4

1790 Kata
Mata Tobey sedikit membelalak mendengar ucapan Holly. Ia terkejut. Sangat.   "Kau keberatan?"   Tobey langsung menggeleng cepat. Ia menyadarkan dirinya saat itu juga.   "Kenapa kau meminta hal itu?"   "Baiklah kalau tidak mau." Ucap Holly dan berbalik.   Cup   Holly melarikan tangannya ke leher Tobey dan rambut pria itu ketika Tobey melingkarkan tangan pada pinggang Holly.   Berawal melumat pelan, Holly kemudian memperdalam ciumannya begitu ia merasakan emosi yang sudah lama ia simpang kembali meluap, bersamaan dengan tangannya yang meremas rambut Tobey.   Sedih, kecewa dan marah menjadi satu di hati Holly. Ia sangat mengecewakan kehidupannya sendiri. Ia hanya ingin bisa berkumpul dengan keluarganya dengan lengkap dan tidak ada yang namanya bisnis-berbisnis, ponsel dan laptop. Ia hanya ingin mencoba bergurau lepas dengan keluarganya. Bukan seperti sekarang yang ia alami.   Hidup sendiri tanpa kedua orang tuanya.   Meskipun Chadric, kakaknya, ada di Korea, tapi ia tetap saja merasa sepi dan hampa. Kakak laki-lakinya itu sama saja dengan orang tua mereka. Gila kerja dan sekalinya selesai dari pekerjaan, Chadric tidak langsung menemui adiknya, tapi bertemu dengan wanita lain dan melakukan hubungan intim.   Holly tak habis pikir dengan kakaknya satu itu. Kenapa harus melakukan cara itu untuk melepaskan penatnya? Kenapa tidak ia bertemu dan bersenda gurau dengan Holly yang jelas-jelas sangat membutuhkan seorang kakak disaat keadaan seperti sekarang?   Kenapa harus seperti ini kehidupan yang Holly alami?   Tobey membuka matanya ketika ia merasakan asin  di mulutnya. Holly menangis. Dan ia bisa merasakan emosi pada diri gadisnya.   Mereka melepaskan pagutan mereka dan sama-sama menghirup udara bebas dalam-dalam. Tobey menatap Holly yang mulai sesegukan setelahnya. Ia kemudian mengangkat tubuh Holly untuk duduk diatas meja pantry dan memeluk gadisnya itu dengan erat.   Dalam beberapa detik, tangisan Holly semakin kuat. Dan Tobey sudah lebih mengerti sekarang. Gadisnya itu tidak bisa mengungkapkan perasaan secara lisan.   Jujur saja, Tobey merasa sakit melihat seorang gadis di depannya sedang menangis sesegukan walaupun itu bukan karenanya.   "Sudah merasa lebih baik?"   Holly melepaskan pelukan Tobey. Ia sedikit merunduk dan menatap wajah Tobey yang lembut kali ini. Mengangguk pelan, ia berusaha menampilkan senyum seperti biasanya. Walaupun dari raut wajahnya ia tidak menutupi karena sangat sembab kali ini.       Tobey menaikan selimut ke leher mereka sebelum akhirnya ia menjadikan kedua tangannya sebagai bantal untuk menatap wajah Holly yang juga menatapnya walau kondisi kamar Holly sedang gelap. Tapi karena cahaya malam dari luar yang Holly sengaja tidak ia tutupi, bisa terlihat jelas seperti apa ekspresi mereka masing-masing saat ini.   Malam ini Holly mengijinkan Tobey untuk menginap dan tidur bersama. Tentu saja mereka tidak melakukan apa-apa, kecuali ciuman untuk meluapkan amarah Holly tadi.   "Kau tau, ini pertama kalinya aku tidur dengan pria selain ayah dan kakakku." Holly membuka percakapan lebih dulu. "Setiap aku berbaring sendirian disini, aku selalu merenung. Kenapa hidupku sungguh malang sekali? Bilanglah kalau aku egois sekarang. Tapi saat ini aku masih menginginkan kasih sayang mereka. Kadang kalau aku menonton Baby Boss, aku selalu iri kepada Tim yang selalu di manja oleh orang tuanya meskipun orang tua Tim juga sibuk. Tapi tidak denganku, orang tuanya masih sempat-sempatnya memberikan lagu pengantar tidur untuk Tim, dan melakukan akhir pekan bersama-sama. Sedangkan aku, orang tuaku saja walaupun sedang liburan tetap berkutat dengan pekerjaannya meskipun berada di rumah. Yaa, meskipun masih ada Chadric yang menemaniku, tetap saja rasa ingin di manja oleh orang tuaku tidak pernah hilang. Aku bisa saja manja dan mandiri. Tapi aku punya batas waktu dimana aku haru bermanja dan harus mandiri. Aku tetaplah seorang anak yang masih ingin di manja oleh mereka."   Tobey melarikan tangannya untuk mengelus kepala Holly. Mengulas senyum lembut, ia memeluk Holly dan menyandarkan dagu diatas kepala Holly sebelum menciumnya.   "Mereka bekerja keras karena ingin anak-anaknya tidak mengalami kesusahan, Holly. Aku tau cara mereka salah. Tapi aku yakin suatu saat kalian akan berkumpul seperti sedia kala tanpa pekerjaan. Aku sangat yakin itu, dan kau juga harus percaya jika mereka juga sayang padamu."   Ia kembali mencium puncak kepala Holly.   "Tidurlah. Aku tau kau sangat lelah hari ini. Lupakan masalah ini juga, semakin kau depresi, kau akan semakin terlihat kurus."   Holly sempat tertawa kecil sembari memukul bahu Tobey pelan.   "Nah, seperti itu dong. Tertawa dan senyum. Kadar kemanisan dan cantikmu jadi semakin meningkat."   Holly semakin tertawa ketika perutnya tiba-tiba saja mendapat gelitikan dari Tobey.   "Yak! Tobey! Berhenti!" Cegah Holly yang masih tertawa geli. "Kau hahahaha... tadi menyuruhku untuk tidur. Tapi kenapa kau menggelitiku?"   Tobey terkekeh dan mengecup bibir Holly sekilas sebelum kembali memeluk gadisnya.   "Goodnight, p***y cat."   Holly terkekeh kecil seraya memukul bahu Tobey sebelum memejamkan matanya. Ia merasa sangat nyaman kali ini.     "Kau yakin tidak ingin dijemput?" Tanya Tobey sekali lagi setelah mereka sampai di depan kuliah Holly.   Holly menggeleng. "Tidak usah. Sehabis ini aku masih bekerja dan untungnya aku bisa pulang lebih awal. Lagipula kau pasti banyak kerjaan."   "Aku bisa menyuruh sekretarisku untuk melakukannya."   "Kau ini, jangan terlalu sering mengandalkan orang lain."   "Dia bawahanku, sudah sepatutnya ia melakukan pekerjaannya. Masa iya aku memberikan gaji tanpa memberinya pekerjaan?"   Holly menghela napasnya. "Ya sudah. Terserah dirimu saja. Tapi ingat! Hari ini kau tidak usah menjemputku."   "Lalu aku harus apa?"   Holly mengangkat bahunya. "Entahlah. Baik, cukup percakapan hari ini. Aku pamit."   Tobey menahan bahu Holly dan mencium kening, pipi dan terakhir, bibir Holly.   "Aku harap kau cepat-cepat jatuh cinta padaku jadi aku bisa melakukan apapun padamu."   Pria itu terkekeh melihat Holly mendelik. Ia mengacak rambut Holly dan mengulas senyum manisnya.     Holly memasukan alat-alat tulis dan binder begitu dosennya telah keluar kelas. Sebelum beranjak dari duduknya, ia sempat mengirim pesan kepada Jeffrey dan Welby kalau hari ini ia berangkat kerja lebih awal.   Tanpa menunggu balasan dari sahabatnya, Holly sudah lebih dulu keluar dari kelas dan memasang headsetnya sembari melesat keluar.   Di tempatnya kuliah, ia memang tidak terlalu banyak berinteraksi dengan orang-orang lainnya. Maka dari itu ia hanya sendirian di kelas. Kadang Sewoon -teman kenalannya- juga sering mengajaknya ngobrol. Namun sayang, sifat Holly yang bisa dibilang introvert, ia menghindarkan dirinya sendiri dari keramaian.   "Hai, Holly!"   Gadis itu mengulas senyum tipis begitu membuka pintu apotik, Chanri dan Minhee telah menyapanya. Ia menyimpan tasnya dan berganti baju menjadi seragam apotik tersebut.   Suasana apotik siang ini lumayan sepi, jadi mereka bisa mengobrol ringan daripada hari-hari sebelumnya yang terbilang sangat ramai oleh pasien dan pembeli.   Tapi begitu ia sedang tertawa kecil karena ceritanya Chanri yang mendapat tamu undangan dari mantan kekasihnya, ia bergeming begitu Chanri melemparinya pertanyaan.   "Semalam itu kekasihmu, ya?"   Minhee membelalakan matanya mendengat pertanyaan Chanri. "Holly punya kekasih?" Ia menoleh pada Holly yang bergeming. "Kenapa aku baru tau? Apa penampilannya menarik?"   Chanri menatap malas pada Minhee yang sudah tertawa karena pertanyaan wanita itu sendiri. Namun pandangannya kembali tersudut pada Holly yang sedang memilin tangannya sendiri.   "Holly?"   Gadis itu tersadar. "He-eh? Oh! Bukan! Dia hanya temanku saja."   Pandangan Chanri menelisik tajam kearah Holly. Ia menangkap kebohongan dari nada bicara Holly.   "Kau bohong."   Minhee mengangguk cepat, setuju. "Katakan dengan jujur. Kami hanya ingin tau saja, kok."   "Eum..." Holly menatap sekitar dari keluar ruangan, rak-rak obat sampai sepatu hitamnya sendiri. "Aku jujur. Dia hanya temanku saja. Aku tidak mempunyai hubungan apa-apa selain kami berteman. Memangnya kenapa kau menyimpulkan dia sebagai kekasihku?"   "Semalam selepas kau keluar dari apotik, ia langsung masuk dan bertanya dengan posesif. Jadi aku langsung beranggapan kalau pria itu kekasihmu."   Kriing   Holly menghela napasnya lega begitu seorang pelanggan masuk. Ia membiarkan Chanri untuk melayani si pelanggan dan Minhee yang menyambut pelanggan yang baru datang.   Setidaknya ia bisa bernapas lega, walaupun sementara. Tapi bisa saja mereka berdua tidak menanyakan lagi hal yang lebih lanjut kepadanya.   Namun, sepintas di pikirannya ia berpikir.   Apa ia dan Tobey memang teman? Bahkan dari awal bertemu ia tidak menganggap Tobey sebagai teman. Dan sekarang, ia harus menganggap Tobey itu apa kalau bukan teman?   Mereka bertingkah layaknya sepasang kekasih yang suka melakukan hal-hal romantis.   Memikirkan mereka tidak mempunyai hubungan khusus, Holly sedikit merasakan nyeri dihatinya. Ia membiarkan dirinya dengan mudahnya dikuasai oleh Tobey ketika pria itu bersamanya.   Tapi ia menepis pernyataan yang menimpa ulu hatinya. Perasaan yang dimilikinya saat ini bisa saja hanya sementara karena ia baru merasakan pertama kalinya seperti sekarang ini. Itulah yang ada di pikiran Holly.   Terlihat kejam memang. Memberi harapan palsu pada Tobey dan ia juga membohongi dirinya sendiri dengan mengatakan kalau perasaannya hanya sementara.   Sungguh, Holly yang sangat malang.     Pria itu mengacak rambutnya seraya menatap setumpuk berkas-berkas yang harus ia tanda tangani yang baru saja datang. Pikirannya kali ini sungguh tidak konsen untuk melakukan pekerjaan walaupun hari ini ia hanya perlu menandatangi setumpuk kertas-kertas sialan itu. Ditambah moodnya yang tidak baik dan ingin bertemu dengan Holly walaupun mereka baru saja berpisah selama lima jam.   Biasanya ia tidak seperti ini. Dulu dia memang pernah mempunyai kekasih, tapi rasanya ia tidak merasakan kalau ia ingin cepat-cepat bertemu dengan Holly seperti sekarang.   Mendesah kesal dan memutar duduknya di singgasananya, ia kemudian beranjak dan mengambil hoodie hijau lumut dan keluar dari ruangannya.   "Yuta, kau kerjakan tugasku. Aku ada urusan." Ucap Tobey pada Yuta, sekretarisnya.   "Kau mau kemana? Dua jam lagi akan ada pertemuan dengan Mr. Grier. Jangan bertingkah yang tidak-tidak, Tobey. Aku malas mengusulmu."   "Kau urus saja pertemuan itu. Bilang padanya kalau aku sedang sakit atau apalah itu kau pikirkanlah sendiri alasannya. Aku punya urusan penting."   Tobey segera beranjak pergi dari sana dan memencet tombol pada lift.   "Yak! k*****t! Kembali kau!" Teriak Yuta.   Tobey menoleh sembari menyengir lebar dengan tangan yang melambai pada Yuta sebelum ia masuk kedalam lift.   "Ck! Dasar bodoh." Ketus Yuta, sekretaris sekaligus sahabat Tobey semasa kecil.   Sekarang yang tidak konsentrasi adalah dia. Setumpuk kertasa sudah pindah tangan padanya dan belum lagi ia harus mengurusi pertemua dengan seorang pengusaha entertainment dari California.   Serentetan kata kasar sudah ia ucapkan sembari memindahkan berkas-berkas ke meja kerjanya. Tapi walaupun begitu, ia tetap saja mengerjakan tugasnya.   "Awas kalau kau bertatap muka denganku. Akanku habisi tulang keringmu itu, Lee Tobey."   Yah...   Tak henti-hentinya ia mengumpat panjang sembari mengerjakan tugasnya.     "Holly s**t!"   Holly terkejut begitu ia datang dan menyalakan lampu ruangan, Tobey sedang tidur sembari menyenderkan tubuhnya pada sofan dengan kaki yang berselonjoran.   Pria itu kemudian mengerutkan matanya dan perlahan terbuka ketika cahaya lampu mencoba menerobos penglihatannya.   Sembari mengucek matanya, ia menoleh dan tersenyum seadanya.   "Hai, Holly. Kau baru pulang?"   Gadis itu melepaskan semua pakaiannya dan meninggalkan tubuhnya dengan kaos dan celana rumahan. Ia masih menatap heran melihat Tobey yang sudah berpindah posisi menjadi duduk diatas sofa.   "Kau... sejak kapan berada disini?"   "Mungkin sekitar satu jam yang lalu."   "Kau tidak ke kantor?"   "Sudah, kok."   "Kerjaanmu?"   "Yuta sedang mengurusnya."   Holly masa bodo amatan dengan si Yuta itu. Ia menepuk pelan pipi Tobey.   "Kenapa kau kesini?"   "Tiba-tiba saja aku rindu denganmu, apalagi wangi tubuhmu. Jadi aku kesini saja daripada bosan berada di ruangan tanpamu."   Holly menjetik keras dahi Tobey. "Kau bodoh. Hanya karena itu kau rela meninggalkan pekerjaanmu?"   "Aduh sakit," rintih Tobey cukup kesakitan. Mengabaikan rasa nyeri di dahinya, ia kemudian mendekap tubuh Holly dan mengendus pelan leher Holly.   "Lepaaas,"   "Tidak mau! Aku lelah."   "Lelah apanya? Kau daritadi disini tiduran. Harusnya aku yang bicara seperti itu. Sekarang lepas dan aku ingin mandi. Badanku lengket karena keringat. Memangnya kau tidak jijik?"   Tobey menggeleng disana. "Tidak. Aku tidak merasakan apapun di lehermu. Kalau mau mandi, ayo! Sekalian aku belum mandi."   "Jangan gila, Tobey." Desis Holly dan masih mencoba melepaskan dekapan Tobey. "Yak!"   Holly terpekik begitu ia mau melepaskan dekapan Tobey, tapi malah dirinya yang kena imbasnya. Tobey dengan tiba-tiba mengangkat tubuhnya dan karena Holly tidak mau jatuh, dengan cekatan ia melingkarkan kakinya di pinggang Tobey.   "Let's take a shower togetheeeer!"   Tobey berseru riang sambil tertawa geli lantas pinggangnya yang dihantam berkali-kali oleh kaki Holly.   "Lepaskan aku! Aku masih ingin selamat, ya Tuhaaaaaan!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN