Ting! Ting!
Mbak Ara! Mbak Ara! Ting!
Ara tersentak dalam tidurnya, ia menggerakkan tubuhnya dengan tangannya yang mengucek matanya ketika mendengar suara bising dari luar dan perlahan membuka kelopak mata cantiknya. Ia meringis ketika mengetahui fakta bahwa dirinya tidur di sofa, bahkan ia sampai melebarkan matanya ketika mendapati bahwa ia tidak tidur sendirian di sana. “Kak Devan,” gumamnya pelan dengan pandangan matanya yang lurus menatap Devan yang masih terlelap di sebelahnya.
Ting! Ting!
Ara kembali tersadar ketika mendengar bel apartemennnya kembali berbunyi. “Kak! Kak! Bangun!”
“Eumm,” Devan membuka dan mengucek matanya, ia melirik orang di sebelahnya dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka dan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya. “Kak! Kamu sudah sadar 'kan sekarang?”
Devan mengedipkan matanya beberapa kali dan sesekali mengucek matanya untuk melihat lebih jelas orang yang sedang berada di sebelahnya. “Ara?”
“Iya, ini aku kak.”
“Hah!” Devan sontak berdiri lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. “Di mana aku sekarang?”
“Di apartemenku. Sepertinya kita ketiduran semalam karena mati lampu dan hujan dera. Dan sekarang sudah pagi.”
“Aduh, bagaimana bisa?—“
Ting! Mbak Ara! Mbak Ara tolong keluar!”
“Siapa itu?” tanya Devan seraya melirik pintu depan.
“Aku tidak tahu. Ayo kita lihat.” Ara menarik pergelangan tangan Devan dan membawanya ke depan.
Ceklek!
Mata Ara maupun Devan sontak melebar ketika mendapati para wartawan dan jurnalis sudah berkumpul di depan apartemennya. “Ada apa ini ramai-ramai? Kenapa semua berkumpul di sini?” semua orang di luar terlihat menunjukkan wajah shock ketika mendapati Devan sedang berada di sana juga.
“Mbak Ara! Akhirnya Mbak Ara keluar juga. Maaf meliput pagi-pagi begini karena ada yang ingin kami tanyakan.”
“Mbak Ara, apakah mbak memiliki hubungan yang spesial dengan bodyguard mbak sendiri?”
“Mbak Ara, kenapa bodyguard mbak bisa ada di sini? Apa dia tidur di sini semalam? Apa itu berarti kalian memiliki hubungan yang spesial?”
“Mbak ada salah satu sumber yang mengatakan bila bodyguard mbak bermalam di sini dan mengatakan bila kalian sedang dalam sebuah hubungan. Apakah itu benar? Tolong klarifikasi.”
“Mas, apakah itu benar?” bahkan ada salah satu jurnalis yang juga melemparkan pertanyaan pada Devan.
“Tolong semuanya bisa diam sebentar! Bagaimana aku bisa menjawab bila kalian terus berbicara. Baiklah, aku akan mengklarifikasi semuanya. Tolong dengarkan baik-baik.” Devan sontak mengalihkan pandangannya pada Ara dan Ara ikut menatap Devan sejenak lalu kembali menatap ke perkumpulan wartawan dan jurnalis itu. “Pertama, aku ngga tahu kalian dapat kabar itu dari mana, tapi Kak Devan, bodyguardku ini memang bermalam di sini karena semalam hujan dan mati lampu jadi dia menginap di sini dan,” Ara mengantung penuturannya hingga membuat semua orang di sana termasuk Devan menunggu dengan tidak sabar, “Aku dan Kak Devan memang sedang berada dalam sebuah hubungan spesial. Kami adalah sepasang kekasih.” Devan sontak menatap Ara dengan mata yang membulat dan tatapan tidak percayanya.
“Woahh ... Benarkah itu mbak?”
“Sejak kapan Mbak dan Mas menjalin hubungan spesial ini? Kenapa mbak menutupi semua ini dari media?”
“Apakah karena Mas Devan adalah kekasih mbak. Jadi Mbak sengaja mempekerjakannya untuk menjadi bodyguard Mbak? Biar bisa bersama terus gitu?
“Apakah ini benar adanya? Atau hanya sebatas settingan untuk menutupi kabar miring bahwa bodyguardmu bermalam di apartemenmu dan kalian hanya berdua saja di sini?”
Ara mengedipkan matanya beberapa kali seraya membasahi bibirnya gugup, ia bingung harus mengatakan apa lagi. Devan yang melihat gerak-gerik Ara yang mulai gelisah pun mencoba membuka suaranya. “Aku—“
Tin tin...
Sebuah mobil sedan berhenti tepat di depan apartemen Ara dan tak lama kemudian pengemudi di dalamnya keluar. “Kak Ryan,”
***
Setelah kerusuhan tadi pagi, kini Ara dan Devan sudah berada di agensi, mereka sedang berada dalam ruangan Ryan. Ryan akhirnya berhasil menyelamatkan mereka dari 'serangan' para wartawan, jurnalis dan berhasil membawa mereka ke agensi untuk di mintai penjelasan.
“Ara, apa sebenarnya yang terjadi? Aku sudah mendengar kabar yang mengatakan bahwa Devan bermalam di tempatmu. Apakah itu benar? Dan satu lagi karena jawabanmu tadi pagi, kamu dan Devan menjadi trending di berbagai media sosial dan juga beberapa media sudah mengabarkan perihal masalah ini. Apakah jawaban yang kamu katakan itu benar? Kalian berdua pacaran?” tutur Ryan tanpa henti dan terus bertanya-tanya tentang kebenaran berita ini.
“Kak, tolonglah biarkan aku berbicara dulu.”
“Ya udah silakan,” Ryan memberikan gesture mempersilakan dengan tangannya. Ara menghela napas kasar sebelum membuka suaranya. “Jadi, sebenarnya Kak Devan memang bermalam di tempatku. Tapi, kami sama sekali tidak merencanakan itu semua, kami juga ngga melakukan hal-hal yang di larang kok. Ya 'kan Kak?”
“Iya,” jawab Devan menyetejui perkataan Ara.
“Ngapain Devan bermalam di tempat kamu? Bukankah kamu hanya tinggal sendiri di sana, apa kamu ngga takut dengan persepsi dari orang-orang?"
“Kak, 'kan aku sudah bilang dari awal kalau kami tidak merencanakan itu semua. Kemarin Kak Devan itu ke apartemen, dia mengira bila kemarin ada kerjaan tapi karena aku free jadwal ya akhirnya aku bilang dia ngga ada kerjaan kemarin terus akhirnya aku ajak jogging terus bersih-bersih apartemen. Dan saat malam, Kak Devan ingin pulang, namun hujan turun deras dan mati lampu, dan berakhir dengan kami tertidur sampe pagi.” jelas Ara menceritakan kejadian kemarin.
“Ya, dan kebetulan semalam ponsel kami sama-sama mati kehabisan baterai jadi tidak ada penerangan, itupun membuat kami semakin mengantuk dan akhirnya tertidur. Tapi, serius kami tidak melakukan apapun.” tambah Devan ikut menjelaskan.
Ryan hanya bisa menghela napasnya sementara Ara melirik Ryan dengan takut seraya mengigit bibir bawahnya pelan. “Terus, sekarang kamu mau bagaimana? Kamu yakin dengan jawabanmu tadi pagi?"
“Iya aku yakin Kak. Biarkanlah begitu saja dulu ya, untuk nantinya bagaimana kita bisa pikiran lagi.”
“Oke, kalau kamu tidak keberatan. Tapi,” Ryan melirik ke arah Devan. “Bagaimana denganmu Devan? Apa kamu keberatan?”
Devan sontak mengalihkan pandangannya ke Ara dan mendapati Ara yang sedang memohon dengan wajah memelasnya, “Pleasee mau ya ... tolong aku.”
Devan kembali mengalihkan pandangannya lalu menundukkan wajahnya, matanya tampak bergerak-gerak, mencoba berpikir. Ara sudah menunjukkan wajah cemberut hingga akhirnya. “Baiklah, aku tidak keberatan. Aku akan membantumu.”
“Woah benarkah? Makasih ya kak!” seru Ara dan reflek memeluk Devan dari samping. Ryan yang melihatnya sontak membulatkan matanya. Seketika Ara langsung tersadar dan langsung melepaskan pelukannya, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Err ... Maaf ya kak ngga sengaja.”
Devan tersenyum dengan senyum tipisnya. “Iya gak apa-apa.”
“Hm, jadi mau sampai kapan kalian akan begini? Sampai kapan kalian akan berpura-pura menjadi sepasang kekasih?” Devan sontak melirik Ara, karena semua ini juga ide darinya.
“Hmm ... Aku akan pikirkan nanti. Tolong biarkan seperti ini dulu untuk saat ini.” Ryan akhirnya mengangguk. “Oke, besok bila ada interview dari teman-teman wartawan dan jurnalis kamu harus bisa menjelaskan dengan baik dan jangan sampai mereka mengira hubungan kalian hanya sebatas settingan karena itu akan menimbulkan masalah baru.”
Ara mengangguk paham. “Aku pasti akan membantu dan menjaganya dengan baik.” Devan berbicara dengan senyum kecilnya menatap Ryan seakan-akan meyakinkan dia bahwa akan menjaga dan melindungi artisnya dengan baik.
“Baiklah, untuk sekarang kalian boleh pulang. Hari ini kamu free jadwal tapi besok kamu akan menghadiri acara talkshow, dan besok aku yakin pasti ada saja yang menanyakan soal ini, kamu harus bisa menjawabnya dengan baik.”
Ara mengangguk. “Baik Kak, aku dan Kak Devan pulang ya,”
“Ya, kalian pulangnya di antar Jenny saja. Aku tadi udah minta dia ke sini. Mungkin dia sudah sampai di depan.”
“Oke kak, byee ....”
“Aku permisi pulang kak.” ucap Devan lalu melangkah mengikuti Ara dan Ryan hanya mengangguk sebagai jawaban.
TBC