Episode 2 : Menantu Vs. Pembantu

1617 Kata
“Tante mau nyari menantu, apa nyari pembantu?” Episode 2 : Menantu Vs. Pembantu *** “Nama?” “Azura. Nama saya, Azura, Tan.” “Panggilannya?” “Rara, kalau enggak, Ara.” Hingga detik ini, Azura masih menjadi penjawab yang baik, dari setiap pertanyaan yang terlontar dari bibir bergincu merah bata milik Lolly. Azura tak ubahnya murid yang begitu sigap menjawab setiap pertanyaan gurunya. Juga, tak ubahnya calon karyawan yang sedang menjalani wawancara. “Bisa masak?” Loly, wanita paruh baya bergaya rapi di hadapan Azura, menurunkan kaca mata beningnya. Ia menatap Azura dengan tatapan menyelidik. “Aku bukan penjahat, lho, Tan. Jadi natapnya biasa saja. Aku ini calon menantu Tante. Santai.” Azura menatap heran Loly, yang memang mamah dari Sendar, kekasih Azura. Mendengar itu, Loly yang duduk di sofa panjang di seberang sofa kebersamaan Azura berikut Sendar, refleks menelan salivanya. Kemudian, ia juga sengaja berdeham, demi menguasai diri dan tak sampai terbawa emosi akibat teguran yang baru saja Azura layangkan. “Kamu bisa masak?” tanya Loly terbilang ketus dan melirik judes Azura. Suatu pemandangan yang masih sama dari awal ia menyambut kedatangan Azura. Azura mengangguk sambil menelan salivanya. “Bisa, Tan. Dikit-dikit sambil belajar.” Dirasa Azura, pertemuan sekaligus kebersamaannya dengan mamah sang kekasih, tak beda dengan wawancara untuk melamar suatu pekerjaan. Dan Azura menjadi berpikir, apakah Loly memang tidak menyukainya? Sambil terus menatap tegas Azura, Loly berkata, “Bisa nyuci baju? Beres-beres segala macam?” Deg! Azura langsung berpikir keras dan refleks mengernyit. Mengenai cara berikut pertanyaan Loly yang semakin membuatnya yakin, Loly tidak menyukai Azura. “Sebelumnya maaf, yah, Tan. Ini ... ini Tante mau nyari menantu, apa nyari pembantu?” tanya Azura terheran-heran. “Nanti aku bantu, Tan.” Loly langsung terdiam syok, menatap tak percaya Azura kemudian berganti kepada Sendar. Tak kalah syok, Sendar yang sampai kebingungan juga langsung sibuk memberi Azura kode. Sendar mencubit lengan Azura yang sampai ia sikut lantaran kekasihnya itu tak kunjung menyadari kesalahannya. “Apa, sih?” tanya Azura lirih sambil mendelik bingung kepada sang kekasih. “Jaga sikap dikit kenapa ke Mamah?” Sendar membalas dengan berbisik juga. “Lha, memangnya salah, kalau aku juga balik tanya? Lagian, aku tanyanya juga berdasarkan fakta. Niatku beneran mau bantu. Mamah kamu mau cari menantu apa nyari pembantu?” Azura masih bertutur lirih. Masih belum paham kenapa Sendar sampai memintanya untuk menjaga sikap kepada Loly. “Ehm!” Loly sengaja berdeham dan mengalihkan perhatian Azura berikut Sendar. Tentu saja, ulahnya langsung berhasil. Faktanya, Sendar dan Azura langsung menjadikan Loly sebagai fokus perhatian. Yang membuat Loly tidak menyukai Azura selaku wanita yang akan Sendar peristri, selain tampilan Azura terlalu biasa, pertemuan pertama mereka kini dan terbilang singkat juga langsung membuat Loly yakin, Azura bukan wanita yang paham sopan santun bahkan itu kepada orang yang lebih tua, tanpa terkecuali kepada calon mertua. Azura bingung, kenapa Loly terus menatapnya? Tatapan tajam tak biasa dan membuat Azura yakin, wanita itu tak menyukainya. “Katanya, … kamu kerja di LUXURY HOTEL Grup, jadi sekretaris CEO-nya?” tanya Loly. Pertanyaan Loly yang terdengar ragu, bahkan Loly seolah tidak percaya, dibalas anggukan sekenanya oleh Azura yang masih menatap kedua mata Loly dengan saksama. “Masa, sih? Sekretaris CEO kan penampilannya harusnya menarik? Lah ini …? Kaki saja pendek bengkak. Rambut bergelombang mekar ke mana-mana, bahkan wajah juga di bawah pas-pasan. Azura beneran enggak cantik dan jauh dari kata menarik apalagi seksi!” batin Loly yang mengamati sekaligus menilai penampilan Azura, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Loly kembali berdeham, masih berusaha bertahan sekaligus melanjutkan maksud dan tujuannya atas pertemuan sekaligus kebersamaan sekarang. “Sen, … ikut Mamah bentar.” Loly melirik Sendar penuh kode, dan jelas karena ia berharap sang anak segera menyusulnya. Sendar kebingungan dan menatap Azura tanpa kepastian sembari bergegas mengikuti kepergian sang mamah. Beberapa saat kemudian, setelah mendadak ditinggal oleh Sendar dan Loly di ruang tamu rumah terbilang cukup megah kunjungannya, Azura yang sudah menunggu lebih dari sepuluh menit memutuskan untuk menyusul sekaligus memastikan. “Aku enggak bisa lama-lama karena aku harus balik kerja. Bisa dipotong gajiku, kalau aku sampai telat!” gumam Azura sembari beranjak dari duduknya dan berlalu dari sana. Ia melakukannya sambil membenarkan tote bag hitam berukuran besar yang ada di pundak kanannya. **** “Kamu bilang, apa ...? Dia tinggal di kontrakan biasa, sedangkan papahnya sudah sakit-sakitan, dan dia masih punya tanggungan adik juga? Masih SMP?” ucap Loly, tegas tapi dengan suara lirih. “Sudah Mamah duga, dari tampangnya saja, dia kelihatan orang susah!” Perdebatan tersebut terjadi di lorong seberang yang akan Azura lalui. Azura menghentikan langkahnya di balik pendopo menuju ruang terbilang luas dan Azura yakini sebagai ruang keluarga di rumah orang tua Sendar. Azura menyimak tepat di depan anak tangga yang menanjak tinggi, menghubungkan lantai keberadaannya dengan lantai atas yang entah berisi ruang apa saja, dikarenakan Sendar belum sempat membawanya keliling dan mengenal, mengetahui suasana rumah. “Sudah orang susah, enggak sopan, … p-pokoknya … dia belagu!” “Tapi, Mah ….” “Ya-ya ampun, Sendar. Buka matamu. Dia bahkan enggak ada apa-apanya dari semua wanita yang mengejarmu, termasuk mantan-mantan kamu!” Loly tak menerima bantahan apalagi penolakan. “Mamah bahkan jauh lebih menarik, dari dia!” “Enggak lucu kalau orang-orang mengira kamu jalan sama pembantu, bukan istri kamu!” “Intinya, Mama ‘no’! ‘Big no’, malahan!” Perdebatan antara Sendar dan Loly sang mamah, membuat Azura yang menyimak, menjadi menunduk nelangsa. Hati Azura menjadi terasa begitu perih seiring rasa panas yang mendadak menyerang kedua matanya. Mata Azura berembun, di mana ketika wanita ayu berambut sepunggung bergelombang itu mengerjap, butiran bening luruh dari sana. Azura memilih berlalu dikarenakan ia sadar, bertahan di sana hanya akan membuatnya semakin terluka, terlebih keberadaannya memang tidak Loly bahkan Sendar harapkan. “Kakinya pendek bahkan bengkak. Wajahnya mirip donat, sedangkan rambutnya mirip rambut singa! Dan pakaiannya, ... itu terlalu biasa. Murahan, Sen. Malu-maluin, ih. Cari yang lain saja!” “Azura memang beda dari yang lain, Mah. Bahkan aku sengaja pilih dia, karena dia enggak neko-neko, selain aku yang yakin, dengan tampangnya yang di bawah pas-pasan, dia enggak mungkin berpaling apalagi selingkuh! Aku enggak mau seperti yang sudah-sudah! Aku capek, Mah!” “Ya ampun, Sen-dar! Kenapa kamu begitu naif? Yang namanya selingkuh itu enggak memandang tampang, umur, atau apa pun. Karena tua, muda, cantik, bahkan jelek, juga bisa selingkuh! Kamu ini, yah, beggo dipelihara!” Suara Loly maupun Sendar, masih bisa Azura dengar, menggema dan terulang di ingatan. Kenyataan tersebut membuat Azura semakin mantap dengan keputusannya. Hati Azura telanjur perih tak terkira. Benar-benar sakit. Namun, ketika Azura menatap pantulan bayangannya di kaca jendela ruang satpam yang ada di hadapannya, apa yang Loly permasalahkan memang benar adanya. Penampilan Azura memang nol besar. Jauh dari kata menarik apalagi cantik. Setelah termenung meratapi penampilannya di tengah kegelapan yang sudah menyelimuti malam, Azura menghapus tuntas air matanya menggunakan tangan kanan. Dan seperti kedatangannya ke rumah dua lantai terbilang mewah bagi orang sepertinya, Azura juga meninggalkan rumah tersebut dengan wajah tegas tanpa sedikit pun keraguan. **** Sebenarnya, awalnya Azura sudah pulang kerja. Namun karena Danian sang atasan mendadak menghubungi dan memintanya segera kembali tak lama ketika Azura baru sampai di rumah Sendar, mau tak mau Azura harus segera kembali ke perusahaan. Tepat ketika Azura sudah ada di depan lobi hotel berbintang tempatnya bekerja, ponsel Azura yang ada di tote bag, buyi. Sembari memasuki lobi, Azura bergegas mengambil ponselnya dengan harapan, dering telepon yang terdengar tersebut bukan dari Sendar. “Hah! Syukurlah. Karena kalau Sendar masih berani menghubungiku, bisa kupastikan, aku bakalan sewa preman pangkalan buat gundulin kepalanya. Bisa-bisanya dia ngeyakinin aku, kalau ujung-ujungnya, dia enggak serius!” gumam Azura sambil terus melangkah dan menatap lega layar ponselnya yang menyala, bersama dering tanda telepon masuk yang masih berlangsung. Di layar ponsel Azura, kontak bernama : Pak Danian, masih menari-nari. Segera Azura menjawab, karena jika tidak, pria arogan itu akan mendadak melayangkan kompensasi. Iya, sekejam itu memang Danian bahkan meski untuk kesalahan kecil. Semuanya serba ganti atau itu kompensasi. “Ha-halo …?” Azura menjawab dengan cukup tergagap. Tak biasanya Danian telepon jika bukan untuk urusan penting. Namun bisa Azura pastikan, dirinya belum telat datang, meski tadi Azura sampai menghadiri pertemuan dengan Loly yang Sendar aturkan dari jauh-jauh hari. “Ini siapa?” Dari seberang, suara Danian terdengar sangat dingin, seperti biasa. Azura mengernyit bingung. “Ini orang kesurupan apa gimana? Jelas-jelas dia yang telepon, kok malah nanya; ini siapa?” batin Azura sambil terus melangkah tergesa. “Hal-lo? Saya telepon orang apa patung, sih? Ini siapa?” Kali ini, suara Danian terdengar membentak dan naik drastis. “I-ya, Pak. Ini saya. Azura, sekretaris Pak Danian. Kan Pak Danian yang telepon, masa lupa bahkan tanya ini siapa …?” “Suara kamu beda, makanya saya tanya!” sergah Danian yang kali ini terdengar mengomel tanpa membiarkan balasan Azura, jeda. Azura refleks diam. Baru ia sadari, suaranya memang menjadi sengau akibat kesedihan berikut tangis yang baru berakhir ketika ia memasuki lobi. Bahkan tadi, sopir taksi yang mengantarnya sampai kebingungan dan berbaik hati memberi Azura tisu. “Kenapa kamu masih belum sampai juga? Cepat datang. Saya kasih kamu kesempatan lima menit dari sekarang! Apa kamu mau langsung bikin surat pengunduran diri tanpa sepeser pun pesangon, dan justru bayar kompensasi?” Omelan Danian dari seberang dan sampai menjadikan pemecatan sebagai ancaman, sukses membuat Azura ketar-ketir. Pemecatan? Azura tidak mengharapkan itu terjadi apalagi jika ia juga sampai harus membayar kompensasi. Azura memiliki tanggungan besar, sedangkan bekerja di perusahaan Danian membuat Azura mendapat penghasilan yang bisa mencukupi tanggungannya. Dan kini, Azura refleks berlari memasuki lift. Azura yakin, suasana hati Danian sedang sangat buruk. Bisa fatal urusannya jika Azura sampai membuat kesalahan apalagi telat. Judul : Sekretarisku, Istriku
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN