayang..."
Aku hampir jatuh terjerambat dari kursi yang aku duduki ketika mendengar suara itu.Kuhempaskan hairdryer yang kupegang begitu saja,tidak peduli dengan suara benturan benda pengering rambut dan kerasnya lantai.Yang mungkin akan aku sesali nanti jika benda itu tidak berfungsi lagi.
Aku berlari tergesa ke pelukannya.Menubruknya sekuat tenaga membuat kita berdua hampir terjatuh.
Dia tergelak,ketika aku melepaskan pelukan kami.
"Miss you,My Little Sister."Tidak mempedulikan aku yang mendengus kesal.Dia mengusap rambutku sayang.
"Kenapa,Kak Jon..."Aku belum selesai berbicara ketika kurasakan sengatan rasa sakit di keningku.
"Akh,sakit tau." Dia terbahak keras.Baginya,wajah kesalku ini lelucon yang patut ditertawakan.
"Sudah berapa kali kakak katakan,jangan panggil Kak Jon.Kedengarannya menjijikan sekali.Kalau kamu yang katakan jadi seperti Kajon.Menyebalkan."
Aku terkekeh geli.Namanya Bob Joniartho Sudibyo.Kakak laki-lakiku dan saudara kandungku satu-satunya.Dia baru menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjananya di Columbia University,universitas swasta ternama di dunia.Kak Jon cerdas,tentu saja.Bahkan dia mengambil jurusan Psikologi.Jurusan yang cukup sulit menurutku,menghadapi orang-orang bermasalah setiap hari.Hal yang paling dibencinya ketika aku mulai memanggil dia dengan sebutan Kak Jon.Kemudian dia akan membullyku habis-habisan dan bertingkah menjengkelkan seperti anak TK.
"Ingat rumah juga tenyata.Aku pikir kakak akan tinggal di Amerika selamanya.Kenapa tidak kasih kabar aku kalau kakak pulang hari ini?"
Berjalan menuju lemari pakaianku,mengabaikan Kak Jon yang sedang sibuk melepaskan sepatunya di sisi ranjang.
"Ini surprise,sayang."
Aku menarik kerah kemejanya ketika Kak Jon ingin merebahkan tubuhnya ke ranjangku.
"Eitss...Mandi dulu,Kak.Bau tau !"
"Nanti sajalah dik,kakak lelah sekali."
Wajah memelasnya tidak membuatku luluh.Kuseret tubuhnya menuju kamar mandi.
"Oke,oke.Lepasin.Kakak mandi,Puas?" Dengan bersungut-sungut Kak Jon menutup pintu kamar mandi.
"Lihat saja nanti.Akan kakak habiskan shampoo dan sabunmu."
Teriakannya dari dalam kamar mandi membuatku terkekeh geli.
"Silahkan saja.Akan kukirimkan tagihannya ke rekeningmu.Aku tidak peduli."Balasku tidak mau kalah.
Ketika aku sedang menyisir rambutku,pandanganku jatuh di perut yang sedikit membuncit pada cermin dihadapanku.Aku tertegun,secara refleks mengelus perutku dengan sayang.
Ternyata mommy merindukan ayahmu,sayang...
Aku tersenyum dan menerawang jauh.
Frans,Miss you...Ucapku lirih.
@@@@@
Disinilah kami berdua sekarang.Di meja makan kecil di dapur apartemen.Kak Jon sama sekali tidak mau repot-repot membantuku memasak makan malam kami.
Dia hanya mendengus geli ketika melihat dua buah telor ceplok dan semangkuk mie instan di atas meja.Aku meringis malu,mengabaikannya dan mulai melahap makanan di hadapanku.
"Kakak tau dari mana kalau sekarang aku tinggal disini?"
"Ya dari mama lah."
"By the way,kakak tidak percaya sebentar lagi kamu akan menikah.Kakak tidak yakin.Tidak bisakah kamu masak sedikit makanan yang layak untuk kakakmu ini.Mie instan,yang benar saja."Dia sibuk menceramahiku,tetapi tanganya tetap mengambil satu buah telur ceplok dihadapannya.Merebut mangkok mie di antara kami dan menguasainya.
Aku berdecak kesal,mencoba merebut kembali mangkok mienya dan gagal.Sial.! Serakah sekali dia.
Kami menghabiskan makan malam dengan cepat.Kak Jon melarangku mencuci piring.Dia menggantikan kesibukanku di depan wastafel.
Melirik perut buncitku beberapa kali,kemudian menghembuskan nafas keras.
"Kamu yakin dek mau menikah dengan Frans?"
"Ya iyalah.Kakak tidak lihat,perutku sudah buncit begini.Enak aja Frans kalau tidak mau tanggung jawab.Buntinginnya aja mau,masa tanggung jawab tidak mau."aku menjawab dengan jengkel.Aku jadi teringat kejadian sebulan yang lalu,hari dimana Frans mengetahui kehamilanku,keesokannya dia langsung berbicara kepada mama dan papa agar tanggal pernikahan kami dipercepat.Ketika Frans memberitahukan alasannya kedua orang tuaku langsung shock.Mereka tidak menyangka anak gadisnya yang kalem ini bisa berbuat nakal juga.Dan di hari itu mama langsung menelpon Kak Jon di New York yang kemudian mengomeliku habis-habisan via telpon.
"Vera.."Panggilan Kak Jon membuyarkan lamunanku.Dia akan memanggil namaku ketika kesal karena kuabaikan.
"Ra,kamu melakukan semua ini karena hutang-hutang perusahaan papa atau murni kamu mencintai Frans?"
Pertanyaan Kak Jon barusan membuatku yang hendak beranjak ke ruang tamu terdiam.Aku menatapnya sekilas dan melanjutkan langkahku menuju ruang tamu.
Meninggalkan Kak Jon dan pertanyaannya yang enggan untuk kujawab.