Bab 4. Sikap Yang Berubah

1402 Kata
Pagi hari, cahaya matahari memantul melalui jendela patri dan jatuh di atas kulit Elena yang pucat. Menyengat lembut hingga membuatnya terbangun. Kepalanya terasa berat seakan ia baru terbebas dari mimpi yang terlalu nyata untuk disebut mimpi. Aroma mawar menguar lembut seperti biasanya di dalam kamarnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda yang Elena rasakan—seperti bayangan lembut yang menempel di tubuhnya dan tak bisa ia hapus meski ia telah mencucinya berkali-kali. 'Bukankah ini kamarku? Siapa yang telah mengantarkanku pulang semalam?' pikirnya, karena ingatan terakhirnya terputus sejak ia melarikan diri dari Cedric tadi malam. Elena ingat, ia mendengar suara derap kaki kuda sebelumnya. Tapi setelah itu semuanya kosong. Hanya kegelapan yang memenuhi pikirannya seberapa keras pun ia mencoba untuk mengingatnya. Dengan malas, ia meninggalkan ranjangnya, melangkah ke arah cermin kemudian melihat pantulan dirinya di kaca tersebut. Kulitnya masih berembun lembut, tapi ada bekas merah samar di lehernya, bekas yang tak seharusnya ada di sana. Napasnya tercekat melihat hal itu. "Tidak mungkin," bisiknya. Menatap cermin lebih lama, mencoba mencari celah logika yang bisa menjelaskan semuanya. Dan yang muncul justru kilasan—tatapan mata hitam pekat yang menatapnya dengan cara yang tak mungkin bisa ia lupakan. "Ingatlah! Kau yang meminta ini padaku, Elena Light." Suara serak seorang pria menggema samar di kepalanya, membuatnya menatap dirinya sendiri dengan tatapan ngeri bercampur bingung. "Siapa dia? Apa yang telah kulakukan?" Elena menggigit bibir bawahnya dengan kepanikan tergambar di wajahnya. Di luar kamar, Sir Aldric sedang berbicara dengan pelayan yang melayani putrinya. "Dia sudah bangun?" "Sepertinya sudah, Tuan. Baru saja saya mendengar suara Lady Light dari dalam kamar. Tapi Tuan ... tolong jangan membebani pikiran My Lady dengan bertanya banyak hal padanya. Sebab beberapa saat yang lalu, Lady Light ... dia ...." Sir Aldric memotong ucapan pelayan putrinya itu dengan mengangguk pelan, walau sesungguhnya hatinya masih merasa tidak tenang. Selain itu, kata-kata Putra Mahkota semalam masih terus terngiang di telinganya hingga saat ini. "—jika dia tidak mengingat apapun yang telah terjadi malam ini. Aku ingin kau merahasiakannya, Sir Aldric!" Di tambah kegusaran di wajah Cedric tadi malam saat pria itu bertanya padanya tentang di mana putrinya. "Anda yakin Lady Light tidak menemui Anda setelah acara bersulang?" Di tempat berbeda, di Istana Brighton, saat ini Adam sedang berdiri di balkon kamarnya. Rambutnya terlihat basah oleh embun pagi, dan di tangannya segelas teh camomile tampak nyaris belum disentuh. Pandangannya yang tajam menatap jauh ke arah timur, ke arah di mana kediaman keluarga Light berada. "Apa yang telah kau lakukan semalam, Adam?" desisnya gusar, "bagaimana bisa kau menyentuhnya setelah semua yang terjadi di masa lalu?" Ia mengepalkan tangannya yang bebas dengan keras saat ia mengingat kembali malam itu—ketika Elena di kehidupan sebelumnya telah meracuninya bersama Cedric. Melihat maut menjemputnya dengan tatapan penuh air mata. Sialnya, malam tadi ... Elena yang sama justru memohon padanya agar Adam bersedia membantunya. "Kau benar-benar kejam, takdir," gerutu Adam geram. "Kau telah mempermainkanku hingga ke titik ini dan sama sekali tidak memberikan pilihan padaku." Di aula besar, Cedric berjalan dengan langkah cepat, menyapa beberapa anggota keluarga kerajaan seolah tak terjadi apa-apa. Anggota keluarga yang seharusnya juga memiliki hubungan dengannya dan bukan hanya dengan Adam. b******k! Sepupunya itu hanya sedikit lebih beruntung darinya karena terlahir dari rahim sang Ratu. Bukan seperti ia yang terlahir dari rahim ipar Raja. Cedric segera mengenyahkan pikiran itu, lagipula hal itu belum terlalu penting untuk ia pikirkan saat ini. Saat pikirannya dipenuhi oleh wajah Elena yang memerah semalam. Dan sialnya, wanita itu berhasil melarikan diri darinya. Di sini! Di Istana Brighton yang selain tempat kekuasaan Adam, juga merupakan wilayah yang masuk dalam kekuasaannya. Siapa yang telah membantunya? Membantu Elena meninggalkan tempat ini hingga ayahnya sendiri tidak tahu di mana putrinya itu berada? Cedric berkeliling istana selama beberapa saat, mencoba mencari informasi kepada para pengawal yang kemungkinan sempat melihat Elena semalam. Setelah berkeliling cukup lama dan tak membuahkan hasil, langkahnya sontak terhenti di depan aula besar tempat latihan pedang, tempat Adam kerap menghabiskan pagi harinya untuk menonton para ksatrianya berlatih. Suara dentingan logam beradu terdengar ritmis, disertai napas berat para ksatria yang sedang bertanding pedang. Begitu melihat sosok sepupunya, Cedric pun tersenyum tipis—senyum yang lebih mirip helai belati terselip di balik bibirnya. "Selamat pagi, Sepupu!" sapanya sambil melambaikan tangannya, nada suaranya terdengar sopan di balik cemoohan yang Cedric lontarkan pada Adam. Sepupunya itu tak akan pernah tahu jika ia sangat membencinya karena Adam selalu menganggapnya begitu menyukai sepupunya itu. 'Cedric?' salah satu alis Adam yang sedang berlatih pedang sontak mencuat naik, ia lalu bergerak cepat menurunkan pedangnya, keringat masih membasahi pelipisnya. "Apa yang telah membuatmu datang sepagi ini ke Istana, Cedric?" Cedric mengaitkan kedua tangannya di belakang punggungnya, sedangkan matanya menatap tajam ke arah Adam. "Aku hanya ingin menanyakan sesuatu, Sepupu. Ini tentang tunanganku yang telah menghilang semalam." "Lady Light?" Dengan wajah datar Adam melemparkan pedangnya kepada lawan tandingnya. "Satu-satunya tunanganku," bisik Cedric sambil mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah Adam. "Dia menghilang dari pesta, di aula Istana ini. Aku mengerahkan banyak pengawal untuk mencarinya tadi malam, bahkan Sir Aldric ikut turun tangan. Anehnya, tidak ada seorang pun yang bisa menemukannya. Seakan dia ... menghilang begitu saja." "Apa yang ingin kau katakan, Cedric? Apa kau sedang menuduhku telah menyembunyikan tunanganmu?" Adam menggertakkan gigi, masih berusaha mengacuhkan ucapan provokatif Cedric. Meski nyatanya ia sangat ingin menghunjamkan pedangnya ke d**a sepupunya itu saat ini juga. "Tidak." Kini Cedric tersenyum lebar. Seiring dengan itu, ia menarik tubuhnya ke belakang dan kembali berdiri tegak. "Aku hanya ingin tahu mungkin kau sempat bertemu dengannya semalam, Sepupu." Adam mendengus sesaat sebelum ia memutar tubuhnya lalu melangkah satu langkah mendekati Cedric, suara langkah sepatunya terdengar berat di lantai batu. "Dengan kata lain ... kau ingin bilang kalau semalam aku bersama Lady Light dan sengaja menyembunyikan hal itu darimu? Apa egomu yang telah terluka membuatmu jadi ingin menghancurkan martabat seorang wanita? Dia itu tunanganmu!" desis Adam. Tatapan mereka berdua bertaut, cukup lama hingga salah satu ksatria masuk dan menunduk dalam, membuat Cedric mundur perlahan. "Maaf, Sepupu. Hariku sedang buruk," tukasnya sambil mengangkat kedua tangannya ke atas seakan ia sedang melontarkan sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu. "Tapi kuharap, harimu jauh lebih baik dariku." Cedric tersenyum, memutar tubuhnya, lalu pergi meninggalkan Adam sambil melambaikan tangannya. Adam mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya dengan bibir mengatup rapat melihat tingkah sepupunya itu. Hanya sorot matanya yang tajam yang mengikuti langkah Cedric hingga sepupunya itu menghilang di tikungan koridor. 'Apakah tadi dia sempat melihatku latihan pedang?' bisiknya cemas dalam hati, *** Sore harinya, kereta berlapis lambang singa perak tampak berhenti di depan kediaman keluarga Light. Cedric turun dari kereta itu, jubahnya sedikit bergoyang karena tertiup angin. Dari dalam rumah, Elena yang baru selesai berpakaian rapi, tersentak saat kepala pelayan mengumumkan kedatangan tamu tak terduga itu padanya. "My Lady, Lord Cedric datang berkunjung." Elena memutar kedua bola matanya sambil memasang wajah enggan. 'Kenapa b******n itu datang ke sini?' pikirnya. Tanpa sadar, jemarinya meremas sisi gaunnya. Tak berselang lama, Cedric menghampirinya yang baru saja keluar dari kamarnya. Wajah pria itu tampak teduh dan prihatin, seolah malam tadi tak terjadi apapun di antara mereka. "Lady Light." Meski suara Cedric terdengar lembut, namun ada sesuatu di balik nada itu—sesuatu yang membuat bulu kuduk Elena berdiri. "Kau membuat banyak orang khawatir semalam. Aku nyaris mengerahkan seluruh pengawal istana untuk mencarimu." Elena menatapnya dengan tenang, menutupi rasa gugup yang merayap di dalam dadanya. "Seharusnya Anda tidak perlu repot, Lord Cedric. Aku melakukan hal itu atas nama cinta, mencoba mencegah skandal agar tidak mencoreng namamu. Bukankah Anda mengetahuinya dengan baik?" "Anda?" Cedric melangkah lebih dekat, matanya memindai wajah Elena lalu berhenti sejenak di lehernya—di tempat tanda merah samar yang masih terlihat. "Kau ingin mencegah skandal dengan cara berhubungan dengan pria lain?" desisnya sambil mencengkram lengan wanita itu. Elena tersentak, tapi sebelum ia sempat membalas, ayahnya telah muncul di ruang tamu. "Lord Cedric, sebaiknya Anda tidak membuat putriku merasa tidak nyaman." Cedric melepaskan lengan Elena lalu menunduk sopan, menutupi tatapannya yang tajam dari ayah Elena. "Tentu, Sir Aldric. Aku hanya mengkhawatirkan tunanganku," sahutnya. "Dia baik-baik saja, bukankah Anda telah melihatnya sendiri?" Cedric berdecak pelan, namun ia menyunggingkan senyum tipis setelahnya seiring ia mengangkat wajahnya. "Anda benar." Sebelum ia pergi, ia menatap Elena sekali lagi dengan tatapan yang mengandung peringatan. Lalu pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Begitu pintu yang memisahkan ruang dalam dan halaman rumahnya tertutup, Elena reflek memegang dadanya yang berdebar cepat. Ia gelisah, berpikir, mungkinkah Cedric sudah merasakan perubahan dirinya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN