gadis hitam dan tukang selingkuh
[PENTING!]
[Pembaca bisa langsung loncat ke chapter 6 kalau mau langsung ke inti cerita karena chapter 1-5 adalah penjabaran masa lalu Anna]
**
Ini cerita tentang Anna Jovanka dengan segala sifat anehnya. Tidak ada yang bisa menebak seperti apa sosok Anna sebenarnya. Tapi bukan, ini bukan cerita misteri. Hanya saja Anna Jovanka tidak bisa didefiniskan.
Ia tumbuh dari didikan nenek dan kakeknya yang tak pernah membuatnya kekurangan uang ataupun kasih sayang. Terpisah dengan orang tua bukan berarti ia harus merasa sedih dan galau. Ia malah bersyukur karena ia tumbuh disana daripada harus satu rumah dengan orang tuanya yang sering bertengkar.
Dia sosok penurut. Saking penurutnya, sewaktu ia kecil, ia selalu disuruh-suruh oleh teman yang lain. Ia harus selalu mengalah pada saudara sepupunya. Ia tak bisa melawan ketika orang-orang mengatainya dengan sebutan sapu ijuk karena ia kurus ceking, hitam, dan jelek.
Padahal, dibalik sifat pemarahnya yang tak pernah ia keluarkan ke permukaan, dia memiliki hati yang lembut. Sosoknya penyayang, sangat sensitif, dan mudah kasihan. Seperti ketika ia harus berpisah dengan teman dekatnya yang bernama Lena Devita di sekolah dasar, ia menangis sehari semalam meminta nenek— yang biasanya ia panggil dengan sebutan ibuk, untuk mendaftarkannya pada sekolah yang sama dengan Lena.
Beruntung, neneknya tak menuruti permintaan Anna kala itu, karena jika ia memilih satu sekolah dengan Lena, ia tak akan masuk SMP favorit yang dipilihkan oleh ibuk. Dimana dari sanalah, ia mulai mengenal laki-laki tampan dan kisah cinta yang indah.
Dua tahun bersekolah di SMP kebanggaan Kota Batu, tak banyak hal menarik yang bisa diceritakan Anna selain ia jadi korban bully, ia yang suaranya tak pernah didengar, ia yang disepelekan, ia yang jadi bahan leucon teman satu kelasnya, sampai akhirnya ketika ia naik kelas ke tingkat terakhir di SMP, Anna pikir sudah cukup selama ini ia direndahkan. Pikirannya mulai diisi hal-hal jahat untuk membalas dendam. Berawal dari ia yang mulai berani mengajak berinteraksi adik kelas yang punya popularitas dan ketenaran, Anna mulai membentuk sebuah geng yang isinya dia dan beberapa adik kelas perempuan yang 'famous'. Lalu keinginannya tercapai dalam waktu dua atau tiga bulan setelahnya. Anna mulai dikenal dimana-mana. Tidak ada yang tidak tahu Anna. Walaupun Anna masihlah Anna yang hitam, jelek, dan kurus kering, tapi ia punya sohib dimana-mana.
Jangan tanya mengapa adik-adik kelasnya yang berrambut badai, berkulit glowing, dan sangat cantik itu mau berteman dengan Anna karena Anna tidak tahu jawabannya. Mungkin, tebakan Anna, mereka awalnya takut menolak. Secara Anna adalah senior sedangkan mereka siswa baru.
Terakhir Anna ingat, ia hanya pernah menyukai laki-laki tanpa disukai balik. Itu saat ia duduk di sekolah dasar. Ia menyukai teman satu bangkunya yang bernama Iyan. Devyan, nama lengkapnya. Tapi selama enam tahun menyukai, lelaki manis dengan lesung pipi itu tak pernah meliriknya bahkan satu kalipun.
Tapi keajaiban datang ketika ia sudah berhasil membawa namanya dikenal banyak siswa. Ada satu laki-laki yang tiba-tiba saja— tak ada angin tak ada hujan— menitipkan salam untuknya lewat Terry, salah satu adik kelas yang tergabung dalam gengnya.
"Mbak, dapet salam dari temen sekelasku."
Aku dengan tampang bloon, karena tak pernah sekalipun mendapat titipan salam seperti ini, otomatis mengernyitkan dahi. "Hah? Cewek?"
Terry menggeleng. "Cowok."
Baru pertama kali berada di situasi ini, aku yang sudah lima belas tahun jomblo itu langsung deg-degan. Dengan tak tahu malunya, aku dengan semangat bertanya. "Siapa namanya?"
Gadis putih dengan rambut lurus yang kuakui sangat-sangat cantik itu menjawab. "Satria. Satria Pinaringan."
Lalu mulai hari itu, aku selalu berusaha mencari tahu tentang Satria Pinaringan tanpa membuat orang penasaran mengapa aku tiba-tiba bertanya tentang brondong. Seperti ketika aku berada di lab komputer dengan teman dekatku di kelas yang namanya Nina, ada sekumpulan adik kelas ber-badge 7C yang melewati kelasku. Karena aku ingat bahwa Terry juga 7C, aku langsung menyenggol siku Nina, membuatnya terganggu karena teman mungilku itu sedang makan pentol diam-diam.
"Eh, Nin, pernah denger Satria Pinaringan, gak?"
Nina menoleh dengan tatapan heran. Mungkin bingung karena ini pertama kalinya aku membicarakan laki-laki. Tapi tanpa bertanya ada apa, Nina dengan santainya langsung menunjuk salah satu adik kelas laki-laki di depan. "Itu! Yang itu namanya Satria!"
Aku dengan cepat menolek dan mencari pada arah telunjuk Nina. Entah kebetulan atau tidak, lelaki yang kata Nina adalah Satria itu sedang terang-terangan menatapku. Aku terhenyak. Langsung tak bisa bergerak dan berkata-kata. Dengan wajah jahilnya, Satria melambaikan tangan padaku dengan senyum manis di bibirnya.
Ah, Tuhan, indah sekali jatuh cinta.
Perasaanku semakin menjadi-jadi dari hari ke hari. Padahal kalau dipikir-pikir, Satria dan aku jarang bertemu, apalagi di beri perhatian. Tapi setiap pagi, sore, dan malam, wajah Satria kala itu selalu berputar-putar di kepalaku.
Hingga suatu malam, ketika aku asik mendengarkan lagu One Direction— band favoritku yang menjadi nomor satu di dunia itu— aku mendapati notifikasi masuk dari aplikasi BBM. Disana tertera bahwa ada satu pin yang memintaku untuk menerima pertemanan. Aku tak tahu bagaimana bisa tiba-tiba hatiku senang, seperti punya firasat bahwa itu dari Satria.
Tapi sepertinya aku punya bakat sebagai cenayang. Karena beberapa detik setelah ku terima, satu pesan masuk muncul. Aku buru-buru membuka foto profilnya. Dan, tada! Benar sekali tebakanku.
Satria Pinaringan : Ping
Dengan senyum berkenbang di bibir, aku segera membalas pesannya. Kami saling mengirimi pesan satu sama lain sampai beberapa jam kemudian. Lalu ketika tiba-tiba simbol centang satulah yang kudapat, yang artinya Satria meng-non-aktifkan data selulernya, aku mendengus. Dengan iseng, aku melihat foto profilnya lagi. Dan alangkah terkejutnya ketika fokusku tidak pada foto itu melainkan status yang Satria pakai ; 'Bella Candrika' dengan emotikon cinta dibelakangnya.
Seketika ada emosi yang menyelinap di hatiku. Apa-apaan ini? Mengapa Satria selama ini bersikap seolah-olah menyukaiku hingga mengirim salam dan sepuluh detik yang lalu menanyakan apakah aku sudah makan, ternyata ia memiliki kekasih?
Hatiku sakit. Aku benci Satria.
Tapi rasa benci itu tak lebih besar dari rasa yang berkobar dijiwaku ketika esok hari, pagi-pagi sekali, pesan masuk dari Satria yang mengucapkan selamat pagi padaku. Ku akui aku jahat. Dengan segala sesuatu yang sudah kutahu bahwa Satria memiliki kekasih dan aku tak boleh mengusik lelaki brondong itu, nyatanya aku malah mengacuhkan resikonya. Aku terus memperuangkan Satria. Kukerahkan semua usahaku agar Satria bisa berpaling dari Bella dan menjadi milikku seutuhnya.
Sampai suatu hari, tiba-tiba seseorang dengan nomor telepon tak dikenal, menelponku malam-malam. Aku tak mengangkatnya. Takut kalau itu teror atau jangan-jangan malah hantu. Kemudian siangnya, ada dua adik kelas perempuan yang menghampiriku di aula sekolah.
"Mbak Anna, ya?"
Aku mengernyit. Jelas tak suka dengan kehadirannya yang tiba-tiba menginterupsi kegiatan bergosipku dengan teman-temanku disana. Kulirik badge nama di depan dadanya. Aku langsung manggut-manggut. Oh, yang ini Bella Candrika? Cantik, sih. Pikirku waktu itu. Apalagi aku memang hitam dan buluk, jadi kuakui Bella dengan kulit berwarna kuning langsat dan t**i lalat si sudut bibir itu tergolong perempuan cantik.
"Iya. Ada apa?"
Aku sok-sokan bertanya. Padahal dalam hati, aku sudah bisa menebak bahwa dua adik kelas didepanku ini sedang menahan emosinya karena ingin memakiku yang telah bertukar pesan dengan Satria setiap hari tanpa diketahui Bella.
Lalu apa yang menjadi tebakanku berjalan seratus persen benar. Disana, di aula sekolah pada pukul empat sore, dengan hujan gerimis yang jatuh dari langit, aku dan Bella bertengkar. Tak banyak yang kuingat selain Vannya, teman Bella yang ia bawa kesana, adalah perempuan tercerewet yang menjengkelkan.
"Mbak Anna, tuh, kakak kelas. Harusnya bisa ngasih contoh yang baik buat adik kelasnya. Bukan malah kayak gini kelakuannya!"
Aku tak bisa menampik yang satu itu. Tapi jelas saat itu aku tak mau mengalah. Aku tak ingin kalah dan tak mau mengalah. Jadi ketika Satria yang sepertinya baru selesai ekstrakulikuler sepak bola itu muncul di aula dan menghampiri kami dengan wajah panik melihatku dan Bella berhadap-hadapan dengan emosi di mata kami yang tak bisa kami sembunyikan, aku menujuk wajah Satria dengan telunjukku.
"Tanya sendiri ke pacarmu. Siapa yang sebenarnya memulai hubungan di antara kami!" Aku balas berteriak pada Bella yang sedari tadi menyudutkanku.
Sesakit hatinya aku ketika mendapati nama Bella di status BBM Satria, aku tak pernah sesakit hati saat mendengar jawaban Satria kala itu.
"Hah? Anna Jovanka? Siapa? Aku gak pernah kenal kamu!" Kata Satria dengan menatap mataku angkuh. "Mendengar namanya saja baru sekarang!" tambahnya.
Bisa kulihat seringai tercetak jelas di wajah Bella dan Vanya, dan sore itu, aku lah pecundangnya. Di depan mata kepalaku, aku melihat jelas bagaimana Satria menggenggam tangan Bella dan mereka berdua— bertiga dengan Vannya, melangkah keluar gerbang sekolah. Meninggalkanku yang masih tak percaya dengan sifat asli Satria yang suka membolak-balik fakta.
Tapi itu tak seberapa, karena seminggu setelahnya, aku mendengar kabar bahwa Bella dan Satria sudah putus. Lalu keesokan harinya lagi, aku mendapat pesan masuk dari Satria yang mengajakku untuk menghabiskan malam minggu bersama. Tentu aku tak menolak karena jujur saja, perasaanku pada Satria masih sama besarnya sekalipun berondong itu pernah menyakiti hatiku. Tak apa, ayo panggil aku bodoh karena nyatanya aku memang t***l sekali mau saja didekati oleh lelaki yang kemarin baru saja mempermalukan wajahku didepan mantan kekasihnya. Segala alibi cinta, ciih.
Pertama kalimya selama lima belas tahun aku hidup di dunia, sabtu malam kala itu kuhabiskan dengan laki-laki yang menyukaiku. Kamu berjalan kaki mengelilingi alun-alun Kota Batu, bercengkrama bersama, bercanda tawa, semuanya terasa indah.
Pertama kali bagiku bisa menyandarkan kepala pada bahu laki-laki.
Tapi bahagiaku tak berhenti disana. Karena malam setelah kami berpisah di depan gang rumahku, Satria memintaku untuk tidak tidur dulu sebelum jam menujukkan pukul 00.00. Hobiku yang gemar membaca novel cinta-cintaan dari kelas tujuh itu membuatku hafal dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Untuk yang kesekian kalinya, tebakanku benar. Tepat tengah malam, Satria memintaku menjadi kekasihnya dengan kalimat 'wii you be mine?' yang masih kuingat sampai sekarang. Tentu tak butuh waktu untuk berpikir sampai jemariku mengirim kata iya.
Untuk pertama kalinya aku memiliki kekasih, yang artinya pacar pertamaku adalah sosok berondong dua tahun dibawahku dan kami berpacaran saat aku kelas sembilan SMP, nyatanya membuatku mudah merasakan rindu. Entah ini hanya terjadi padaku atau juga terjadi pada orang lain di usia yang sama sepertiku. Aku selalu merasa ingin bertemu dengan Satria.
Namun naas sekali, aku juga baru tahu bahwa aku adalah manusia yang mudah bosan. Satu minggu berpicaran dan empat kali berkencan keluar rumah bersama Satria, nyatanya dengan sangat tiba-tiba pukul sembilan malam saat aku baru mengirimkan pesan bahwa aku merindukan Satria yang sedang berada di Malang untuk acara gereja— iya, kami beda agama— secara tiba-tiba Satria mempermasalahkan hal sepele diantara kami. Benar-benar sepele sampai aku lupa apa masalahnya. Lalu aku marah dan meminta putus. Padahal selain marah, aku juga sudah bosan. Perasaanku pada Satria tak sebesar dulu.
Kala itu Satria langsung memohon padaku. Meminta untuk memaafkan sifatnya yang suka memperbesar masalah dan merayuku agar aku menarik kembali ucapanku. Tapi tentu aku bersikeras menolak. Aku memblokir kontak BBM-nya saat itu juga. Resmi putus, keesokan harinya, akun instagramku dengan pengaikut kurang lebih empat ratus akun itu mendapat notifikasi baru dari akun laki-laki entah siapa namanya aku lupa.
Saat kubuka, alangkah terkejutnya aku karena lelaki tersebut mengirimi foto tubuh b***l seorang laki-laki. walaupun bentuk fotonya bayangin hitam, tapi aku tahu benar bahwa lelaki itu sedang b***l. aku baru akan mengetik balasan dan mencaci lelaki itu sesaat sebelum akun tersebut mengirimiku pesan lagi.
@**** : Yang, fotonya bagus, gak? Ini Satria pakai ponsel teman karena milikku ketinggalan di rumah.
Bayangkan betapa terkejutnya aku dengan kelakuan Satria kala itu. Dengan cepat, kuhapus foto-foto tidak berpendidikan itu dari galeriku dan ku blokir akun teman Satria. Aku benar-benar tak paham dengan maksud Satria mengirimiku foto menjijikkan seperti ini. Satria yang seperti inu benar-benar seperti bukan Satria yang kukenal. Sempat terbesit di benakku ; atau mungkin Satria jadi gangguan jiwa karena kuputuskan begitu saja?
Baru dua hari putus dariku, Yosu yang merupakan teman dekat Satria mengirimi pesan padaku. Omong-omong, aku kenal Yosu karena kekasih Yosu adalah temanku jika pulang naik angkot. Lalu isi pesan Yosu adalah bahwa sebenarnya, belakangan ini Satria sedang mendekati perempuan lain yang berada di satu gereja dengannya. Aku tak perlu bertanya apa maksudmya karena tentu aku tahu, itu artinya selama Satria masih berpacaran denganku, ternyata ia sudah selingkuh dan bermain api.
Pengalaman cinta pertamaku begitu buruk untuk dibaca dan didengar. Aku berusaha menghibur hatiku yang merasa menyesal pernah melepas status pacaran pertama dengan lelaki yang salah. Tapi kuingat kembali, bahwa mungkin ini adalah karma. Tuhan menunjukkan karma seperti pepatah yang entah dimana pernah kudengar, bahwa ''apa yang kamu tanam, itulah yang kamu petik".
Mendapatkan Satria dengan cara menyakiti hati Bella, membuatku merasakan hal yang sama. Satria membuatku merasakan jadi Bella dulu. Satria juga ternyata berselingkuh dibelakangku.
**
Berpisah dengan Satria ternyata tak sesulit yang kubayangkan walaupun sebenarnya lelaki brondong itu adalah pacar pertamaku yang seharusnya meninggalkan memori di kepala. Tapi untungnya tidak. Sebagai Anna Jovanka yang baru, yang dikenal banyak orang, yang sudah bisa berontak jika diinjak, ia sekarang sudah berani menonjolkan dirinya.
Hari pertama Masa Orientasi Sekolah di SMA, Anna berangkat pukul lima pagi karena kakak OSIS di sekolah favorit Kota Batu itu digadang-gadang sangat tertib aturan. Daripada dihukum di hari pertama sekolah karena terlambat, Anna merelakan jam tidurnya hingga bangun pukul empat.
Dan iya, seperti kata beberapa anggota keluarganya, semua kakak OSIS disana galak dan sangat disiplin. Suka teriak dan suka marah-marah. Ketika pembagian gugus, dia bersyukur karena ada satu murid yang ia kenal di gugusnya. Namanya Kumala, pangigilannya Mala, tomboy setengah mampus, suaranya berat persis cowok. Benar-benar hampir terlihat seperti laki-laki jika saja dadanya tidak menonjol.
Aku tidak ingat apa saja yang terjadi di hari pertama. Hanya satu yang menetap di kepalaku sampai sekarang. Ketika kami, murid baru, melakukan senam pagi hari sebelum memulai acara, aku melihat barisan kakak-kakak OSIS di depan yang memberi contoh gerakan. Dan mataku mulai meneliti satu persatu kakak kelasku.
Gila, mungkin ini alasan kenapa sekolah jadi sekolah incaran orang-orang. Selain murid-murid disana kaya dan pintar, pasti ini karena isinya adalah makhluk tampan dan cantik. Tidak kutemukan satupun laki-laki yang b***k. Ah, kalau begini ceritanya aku pasti akan betah sekolah disini.
Dan omong-omong, satu laki-laki yang menarik perhatianku adalah kakak OSIS yang sangat tinggi, berkumis tipis, ramah, dan kocak walaupun sedikit jaim. Namanya Unggul. Unggul Wiratama.
Aku yang langsung mengidolakannya tentu tak peduli kalau namanya aneh, atau gosip miring yang bilang bahwa Kak Unggul masuk sekolah disana lewat jalur khusus atau bahasa kasarnya 'lewat orang dalam', atau orang-orang yang bilang bahwa Kak Unggul sudah memiliki gebetan cantik berwajah bule yang tak lain dan tak bukan adalah teman dekatku di kelas delapan. Namanya Kirana.
Siapapun yang melihat perempuan itu pasti akan sependapat denganku. Bahwa Kirana bak dewi surga yang cantiknya tak tanggung-tanggung. Seakan-akan dia adalah turunan dewi kecantikan di Yunani sana. Tak heran bahwa hari pertama MOS, sudah banyak laki-laki yang melirik Kirana.
Apalah dayaku yang berkulit hitam dan tak cantik ini.
Orang-orang tak tahu, walaupun rasa sukaku pada Kak Unggul terdengar hanya main-main dan tak serius, sebatas mengidolakan, tapi aku bahkan rela sholat malam untuk seniorku itu. Aku tidak memaksa Tuhan untuk menyatukanku dengan Kak Unggul seperti harapanku, tapi aku hanya meminta jika memang lelaki itu tak bisa kumiliki, aku mau Tuhan emmbantuku segera melupakannya.
Tapi namanya juga bukan jodoh, sampai aku naik kelas sebelas dan Kak Unggul lulus dari sekolah— karena jarak kami adalah dua tahun— Kak Unggul juga tak pernah melirikku bahkan satu kali saja. Padahal aku sering sengaja melewati gerombolannya di kantin, menghadiri acara musiknya karena ia adalah anggota band yang memegang entah apa namanya, mungkin terompet? Belum lagi aku yang masih sering berdoa di malam hari untuknya. Hatiku memang terbuat dari baja. Karena setelah Kak Unggul sudah tidak dekat dengan Kirana, Kak Unggul malah dikabarkan berpacaran dengan kakak tingkatku yang mana adik kelas Kak Unggul. Namanya Kiara. Tak secantik Kirana tapi sekali lihat orang-orang juga tahu kalau Kak Kiara sangat baik dan ramah. Ia murah senyum dan... luar biasa malaikat.
Tahu mengapa aku menyebutnya malaikat? Karena setelah aku mendapatkan informasi dari temanku tentang status hubungan mereka, aku berusaha berteman dengan Kak Kiara. Tapi demi apapun, jangan menuduhku macam-macam, karena kali ini aku tak berniat menikungnya. Karena aku sangat tahu kak Kiara perempuan ynag baik, aku merelakan Kak Unggul bersamanya.
Bahkan ketika pertama kali aku bilang ke Kak Kiara bahwa aku menyukai kekasihnya, Kak Kiara hanya tertawa dan menjawab. "Ya, gak papa. Emang aku Tuhan yang bisa ngatur perasaan manusia?"
Belum lagi aku sering curhat pada Kak Kiara seperti, 'kak, tadi aku ketemu Kak Unggul di lapangan basket. Dia sedang berkumpul dengan teman-temannya. Demi apapun dia sangat keren memakai jersey!"
Tapi lagi-lagi tanggapannya selalu ramah. Bahkan dia kadang mengirimiku pesan terlebih dahulu, memberitahuku jika Kak Unggul sedang ada acara musik di salah satu kafe dan jika aku berkenan, aku diminta kesana. Lihat, sebaik apa kakak kelasku yang satu itu?
Maka dari itu, ketika aku tahu beberapa bulan kemudian bahwa Kak Kiara memutuskan untuk putus dengan Kak Unggul karena orang ketiga, akulah pihak yang sangat-sangat marah pada Kak Unggul. Apalagi ketika aku tahu bahwa selingkuhan Kak Unggul adalah teman dari teman dekat Kak Kiara. Rasanya ingin aku mengumpat di depan wajah selingkuhan Kak Unggul yang sebenarnya aku tahu namanya tapi aku tak mau menyebutnya disini.
Entahlah.
Dari sana aku bisa mengambil kesimpulan bahwa, hei, kenapa aku selalu menyukai laki-laki tukang selingkuh?