“Lo liat kan tadi diruang osis, Na?”Tanya Utin begitu mereka kembali ke dalam kelas. Beruntung guru-guru sedang mengadakan rapat sehingga mereka leluasa untuk mengobrol. “Si Satria lagi ngelus rambut Putri, aduhh kok gue baper banget ya?"
Raina terkikik melihat reaksi Utin yang berlebihan. “Tin, kok lo kalau ngomongin mereka berdua heboh banget?"
Utin merengut. “Masa sih? Perasaan biasa aja,"
“Iya ah lo lebay! Apa jangan-jangan lo naksir Satria lagi?"
Wajah Utin merona, ia berpura-pura sibuk membereskan buku-bukunya di meja. “Enggak, ngaco ah lo Na!"
“Tuh kan ketauan.. Lo naksir Satria kan?"
“Apaan sih Na!"
“Eh tapi wajar aja deh dia kan ganteng,"
“Emang lo enggak naksir dia, Na?"
“Kalau naksir sih enggak, paling suka wajar aja sebagai fans. Dan lagi gue enggak terlalu tertarik sama hal gitu,"
“Jadi lo lebih tertarik sama apa, Na?"
Raina tersenyum lebar dan mengambil sesuatu didalam tasnya, sebuah buku. “Taraaa!!"
Utin mengambil buku yang ada di tangan Raina. “Chef Adnan? Buku resep masakan?"
Raina mengangguk. “Akhirnya gue bisa beli ini buku Tin, soalnya lumayan harganya mahal! Seminggu ngumpulin uang dari hasil jualan nasi kuning, eh kebeli juga."
“Lo naksir sama Chef nya? Ini kan chef muda yang suka nongol di TV tiap sabtu ya?"
“Gue bukannya naksir Chef nya, tapi gue tertarik sama resep masakan yang dia buat! Disini juga ada panduan buat pemula. Pulang sekolah gue mau coba buta tongseng daging, siapa tau bisa jadi menu baru di warung masakan Ibu."
Utin tersenyum menatap sahabatnya yang terlihat bahagia. “Lo kayak emak-emak Na,”Cibir Utin.
“Lah kan gue calon emak-emak,"
Utin menghela napas dan membaringkan kepalanya di atas meja. “Gimana pun juga perasaan gue ke Satria ga akan kebalas, Na. Apalagi liat Satria yang kayaknya sayang banget sama si Putri."
“Kok pesimis, Tin? Kalau kata gue sih sebelum janur kuning melengkung ya lo masih ada kesempatan. Yah seenggaknya biarin Satria tau perasaan lo, supaya dia bisa tau kehadiran lo.”Saran Raina mengelus punggung sahabatnya.
“Gitu ya Na?"
Raina mengangguk. “Percaya deh Tin, kadang mengungkapkan perasaan lebih baik dari pada memendamnya."
Seusai bel sekolah berbunyi, Raina dengan sigap membereskan bukunya dan bersiap menuju koperasi sekolah, untuk mengambil uang hasil penjualan nasi kuningnya.
Karena hari ini Utin ada piket kelas kelas sepulang sekolah, makan Raina seorang diri menuju koperasi sekolah.
“Assalamualaikum Ibu, mau ambil yang biasa.”Ucap Raina riang kepada Bu Ika, guru BK merangkap koordinator koperasi sekolah.
“Waalaikumsalam. Oh iya Na, tunggu sebentar."
“Habis enggak Bu nasi kuningnya?"
“Nyisa satu, Na.”Jawab Bu Ika sambil memberikan satu kotak nasi kuning. “Banyak yang request buat dibikin bentuk kartun lho, Na. Malah kemarin ada orangtua murid yang tanya harga. Katanya sih buat ulang tahun anak bungsunya,"
Raina menatap Bu Ika semangat. “Seriusan Bu?"
“Iya, katanya besok mau ke sini lagi. Nanti kalau jadi Ibu kasih tau ya. Harga nya gimana, Na?"
“Kalau pesennya banyak sih bisa di kurangi tiga ribu Bu."
“Oke deh nanti Ibu kasih tau. Oh iya ini hasil jualnya.”Bu Ika menyodorkan amplop putih kepada Raina. “Dihitung lagi ya, Na."
“Permisi nasi kuningnya masih ada?”Suara familiar menginterupsi pembicaraan Raina dan Bu Ika.
“Oh Satria, masih ada satu lagi. Kamu mau?”Tanya Bu Ika senang.
“Boleh Bu,"
“Na, kasihin nasi kuningnya.”Ucap Bu Ika kepada Raina.
Raina tersenyum senang dan memberikan kotak bento nasi kuning pada Satria. “Untung masih kebagian ya,"
“Berapa?”Tanya Satria.
“Delapan ribu lima ratus,”Jawab Raina.
Satria merogoh uang di sakunya dan memberikan selembar uang berwarna merah pada Raina.
“Oalah gede pisan. Enggak ada uang kecil? Kayaknya kembaliannya ga akan cukup,"
“Enggak apa-apa kembaliannya besok aja,"
“Eh jangan gitu! Bu Ika ada kembalian enggak?"
“Enggak ada Na, uang koperasi udah di setor.”Jawab Bu Ika.
Raina menatap Satria bingung. “Ambil aja deh Sat, enggak usah bayar da satu lagi ini."
Satria tersenyum kecil. “Kalau enggak salah di mobil saya ada uang receh. Gimana kalau kamu ikut saya ambil uangnya?"
“Hmm oke deh.”Raina mengikuti Satria berjalan menuju parkiran mobil.
Sesampainya di mobil Satria. Satria segera mengambil uang yang ia simpan di dalam dashboard. Senyum tak lepas dari bibirnya menatap Raina yang kini berada di sebelah mobilnya.
“Ini,”Ucap Satria memberikan uang sepuluh ribu kepada Raina.
Raina mengambil uang dari tangan Satria, lalu ia menyerahkan kembaliannya pada pria tampan itu. “Makasih ya."
Satria mengangguk. Matanya menatap Raina begitu lekat sehingga membuat Raina merasa tidak nyaman.
“Kalau gitu aku duluan ya, bye.”Pamit Raina.
Satria menatap punggung Raina yang kini berjalan menuju parkiran sepeda. Hatinya begitu bahagia karena bisa berinteraksi dengan gadis itu. Berbicara dengan Raina saja sudah membuatnya bahagia, apalagi memiliki gadis itu.