After Married 21

1360 Kata
Selama dia bekerja di perusahaan, ini pertama kali nya dalam hidup Susi dan ketiga sahabat nya mengikuti kerja bakti yang entah siapa merencanakan nya tapi benar-benar membuat ke-empat orang itu tak berhenti mengeluh. Bahkan yang mereka lakukan sejak tadi hanya lah berdiri, sesekali memerintah pekerja lain nya untuk mengambil air minum dan makanan yang telah di sediakan oleh boss mereka, siapa lagi jika bukan Ari. Menyebalkan, begitu lah kira-kira batin Susi menggerutu. Seharus nya hari minggu adalah waktu nya mereka untuk bersantai di rumah, melakukan apapun yang bisa menghilangkan rasa jenuh. Tapi lihat sekarang? Pria itu bahkan hanya duduk di bawah payung sembari memainkan ponsel yang semakin membuat panas hati Susi melihat nya. Kembali pada beberapa jam lalu sebelum mereka berkumpul di sini, Susi sempat kesal dengan Ari karena pria itu terus menggoda nya padahal pria itu sangat tahu jika saat ini Susi sedang sakit gigi yang membuat denyutan di kepala nya semakin terasa. Lalu dengan lantang dia mengatakan jika Ari harus mencari kegiatan lain selain dari mengganggu nya, pria itu langsung terdiam kemudian menelponi seluruh karyawan lalu mengumpulkan mereka semua di halaman kantor tanpa terkecuali, termasuk Susi sekali pun. Perempuan itu tak habis pikir kenapa suami nya memiliki kecerdasan yang luar biasa sehingga ketika ia meneriakkan penuh rasa kesal agar mencari kegiatan bermanfaat maka di sinilah mereka berakhir dengan segala peralatan kebersihan, wanita itu tak henti menahan sakit dan nyeri di pipi kanan nya sambil menahan mulut nya agar tidak menyumpahi lelaki itu. walau bagaimana pun, Ari sekarang telah menjadi Suami nya. Apapun yang terjadi pada lelaki itu pasti akan melibatkan diri nya juga, jadi Susi harus belajar menahan umpatan yang siap meluncur. Benar-benar tidak memiliki rasa kemanusiaan! Dasar boss sialan, kampret sialan! Goblok! Punya suami bangke! "Aish. Dasar boss kampret sialan!" Susi mengacak rambut nya kesal karena tak bisa mengeluarkan kata-kata kasar pada lelaki itu, kepala nya ikut merasakan nyeri karena terus memikirkan cara apa yang pantas untuk membalas perbuatan Ari sekarang. Tingkah nya yang aneh membuat kedua orang di samping nya pun kebingungan. "Mbak Sus, sehat kan? Gue ngeri kalo udah begini, udah lama banget gak liat mbak atraksi soal nya." Winda bicara sangat pelan namun mendapat tatapan bengis dari mantan sekretaris boss tersebut. Apa? Susi memang mantan sekretaris, naik jabatan menjadi istri kan? "Gue mau cekek orang! Sekarang juga!" Balas Susi dengan mengalihkan pandangan nya pada sosok Ari lagi. "Kalian berantem?" Tanya Rani pelan, demi keselamatan diri mereka agar tidak ikut terseret. Aura orang yang sedang bertengkar memang selalu tak terlihat tapi percaya lah jika tatapan yang terpancar dari kedua mata Susi menunjukkan kalau dia sangat ingin menendang selangkang suami nya. "Kalo di liat sih, mereka gak berantem. Mungkin karena punya pak boss cepat layu maka nya mbak Sus kesal. Tissu magic kayak nya gak mempan, mungkin Blue Moon atau Foredi bisa membantu masalah ranjang kalian?" Winda dan Rani menahan nafas mereka ketika melihat sorot tajam yang terpancar dari mata Susi, dua kali lipat lebih menyeramkan dari sebelum nya. Kedua gadis itu saling menatap, saling memberikan isyarat agar memberi pelajaran untuk lelaki gempal itu. PLAK!  Mereka berdua kompak memukul bahu Arifin sambil tertawa penuh keterpaksaan, mendelik sadis penuh peringatan. Winda mendekatkan kepala nya ke telinga Arifin sambil membisikkan sesuatu. "Lo kalo mati, jangan sekarang g****k! Utang lo belom lunas sama gue." Arifin menoleh ke wajah Winda menaikkan sebelah alis nya. "Sejak kapan gue punya utang sama lo? Perasaan gak ada!" Seru nya tak terima, mengabaikan tatapan Susi yang bertambah kesal. Bangke bener teman kayak gini. "Heh buntelan, lo belom bayar utang mobil mogok yang mengharuskan gue jalan kaki dari monas sampe ke rumah. Jangan pura-pura meninggal ya lo, pakek acara gak sadar diri pula." "Eh mak lambe, itu bukan salah gue. Udah di bilang gak usah ngikut, ngapain lo masih mo ikut gue? Kenapa jadi gue yang harus bayar utang, gak ada gak ada! Mampus mampus dah." "Si bangke! Lo udah janji sama gue Arifin buntelan kentut woi, gimana sih?!" "Bodo amat, emang gue peduli! Lagian lo yang ngintil kemana gue pergi, ribet idup lo nyet!" "Heh si asshhh.. " "DIAM!!" Teriak frustasi Susi karena mendengar perdebatan bodoh kedua sahabatnya itu dengan nafas terengah, belum hilang kekesalan nya di akibatkan Ari kini semakin bertambah beban nya. "Lo semua diam! Mau gue kawinin lo berdua hah?" Rani menundukkan wajah mendengar perkataan Susi, menahan tawa. Sedangkan Winda dan Arifin saling membelakangi karena tak terima ucapan Susi. Yang benar saja! Meski pun Arifin pria terakhir di muka bumi, Winda lebih memilih untuk tetap menjadi perawan tua. Sebenarnya dia memiliki pacar, tapi hubungan mereka sedang berada di ambang kehancuran. Cih! Memuakkan menemani lelaki itu dari nol, lalu setelah berhasil dengan seenak nya meminta putus tanpa sebab. Arifin hanya memandang wajah Susi namun tak mengatakan apapun. Baru saja Susi hendak bersuara lagi tetapi harus tertahan karena teriakan yang berasal dari jalan depan perusahaan mereka. Membuat ke empat orang itu segera menengok untuk mencari tahu yang sedang terjadi. "Ada apa?" Tanya Ari yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang perempuan itu, Susi mendelik tak suka namun tetap menjawab pertanyaan suami nya. "Tidak tahu." Singkat padat dan kurang jelas. Karena penasaran apa yang terjadi di luar sana, Ari berjalan meninggalkan Susi yang terdiam namun tak mengalihkan sedikit pun mata nya melihat Ari. Mengikuti langkah pria itu, Susi melirik kesana-kemari hingga ia melihat dengan jelas seorang pencopet sedang di hajar masa. Namun bukan itu yang membuat nya terdiam, sosok Kartini yang lagi-lagi berdiri di sebelah Ari  membuat darah nya seketika mendidih. Rangkulan tangan Ari pada bahu Kartini melukai hati Susi, merampas semua kesadaran yang ada. Dengan cepat ia berjalan menuju ke arah dua orang itu tanpa memperdulikan bahwa sekarang bukan waktu yang tepat untuk menunjukkan ketidak terimaan nya atas sikap Ari. Hingga sesuatu yang sangat mencengangkan semua orang pun terjadi. PLAK! "SUSI! APA YANG KAMU LAKUKAN HAH?" "APA? Memang nya apa yang aku lakukan? Bukan kah wajar aku menampar seorang perempuan yang berani menggoda suami ku sendiri?!" Kartini hanya terdiam, merasakan nyeri dan perih di kulit pipi nya akibat tamparan keras dari Susi. Bukan kah saat ini dia sedang menjadi korban? Susi menatap nya penuh kebencian, bohong kalau sekarang dia tidak merasakan apapun saat melihat sorot dingin yang terpancar dari kedua mata wanita di hadapan nya ini. Ia begitu muak dan tidak terima atas sikap Kartini waktu itu, dia kesal karena begitu mudah nya Kartini membuat Ari menampilkan raut kekaguman saat menceritakan kinerjanya. Susi marah, marah karena anting-anting yang terjatuh dari kemeja suami nya tanpa menemukan apapun. Ari menatap tak percaya wajah wanita yang sudah menjadi istri selama hampir dua bulan ini, merasa kalau dia tidak terlalu mengenal sosok Susi. Wanita itu tidak terlihat seperti Susi-nya yang penuh pengertian, yang tidak akan menyimpulkan sesuatu tanpa tahu kebenaran, semua nya terasa sangat jauh bagi Ari. "Kamu benar-benar kelewatan, kamu gak bisa sembarangan menampar seseorang tanpa tahu apa yang sedang di alami nya?!" "Apa sekarang kamu membela nya lagi?" Pertanyaan yang membuat Susi semakin muak dengan rasa cemburu dan sakit yang memenuhi pikiran. "Ya, aku membela nya karena dia tidak melakukan kesalahan apapun!" Wanita itu tersenyum kecut memandang wajah Kartini, rasa jijik terhadap orang yang telah menjadi duri dalam rumah tangga nya tiba-tiba saja tumbuh. Ia melihat tangan Ari yang masih setia merangkul bahu rival-nya itu, kemudian mengalihkan pandangan kesamping. "Baiklah, kamu mungkin lupa tentang permintaan ku untuk jangan pernah d.e.k.a.t dengan dia lagi. Tapi sekarang kamu merangkul nya tanpa beban!" Susi menghirup oksigen sebanyak mungkin demi menghalau cairan bening nan hangat yang akan segera mengalir dari kedua mata nya, menatap langsung kedua manik mata Ari. "Aku. . Pulang! Tidak perlu mengatakan apapun, karena saat ini aku sedang tidak ingin mendengarkan nya. Urus saja dia dengan baik!" Semua orang yang melihat dan menyaksikan kejadian itu, hanya bisa menatap tak percaya pada Susi. Bahkan mereka tidak tahu harus bereaksi seperti apa setelah kejadian tak terduga ini, namun jelas Ari tahu kalau Susi memang telah banyak berubah. "Pak. ." "Jangan katakan apapun, saya tidak ingin mendengar nya! Arifin akan mengantar kamu ke rumah sakit untuk menjahit luka mu." Arifin mengambil alih merangkul Kartini dan membiarkan Ari pergi tanpa memandang siapapun yang berada disini. Syok! Itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan seperti apa wajah-wajah mereka sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN