Pemuda itu memaku dengan kedua tangan mengepal erat. Pandangannya terpaku pada tanah yang masih basah, juga nisan yang berdiri tanpa goyah. Mengeja nama di sana membuat ngilu yang coba ia redam kembali menyeruak. Nama yang pernah menjadi alasan untuknya mengenal perjuangan. Nama yang pernah menghancurkannya menjadi kepingan. Nama ... yang sekali lagi berhasil menjatuhkan ia ke dasar dari sebuah kesakitan.
"Maaf ... gue belum bisa kasih apa yang seharusnya gue kasih ke lo. Maaf belum bisa bahagiain lo. Maaf, karena selama ini, gue belum bisa nepatin janji gue buat bahagia."
Pemuda itu menarik napas panjang kemudian memejam. Getar luar biasa dalam penggalan kalimatnya cukup membuktikan adanya siksa yang coba ia tahan. Sudah lama, tapi luka itu masih sangat basah dan menyakitkan.
Pemuda itu kembali diam dan sekali lagi merapalkan doa untuk jiwa yang telah tertidur tenang. Beberapa saat, sampai dia kembali membuka mata lalu bangkit.
Iris pilunya menatap nisan itu lagi, kemudian berbalik dan mulai melangkah pergi. Membiarkan luka itu tertinggal di sana bersama kilasan memori yang akan tetap abadi. Sampai nanti ... ketika waktu mempertemukan mereka kembali.