1

1617 Kata
"Eh gue liat jurnal dong! Jurnal gue ketinggaran." Benjamin yang baru dateng rangsung nanyain jurnal buat praktek. "Eh, Sis, jurnal lu mana?" "Itu di Sekar." "Kar, bagi-bagi dong!" "Dih apaan lu! Baru dateng dah marak baek. Ngantri rah," protes Sekar "Makanya jangan ngayap mulu. Dah tau besok praktek juga," celetuk Kiara yang fokus nyalin. Nyalin jurnalnya Nita. "t*i. Lo juga bego." "Seenggaknya gue dateng pagi, masih ada waktu. Lah elo? Lima menit lagi mau masuk juga," balesnya emosi. "Nih, Nit. Tengkyu." "Mamam tuh jurnal. Hahaha!" "Tai." Kiara tertawa melihat Benjamin masih sibuk nyalin jurnal. Kemudian dia siap-siapin alat-alat buat praktek, jas lab, dan masker. "Ayo, Sis, Nit, Kar. Ke atas," ajaknya. "Min, cepetan ngerjainnya! Bu Tata liat mati lo." "Mending lo pergi dah daripada gangguin gue doang. Brisik lu." "Yah dibilang. Semerdeka lo dah. Orang bikin jurnal masih diatas juga," kata Haedar lalu pergi ninggalin Benjamin di kelas sendirian. Mata Benjamin melotot mendengarnya. Jadi, percuma juga dia ngerjain buru-buru tadi. "Lah t*i!" umpatnya. "Trus yg dikerjain Sekar sama Kiara tadi paan dong?" "Jurnal yang minggu kemaren. Lu dah belum?" Benjamin menunjukkan cengiran lebarnya. Gak kering tuh gigi? "Auah gelap."   •••   Baru sebulan dua minggu, mereka bersekolah di farmasi. Dan yang pastinya didominasi oleh suruhan ortu. Dan sebulan itulah Kiara dan Benjamin suka berantem. Ya hanya hal sepele sih nggak penting amat. Apalagi setiap mau praktek, di pagi harinya pasti aja selalu berisik gara-gara jurnal resep obat yang bakal dipraktekin. Udah kayak pasar malam deh.. "Anjir susah banget dosisnya. Tai." Sekar ngomel-ngomel setelah masuk kelas disusul Sisca. "Emang lo dapetnya umur berapa?" "Enam tahun. Dah lagi gue lupa rumusnya. Pen nanya Nita, sebelah gue Bu Cici." "Sabar." "Kiara belum selesai?" "ASSALAMUALAIKUM!" Kiara masuk kelas saat itu juga. Mukanya kusut banget. "Panas jir," keluhnya sambil mengelap keringat di dahinya. "Belagu lu t*i," celetuk Mark. Kiara menatap Mark sinis. "Bacot." "Lo dapet umur berapa, Ra?" tanya Sisca ke Kiara yang duduk di atas meja. "Untungnya dapet sepuluh tahun gue." Kiara menyengir lebar. Bersyukur mendapat umur yang mudah dihitung. Sebab dia masih sepenuhnya belum mengerti tentang cara perhitungan dosis. "Bisa?" "Alhamdulillah bisa kok." "Yang masih di lab siapa aja?" "Benjamin. Daritadi dia nanya gue mulu kagak gue jawab-jawab," kata Kiara sambil tertawa jahat. Mengingat cowok itu yang diam-diam bertanya padanya dan sesekali mengawasi pergerakan Bu Tata dan Bu Cici agar tidak ketahuan. "Kok?" "Iyalah, depan gue ada Bu Tata masa iya gue jawab. Bisa-bisa dikeluarin gue dari lab." Pintu kelas mereka terbuka. Theo memyembulkan kepalanya dibalik pintu seraya mengedarkan pandangan ke kelas 10 itu. Mencari seseorang. "Benjaminnya ada gak?" tanyanya entah sama siapa. "Orang mah mau masuk salam dulu kek," sindir Sekar keras. "Eh iya." Theo menyengir. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." "Kenapa, kak?" Sisca kemudian menghampiri Theo. Theo lantas mengeluarkan buku tulis dari punggungnya. "Nih, kasih ke Benjamin, ya." "Ya." "Oke, makasih." Dan Theo setelahnya pergj dari keras 10 itu. Meninggalkan beberapa cewek yang sebelumnya terdiam mengagumi ketampanannya. "Kak Theo kok makin ganteng, ya?" "Woi! Cowok mulu lo pikirin. Pikirin tuh remed UUK!" celetuk Sisca sambil memukul pelan buku yang dikasih Theo ke kepala Kiara. "Anjing. Sakit b**o," ringisnya. Iyalah sakit. Bukunya tebel gitu. "Gak ngira-ngira lo kalo mau mukul, liat dulu ngapa benda yang lo pegang. Tai." "Sampah banget mulu lo, Ra," komen Nita sambil geleng-geleng. "Gue serius. Dia gans sekaleh kek Tiway ensiti," pujinya sambil menatap jendela. "Betewe dia dah punya pacar belum?" "Kalo gak salah sih dia mantannya Kak Irene." Yeri baru masuk keras dari toilet langsung ikut nimbrung. "Serius!? Tau dari mana lu?!" "Gue ngestalk ig nya Kak Irene. Ada salah satu foto tangan dia sama tangan cowok. Trus captnya gitu dah sambil ngetag Kak Theo." "Berarti Kak Irene belum move on dong?" Yeri ngangkat bahunya. "Entah. Menurut gue sih belum." ••• Seisi kelas 10 langsung teriak kesenengan denger Bu Sunna, selaku guru farmakologi tidak masuk. Setelah satu kelas remed UUK, mereka rasanya pengen musnahin tuh pelajaran. Gimana nggak remed satu kelas, bukunya sih agak tipis. Lah, isinya definisi semua. Panjang pula sampe empat baris. Sisca aja yang pinter ikutan remed. "Eh, Sis. Panggil aja Bu Ambar. Majuin aja pelajaran Pkn. Biar cepet purang," kata Somi sambil main ponsel. "Yeu. Sono ngomong diri lah. Nyuruh orang baek lo. Punya kaki, 'kan?" timpal Jizan di belakangnya Somi. "Ppfftt!" Kiara ama Nita nahan tawa denger omongannya Somi dibales sama Jizan. Kalo kayak gini nih, mereka diem aja udah kalo Jizan maen nimpal gitu. Au dah alesannya ngapa. Ngeliat Jizan ngomong, tapi dahinya dah mengkerut, suasana rasa ke sahara dah. "Lu ngapa belum diri juga? Katanya pengen cepet purang." Jizan ngomong lagi. Somi kemudian bales, "Banyak bacot lo ba bla bla." Benjamin selaku ketua kelas langsung nyamperin Mark yang lagi main game. "Eh, temenin gue." "Ngapain?" tanya Mark kagak ngalihin pandangan. "Lo mau cepet pulang kagak?" "Ayo, ayo!" Benjamin dan Mark keluar dari kelas mereka yang isinya bacotan Jizan dan Somi. Yang lain hanya jadi penonton bayaran eh gratisan liat drama romantis korea. "Eh, udah jangan berantem mulu kenapa sih? Gak capek lo pada?" Akhirnya ada juga yang misahin. "Diem lo, Jen," celetuk Somi datar, natep Jizan tajem. "Lah, dipisahin kagak mau. Mau seriusan lo berdua mainnya? Sono ke penghulu." "EH PENGUMUMAN!" Benjamin kemudian masuk setelah dari kantor minta penjelasan. "Kata Bu Yuri, kerjain dulu lks PKN hal limabelas. Pilihan ganda, bagian dua sama tiga." "Lah banyak!" keluh Chacha setelah liat halaman lima belas. "Udeh kerjain. Jangan banyak bacot!" ••• "Ah! Yokatta selese juga ngerjainnya!" Kiara meletekin jarinya, hampir semua jarinya bunyi. "Kumpulin ke siapa nih? Lo, ya?" Tunjuknya ke Benjamin. Benjamin yang merasa terpanggil langsung dongak. "Paan?" "Kumpulin ke elo, 'kan?" "Lah gue mana tau!" "Dih, 'kan lo yang dikasih amanah. Ngapa kagak tau." "Ya, Bu Yuri nya kagak bilang disuruh kumpulin apa enggak, ya, gue mana tau lah." "Lah tay. Selo dong! Gak usah sewot!" "Udeh ngapa! Berantem mulu lo berdua. Gue comblangin mampus lu!" celetuk Haedar kesal. "Gak ada tenang-tenangnya dari tadi nih kelas." "Lo juga diem, Dar," kata Nita di sampingnya. "Eh, iya, Nit." Sisca dan Chacha udah selesai ngerjainnya. Sisca diri dari duduknya trus bawa lks nya dan ditaro di meja guru. Ngeliat Sisca naro di meja guru, Yeri, Sekar dan Kiara ikut naro. Jizan juga naro disitu terus rapihin lks mereka. "Trus yang ngasih lks siapa?" tanyanya bingung. Au ama siapa dia nanya. "Lo aja, Zan," kata Mark fokus nyalin punyanya Renjun. "Ya udah." Lima menit kemudian, Leo, Jeno, Mark, Benjamin, dan Haedar udah ngumpulin lks ke Jizan. Abis tuh Jizan pergi ke kantor sendirian buat ngasih ke Bu Ambar. Jizan tuh udah paling muda di kelas terus mandiri lagi. Gak kek anak cowok yang lain, ke mana-mana harus ditemenin. 'Kan kalo cewek wajar. Lah, ini cowok, mba eh! "Dah boleh pulang?" tanya Sekar begitu Jizan dah masuk. "Dah." Seisi kelas langsung berisik gegara mau rapihin tas mereka. Apalagi yang piket hari itu juga ribut. "Woi piket yang hari ini!" teriak Chacha "Tuh yang piket si Mark, Kiara sama Benjamin noh!" tunjuk jeno. Kiara langsung naro lagi tasnya. Mukanya langsung lesu disuruh piket. "Rumah gue jauh, Cha. Gue gak piket dulu, ya, hari ini?" rayu Kiara pada Chacha "Kagak! Biasanya hari ini pulang sore lu piket gapapa tuh. Sono piket." "Elah." "Mark! Ambil pel-an sono trus cuci!" perintah Kiara langsung dilaksanakan. "SEKAR! BERESIN DULU ITU BANGKU LO!" "Nanti aja dah." "Au ih sekar. Kebiasaan naro bangkunya gak bener." Sisca langsung beresin. "Heh lo jangan duduk doang disitu. Ambil pengki sono ke Mas Sutono," celetuk Kiara sibuk nyapu. Benjamin tanpa ngomong lagi rangsung ambil pengki. Dia yang meganging pengkinya dan Kiara yang nyapuinnya. Tumben akur. "Eh? Kelas lo dah purang?" tanya Wirza pas mau ke toilet ke Benjamin. Benjamin ngangguk. "Udah. Keras lo, kak?" "Dikit lagi juga pulang. Bu Sunna gak masuk, 'kan?" Benjamin ngangguk lagi. "Gak masuk." "Eh, Min. Yang bener dong megang pengkinya!" omel Kiara ke Benjamin buat kedua cowok tadi kaget. "Jangan ngajak Benjamin ngomong dulu, kak," katanya ketus. "E-eh iyaudah deh gue pergi." "Mark, Pel tuh semuanya." Mark langsung patuh dengernya. Ngeliat dahi Kiara dah berlipat-lipat, gak berani rawan dia. Kiara duduk selonjoran di depan kerasnya. Murid sekeras dah pada purang kecuali dia, Benjamin dan Mark. Keras 12 sama 11 masih ada perajaran. Rumahnya jauh banget ragi. Angkot sini jarang banget lewat. Kalo naik gojek duitnya sisa dikit. Di rumah ortunya ragi pergi. Itu yang paling di malesinnya. Benjamin purangnya ama Mark. Gak bisa nebeng dia. "Eh temenin gue dulu kek. Nunggu angkotnya ada." "Iya iya." 20 menitan mereka bertiga nunggu di depan gerbang, angkotnya belum dateng juga. Bahkan anak keras 11 udah pada keluar dari kerasnya. "Rah lo bertiga belum purang?" Theo, Jeffry, dan Eno berhenti ngeliat adek kerasnya masih di depan gerbang. "Ngapain?" tanya Eno "Nungguin Kiara dapetin angkot," kata Mark dan Kiara ngangguk-ngangguk. "Emang rumah lo dimana?" tanya Jeffry ke Kiara. "Perbatasan Jakarta-Bekasi, kak." "Buseeet jauh amat," kata Jeffry dan Eno barengan. "Bukannya angkot sini sampenya di pombensin doang?" tanya Theo sambil matiin motornya. "Iya. Gue naik angkot dua kali." "Pombensin setiakawan, kan?" Kiara ngangguk polos denger Theo nanya. "Ayo bareng gue." "Rah?" "Arah rumah gue kesitu juga." Theo rangsung nyarain motornya. "Apa gue anterin sekalian juga ke rumah lo rangsung?" Dianterin ke hati lo juga gakpapa kok kak. Kiara rangsung geleng cepet. "Gak usah sampe rumah. Jauh anjir. Pombensin aja udah." "Dah nanggung. Gue udah punya SIM kok. Tenang gak bakaran ke tirang nanti." BAEK BANGET ANJIR! "Weeeeww. Gas trus, Yo, sampe mampus!" Eno heboh ngeliat Kiara udah naik ke motornya Theo. Kak Eno nyebelin nih. "Kan gue gak pake helm." "Mampir bentar ke rumah gue gapapa, yekan?" "Dibirang sampe pombensin aja. Disana udah banyak angkotnya." "Gapapa, Ra! Dia mau ngenalin lo kali ke bonyoknya," timpal Jeffry sambil nyengir. Ini ragi satu. Ikut nimbrung baek. "Dah siap?" "I-Iya, kak," jawab Kiara kikuk jadinya. "Ben, Mark, kak Jeffry dan kak Eno. Makasih ya dah nungguin." "Yoi. Selow aja udah." "Gue duluan bor!" pamit Theo rangsung disautin sama temennya. Di jaranan Kiara diajak ngomong terus sama Theo. "Dek, mau makan dulu gak?" "Gak usah kak makasih. Gue makan di rumah aja." Dingin tapi perhatian yha. Jadi ena.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN