Bab 4. Alea Hamil

1191 Kata
Kendra menggelengkan kepalanya, berusaha menenangkan pikiran yang terus berkecamuk. "Tidak mungkin aku menghamili wanita yang ku tiduri," gumamnya. "Selama ini, aku selalu bermain aman." Dia menyandarkan kepalanya di meja, memejamkan mata sejenak untuk meredakan kelelahan yang terasa semakin berat. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sesaat sebelum Mutia kembali masuk. "Tuan Kendra, nanti malam Anda harus menghadiri acara ulang tahun Tuan Benjamin," ujar Mutia dengan suara tegas. Kendra mengembuskan napas pelan, lalu menutup hidungnya dan mendongak, menatap Mutia dengan mata lelah. "Aku tidak akan datang," jawabnya tegas. "Tuan Farhan berpesan agar Anda datang," lanjut Mutia, tidak tergoyahkan. Kendra menggelengkan kepala, "Ayahku tidak akan senang kalau aku datang." Mutia, tetap berdiri tegak, mengingatkan, "Tuan Benjamin akan menikah lagi jika Anda tidak datang di acara ulang tahunnya." Kendra menggebrak meja dengan keras, membuat Mutia terlonjak kaget. "Atur kedatanganku nanti malam," bentak Kendra. "Karena aku tidak mempercayai orang lain, kau mulai semena-mena, Mutia!" Diam-diam, Mutia tersenyum tipis. Rencananya memaksa Kendra untuk datang akhirnya berhasil. "Pakaian Anda untuk pesta nanti malam sudah disiapkan," ujarnya dengan nada riang. Kendra memutar bola matanya dengan malas, merasa terjebak. "Kamu sengaja memaksaku untuk hadir," katanya dengan nada datar. Mutia hanya tersenyum dan keluar dari ruangan Kendra. Sementara itu, Kendra kembali memejamkan mata, mencoba meredakan kegelisahannya. Namun, bayangan Alea tiba-tiba melintas di pikirannya, membuatnya membuka mata dengan cepat. Ia memukul kepalanya sendiri dengan frustasi. "Berhenti memikirkan sekretaris murahan itu," gumamnya dengan marah pada dirinya sendiri. Sementara di sisi lain, Alea memijat pelipisnya. Beberapa hari ini kepalanya sering pusing dan badan juga terasa lemas. Saat itu, pintu ruangan CEO terbuka, dan Kasandra keluar dengan wajah tersenyum. "Selamat pagi, Alea," sapa Kasandra dengan ramah. Alea menyambutnya dengan senyum, meskipun wajahnya pucat. "Selamat pagi, Bu Kasandra. Bagaimana kabar Anda?" Kasandra mengangguk, "Baik-baik saja, Alea. Terima kasih. Tapi, kamu terlihat pucat. Apa kamu tidak enak badan?" Alea mengangguk sedikit, "Iya, Bu. Saya sedikit tidak enak badan, tapi masih bisa bekerja." Kasandra menatap Alea dengan prihatin. "Kalau sakit, lebih baik kamu istirahat. Kesehatanmu lebih penting." Alea menggelengkan kepala, "Ada banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, Bu." Kasandra tersenyum tipis, memahami dedikasi Alea. "Baiklah, tapi jangan forsir diri ya. Oh, apa Farhan sudah memberikan undangan ulang tahun ayahku kepadamu?" Alea mengangguk, "Sudah, Bu. Saya akan datang." Kasandra terlihat senang, "Bagus sekali. Senang mendengarnya. Sampai jumpa di sana nanti." Setelah itu, Kasandra pergi, melambaikan tangan dengan ramah. Alea kembali duduk dan memijat pelipisnya. Pikirannya berputar, mencoba mencari tahu apa yang salah dengan tubuhnya. "Apa mungkin aku akan datang bulan?" pikirnya, mengingat badannya yang lesu dan mood yang berantakan. *** Malam akhirnya tiba. Kendra mencoba mengumpulkan niat, menyiapkan dirinya untuk acara malam nanti. Ia merasa enggan, tapi tahu bahwa menghadiri acara ulang tahun ayahnya adalah kewajiban yang tak terhindarkan. Setelah beberapa saat, ia akhirnya berdiri dari kursinya dan melihat pakaian yang sudah disiapkan oleh Mutia. Pakaian itu tampak sempurna, tapi Kendra merasa enggan untuk mengenakannya. "Entah, ayah akan membuat masalah apa lagi malam ini," gumamnya sambil menghela napas panjang. Ia memasuki kamar mandi dan membasuh wajahnya, berharap rasa mual dan pusing yang ia rasakan dapat berkurang. Namun, rasa mual itu justru semakin kuat saat ia mencium parfum yang biasa ia gunakan. "Apa yang terjadi padaku?" tanyanya dengan frustasi. Kendra membuang botol parfum kesukaannya ke dalam tempat sampah. Ia benar-benar tak tahan dengan aroma itu. Kendra melepaskan pakaiannya dan berganti dengan baju yang lain. Memilih menggunakan kemeja biru muda dengan celana jeans hitam, Kendra tampak sangat berbeda dengan dirinya yang terbalut setelan kerja. Setelah merasa dirinya siap, Kendra berjalan keluar dari apartemen. *** Malam itu, di acara ulang tahun Tuan Benjamin, suasana meriah dengan tamu-tamu yang berdatangan. Kendra tiba dengan tampang datar, berusaha menahan rasa mual yang masih. Ia disambut oleh kakak iparnya, Tuan Farhan, yang terlihat senang melihatnya. "Akhirnya kamu datang, Kendra," ujar Farhan dengan senyum lebar. Kendra hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. Matanya mencari-cari sesuatu, membuat Farhan terheran. "Ada apa, Ken?" tanya Farhan. "Apa sekretarismu akan datang?" tanya Kendra balik, tanpa sadar. Farhan tentu saja mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari adik iparnya itu. "Kenapa kau mencari sekretarisku?" Menyadari dirinya telah salah berucap, Candra menggelengkan kepala dan merawat ucapannya, "Maksudku, sekretarisku. Aku menitipkan hadiah untuk ayah kepadanya. Kalau dia tidak terlihat, bagaimana aku akan memberi ayah hadiah?" Farhan tertawa mendengar itu. "Ayah akan senang kalau kamu datang. Dia tidak mengharapkan hadiah yang lain." Kendra yang mendengar ucapan kakak iparnya itu menatap dengan tatapan penuh curiga. "Apa yang sebenarnya kalian rencanakan?" Farhan kembali tertawa dengan renyah. "Pantas saja perusahaanmu bisa berkembang dengan begitu pesat. Benar, kau memiliki kepekaan yang tinggi. Bagus, pertahankan itu!" Tak lama kemudian, terlihat Tuan Benjamin datang bergandengan dengan Kasandra. Di samping ayah dan anak itu, ada seseorang yang kehadirannya mengalihkan atensi Kendra. Alea hadir dengan gaun berwarna biru muda. Tampak sederhana, tapi sangat anggun. Bahkan, kehadiran Alea tanpa sadar telah membuat Kendra sama sekali tak berkedip. "Ini dia anak nakalku. Setelah lari dari rumah, baru kali ini dia datang." Tuan Benjamin menyindir Kendra. "Kalau aku datang hanya untuk menjadi bahan olok-olok, lebih baik aku kembali saja ke apartemen." "Tidak! Jangan! Ayah menyiapkan acara ini khusus untukmu," sela Tuan Benjamin. "Benar, Ken. Ayah sudah menyiapkan acara ulang tahunnya sendiri khusus menjadi acara pertunanganmu." Mendengar kata pertunangan dari bibir Kasandra, Kendra sontak saja terkejut. Matanya langsung beralih pada sekretaris Farhan itu. "Pertunangan siapa?" tanya Kendra. "Tentu saja pertunanganmu. Ayah akan menjodohkan kamu dengan anak dari rekan bisnisnya. Usia kamu sudah tiga puluh tahun dan sudah saatnya kamu membangun komitmen, tanpa harus berkeliaran malam dan menjadi penjelajah ranjang," sindir Kasandra, membuat Kendra mendengus. "Kakakmu benar. Kau tidak akan berkeliaran lagi setelah punya istri. Kau akan sembuh dari penyakit casanova itu!" tegas Tuan Benjamin. Tatapan mata Kendra terfokus pada Alea yang sama sekali tidak bereaksi atas berita pertunangannya. Entah kenapa, Kendra sangat berharap Alea berkata sepatah kata untuk menentang itu. Namun, Kendra menggelengkan kepala. Ini tidak ada hubungannya dengan gadis itu. Sementara Alea yang mendengar berita tentang perjodohan itu pun sama terkejutnya. Dalam hati, ia merasa tidak nyaman dengan hal itu. Namun, Alea tak menganggap dirinya cemburu. Berpikir bahwa badannya yang tidak enak, juga bisa mempengaruhi perasaan. Hingga mendadak, kepalanya terasa berkunang-kunang. Alea memegangi kepalanya yang terasa berat, sebelum akhirnya ia jatuh dan pingsan. Suasana mendadak riuh dengan pingsannya Alea. Farhan dengan cepat mengangkat tubuh sekretarisnya itu dan membawanya ke dalam kamar, diikuti dengan Kasandra yang juga tampak cemas. Sementara Kendra, ia hanya diam membeku melihat Alea jatuh pingsan. Perasaannya tak menentu dan tubuhnya gemetar. Hingga kemudian, isakan lirih darinya terdengar. "Kenapa aku sedih melihatnya pingsan?" kata Kendra dengan bingung. "Tuan, ada apa?" tanya Han membuat Kendra terkejut dan segera mengusap air matanya. "Tidak ada!" tukas Kendra yang kemudian duduk di kursi. Sementara di dalam kamar, salah satu keluarga Tuan Benjamin yang kebetulan seorang dokter, sedang memeriksa kondisi Alea. "Kak Kasandra. Apa ada suami dari nona ini?" tanya Dokter Karin. Kasandra menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, Rin. Alea belum menikah. Ada apa? Apa terjadi sesuatu yang buruk?" Karin menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, Kak. Hanya saja, dia sedang hamil." "Apa?!" pekik Kasandra dan Farhan bersamaan. "Itu tidak mungkin, Rin." "Itu yang bisa aku katakan, Kak. Untuk lebih jelasnya, bisa periksa ke dokter ahli. Aku yakin, dia memang hamil." "Alea hamil?" pekik Kendra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN