TUJUH

1133 Kata
“Fi, kamu duduk aja dulu. Aku mau cari kunci buat kamar kamu ya. Kamu nggak usah sungkan, kamu tinggal di sini aja sama aku. Kebetulan aku tinggal sendirian,” ujar Nella—sahabat yang mengajak Fiona tinggal di rumah perempuan itu. Nella adalah perempuan yang sudah lama sekali menikah, tapi suaminya yang bertugas di luar membuatnya harus tetap mematuhi ucapan suaminya. Fiona mengedarkan pandangannya di ruang tamu yang begitu luas, ia tahu kalau Nella merupakan seorang pengusaha dalam bidang kosmetik. Temannya ini adalah seorang dokter kecantikan yang membuka klinik di tempat terdekat. “Apa kamu nggak masalah kalau aku tinggal di sini?” Nella yang baru saja turun dari lantai dua yang sekarang ini sedang bersama dengannya di ruang tamu. “Nggak, Mas Panji kan pulangnya satu tahun sekali, waktu cuti aja. Ketemu sama anak-anak. Jadi nggak apa-apa kok, mertua juga lepas tangan gitu sama urusan anak. Nggak pernah ikut campur, syukurnya mertua nggak pernah mau tahu apa yang terjadi di dalam rumah tangga. Kecuali kalau kami berdua bertengkar, karena tahu kalau kami jarak jauh gitu ya pastinya sering berantem kan,” Fiona bangga dengan temannya yang sudah menikah ini. Awalnya dia mengenal Nella dari kakaknya dulu, karena Nella adalah teman kuliah kakaknya yang juga pernah tinggal dengannya dulu ketika tinggal bersama dengan kakaknya di kos. Tapi sekarang malah perempuan itu yang membantunya ketika dirinya tidak punya siapa-siapa lagi. “Fi, aku boleh tanya sesuatu sama kamu?” Fiona menoleh ketika sedang ditanyai seperti itu. Dia pasti akan ditanya mengenai kehamilannya itu. “Gimana ceritanya kamu bisa di rumah sakit ibu dan anak? Aku nggak tega lihat kamu waktu itu terbaring. Aku kebetulan kan bawa Novan ke sana. Terus kita ketemu, siapa yang perbuat ini sama kamu? Apalagi dengar kamu yang pergi dari rumah,” “Kamu tahu Damian?” “Iya tahu, bos kamu kan? Kakak kamu pernah cerita sama aku,” “Iya, dia yang udah buat semuanya jadi gini. Aku sudah bilang sama Damian kalau dia nggak perlu tanggungjawab. Aku mau besarin mereka sendirian, aku sanggup, La. Aku bisa urus mereka berdua. Tapi Damian yang udah keterlaluan dia kasih aku obat untuk gugurin mereka berdua. Waktu udah ketelen gitu, dia minta aku keluarin. Entah dia nyesel atau gimana, tapi dia yang paksa aku minum itu. Sampai dia cekik aku,” “Pria b******n itu,” “Terus dokter bilang apa waktu kamu pendarahan terus siapa yang bawa kamu ke rumah sakit?” Fiona menceritakan kisah sedihnya yang langsung pergi ke rumah sakit ibu dan anak ketika dia sudah menelan obat itu. Dia mengemasi barang-barangnya lalu pergi dari tempat tinggalnya, menghindari Damian yang sudah sangat keterlaluan padanya. “Aku langsung pergi sendirian, terus dokter udah antisipasi kalau terjadi apa-apa langsung ngasih tindakan. Mereka nyuruh aku nginap aja di sana. Aku baru ngerasain sakitnya dan pendarahan sekitar jam dua dini hari. Disitu aku benar-benar nggak bisa mikir jernih lagi. Aku mikirnya mereka bakalan meninggal” Wajah simpati Nella yang melihat wajah sendu Fiona itu seketika memeluk perempuan yang sedang berjuang mempertahankan si kecil di dalam perutnya. “Dokter bilang mereka selamat tapi kan?” “Mereka berdua selama, La.” “Fio, orang tua kamu tahu kamu hamil?” Tentu saja orang tuanya tahu. “Mereka tahu, kebetulan kan aku sempat pulang. Terus waktu itu aku udah kasih tahu mereka kalau Damian nggak mau tanggungjawab. Di saat aku butuh bahu, mereka malah ngusir. Tapi aku nggak apa-apa kok, mereka nyuruh aku gugurin karena itu adalah aib,” “Kamu sama Damian pacaran?” Fiona menggeleng cepat. “Waktu itu Damian mabuk, dia mabuk terus tega lakuin itu,” “Astaga, Fi. Jadi kamu adalah korban?” Fiona menundukkan kepalanya. “Aku keluar dari perusahaan waktu dia ngirim uang. Itu udah cukup untuk biaya hidup sama anak-anak nanti. Sampai mereka berusia berapa tahun gitu.  Soalnya uangnya nggak dikit. Ada rencana setelah lahiran nanti aku mau cari kerja, aku mau pindah juga,” “Fi, sampai lahiran kamu di sini aja. Aku janji bakalan bantuin kamu. Jangan ke mana-mana dulu. Minimal kamu punya tempat tinggal untuk saat ini. Rumah ini terlalu besar kalau nggak ditingali sama orang banyak,” “Tapi kamu udah nikah, La. Nggak mungkin aku di sini,” “Fi, please ya. Jangan komentar apa pun. Aku cuman mau kamu sama anak kamu baik-baik aja. Minimal kamu udah bisa rawat mereka sendiri. kalau udah bisa rawat sendiri aku nggak apa-apa kok nanti semisal kamu mau ari tempat tinggal. Tapi untuk sekarang, biarin aku bantu kamu ya,” Fiona tertegun, keluarga sendiri membuangnya. Damian menyiksa fisik dan batinnya, tapi Nella malah membantunya. “Izin dulu sama suami kamu,” “Nanti malam aku telepon Mas Panji di depan kamu. Biar kamu percaya, aku benar-benar nggak bisa lihat kamu seperti ini, Fi. Damian udah keterlaluan banget sama kamu,” “Aku udah nggak masalah kak. Aku cuman mau hidup tenang sama mereka berdua sekarang,” “Damian nggak tahu kamu ngandung anak kembar?” “Dia tahunya waktu udah ngasih obat. Dia minta maaf,” Lelaki b******n. Rutuk Nella yang mendengar pengakuan Fiona tentang pria itu meminta maaf setelah berusaha membunuh darah dagingnya sendiri. Masih ada berapa pria di dunia ini yang tidak punya hati seperti Damian? Berdoa saja biar mereka punya derita yang tidak ada habisnya. “Ya udah kamu istirahat di kamar yuk! Kamu nggak usah lakuin banyak hal di sini. Cuman tinggal  di sini, terus temenin aku ngobrol. Temeni masak atau apa aja gitu. Yang penting kamu nggak boleh kerja dulu,” “Aku nggak bakalan kerja, La. Aku mau fokus untuk mereka dulu, lagian mereka sekarang lagi lemah-lemahnya. Aku nggak tega, aku nggak mau mereka kenapa-kenapa karena perbuatan mamanya,” Nella bangga pada sosok Fiona. Meskipun tidak sama sekali ada keluarga yang bersama dengannya. Dia memilih untuk membesarkan anaknya sendirian walaupun itu dengan risiko yang sangat besar. Fiona yang dasarnya sangat cantik, tapi masih ada pria yang menyia-nyiakan perempuan ini. Memiliki bos yang sangat keterlaluan itu. Apa yang mereka lihat? Apa karena Fiona adalah bawahan sampai Damian tega mencampakkan anaknya? “Fio, kamu kalau ketemu sama Damian suatu saat nanti. Kamu berusaha menghindar saja, karena sepertinya dia bakalan cari tahu tentang kamu. Apalagi dia bilang dia maaf sama kamu. Besar kemungkinan dia bakalan nyariin kamu,” “La, dia mau nyari pun nggak ada gunanya. Untuk apa juga dia nyari? Dia nggak ada hak kan? Aku udah nggak mau lagi punya urusan sama dia,” “Fio, aku suka sifat kamu yang tegas. Aku juga suka kamu yang nggak mudah untuk nyerah. Dan sekarang kamu lebih fokus untuk kandungan kamu ketimbang mikirin pria sialan itu,” “La, aku dengar dari teman kantor juga. Kalau Damian sempat nyariin aku waktu itu,” “Fio, nggak semua kesalahan itu layak diberikan maaf. Apalagi kesalahan yang telah ditimbulkan oleh Damian. Dia udah mencoba untuk bunuh anak kamu, dia udah nyakitin hati kamu. Dia juga nyakitin fisik kamu, dia ngasih kamu obat penggugur janin sampai kamu kesakitan itu udah sangat keterlaluan, Fio,” Karena tidak tega melihat adik temannya ini hidup menderita. Nella meneteskan air mata ketika melihat Fiona yang masih pucat dengan tubuhnya yang terlihat sangat lemah. “Ayo istirahat Fio. Kamu minum obat yang di kasih sama dokter. Terus kamu istirahat!” 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN