Pada awalnya memang tidak mungkin akan langsung nyaman disini sendiri tanpa teman. Apalagi tempat baru dengan segala fasilitas yang ada di dalamnya juga baru.
Dan pertanyaan pertamaku adalah apakah aku akan memiliki seorang teman nanti? Sepertinya tidak akan sebaik Emma. Ah aku jadi rindu temanku yang super cerewet itu. Oh ayolah belum ada 2 hari aku disini hanya berdiam diri di kamar. Kamar untukku sendiri. Kegiatanku hanya bangun tidur, mandi, makan dan membuka saluran TV.
Ah aku baru ingat aku punya satu teman. Siapa namanya kemarin? Joseph? Nama yang cukup banyak diluaran sana
Itupun jika dia menganggapku sebagai seorang teman. Dan aku akan mendapatkan satu orang teman.
Aku masih harus menunggu pendaftaran sekolah ini berakhir. Ini baru awal bulan Desember. Dan pendaftaran akan berakhir sepuluh hari kemudian.
Untungnya apa yang di katakan orang-orang diluar sana tentang tempat ini benar. Fasilitas dan alat-alat canggih ada disini. Aku merasa seperti seorang ratu disini. Televisi, komputer, AC, penghangat ruangan dan kamar mandi-nya sangat membuat aku betah disini. Mungkin orang lain juga. Makanan pun tersedia. Memang perlu ke kantin untuk makan tapi mereka bisa mengantarkannya ke kamar. Dan itu benar benar berguna untukku yang malas untuk bertemu dengan orang banyak.
Belum lagi benda seperti gadget transparan di atas meja. Dengan berbagai aplikasi canggih. Oh siapapun yang ada disini enggan untuk keluar pastinya. Disini aman, nyaman dan sangat mendukung orang sepertiku. Orang sepertiku yang hanya bisa diam maksudku. Mungkin ini belum tiba saatnya dimana aku akan bosan dengan ini semua.
Ketukan pintu membuatku berdiri dari sofa yang berada di kamarku, mematikan TV dan beranjak membuka pintu.
Arga.
Berbicara tentang Arga aku jadi teringat pada saat dimana aku dan dia mulai memasuki ruangan Profesor Gamma. Entahlah. Hanya saja pikirannya terlalu rumit. Aku mendengar banyak pertanyaan di dalam otaknya, belum lagi prof Gamma. Tapi sepertinya prof Gamma susah belajar mengontrol pikirannya. Buktinya aku tidak tau mengapa saat aku menyebutkan nama belakangku dia kaget setengah mati. Ah aku jadi pusing sendiri memikirkannya lagi.
"Kenapa mm.. Kak Arga?" tanyaku saat aku dan dia sama-sama tidak ada yang membuka suara sejak pintu kamarku dibuka
"Aku hanya setahun lebih tua darimu gadis kecil. Dan jangan panggil aku Kakak karena itu." Serunya dengan suara pelan
Gadis kecil?
Hei. Aku lima belas dan sebentar lagi enam belas. Kenapa memanggilku seperti itu. Caciku di dalam hati.
"Oh baiklah." Aku mengangguk kecil
'Jangan pikirkan apapun, Arga. Ayolah kontrol-kontrol'
"Jangan baca pikiranku Sara." Katanya saat aku melihatnya tengah menahan sesuatu. Apa dia perlu kamar mandi?
Tapi aku sedikit ingin tertawa mendengar isi kepalanya. Sungguh sangat lucu.
"Oh baiklah."
"Dan.." katanya mengambang, "jangan berkata 'oh baiklah' berulang-ulang. Aku sudah cukup mendengar banyak kata itu darimu sejak kemarin."
"Ehmm," aku mengangguk
"Jadi apa yang membuatmu ke sini Ar..ga"
Ah lidahku kaku menyebut namanya secara langsung. Dan kenapa dia tersenyum seperti itu. Senyuman yang seakan menarik bibirku untuk ikut tersenyum juga. Sialnya, Sara bukan orang yang seperti itu.
Sadarlah Sara.
"Itu lebih baik," masih dengan senyuman yang sama.
"Aku akan mengajakmu berkeliling." Katanya sembari bergumam pelan
"Bukankah kemarin.."
"Kau tak ingat, Sara? Kemarin terpotong karena aku harus mendapatkan tugasku kembali Sara."
Kenapa namaku saat ia yang menyebutkannya rasanya menjadi 'aneh'?
"Okey, mari kita mulai, harus dari mana?"
Dan di sinilah aku dan Arga. Tempat latihan duel. Uuuh aku sungguh sangat ingin sekali berduel beradu jotos dengan siapapun. Lihatlah matras latihan itu sudah seperti melambai-lambai kepadaku. Mengajakku untuk datang kesana.
Okey cukup.
Tidak ada matras yang melambai-lambai. Aku hanya memakai kata kiasan saja.
Lalu aku melihat ada dua orang laki-laki berpostur tegap dengan otot yang kekar di bahu sampai ke lengannya. Apakah mereka akan berduel? Oh aku sudah tidak sabar melihatnya.
"Kau mau berdiam diri di sana, Ra?"
Wow nama panggilanku berubah menjadi 'Ra' seketika.
"Apakah tidak boleh?" Tanyaku sangat ingin melihat duel mereka
"Oh ayolah ini hanya tempat berduel. Aku akan menunjukan tempat yang lebih baik." Katanya sambil menarikku kelur dari sana
"Oh oke." Kataku lemas
Dia tersenyum sebentar lalu berjalan didepanku.
Tidak untuk sekarang matras duel. Lihat waktunya nanti. Batinku untuk lantai tarung itu. Ah sayang sekali melewatkan adu duel orang itu.
"Bolehkan aku meminta padamu untuk melakukan sesuatu?" kataku membuka pertanyaan saat aku dan Arga berjalan di koridor
Dia sudah tidak menarikku tentu saja.
"Tentu." Katanya semangat
"Tolong rahasiakan kemampuanku yang kau tau." Kataku cepat
Arga berhenti berjalan. Menatapku dengan pertanyaan 'kenapa'
"Aku hanya tak ingin orang lain menutup pikirannya," kataku
Arga diam sebentar
"Hanya itu. Bisakah?" Tanyaku lagi
Arga mengangguk dan tersenyum. Jangan lagi. Jangan tersenyum seperti itu kepadaku
"Dan.." kataku,
"Bisakah kau berhenti tersenyum kepada orang lain?"
Dia mengerutkan keningnya bingung.
"Termasuk padamu dan Profesor Gamma?" Katanya pelan
Aku diam. Lalu menggeleng
"Okey baiklah. Aku akan tersenyum padamu dan profesor saja."
"Bukan itu maksudku." Jawabku cepat
"Lalu apa maksudmu?"
Ah harus bagaimana mengatakannya ya? Aku hanya tidak ingin dia tersenyum kepadaku karena setiap dia tersenyum aku selalu ingin membalas senyumnya. Dan itu sama sekali bukan Sara.
Okey. Sara tidak mudah memberikan senyumnya kepada siapapun.
Cukup
"Entahlah," kata itulah yang akhirnya keluar dari mulutku
Bagaimana kalau kata-katanya benar? Dia tidak akan senyum pada orang lain selain aku? Dan Profesor Gamma? Dan menjadi tidak ramah lagi?
Sungguh menakjubkan orang ini.
Unik dan beda dari yang lain.
"Apa pendaftaran susah selesai?"
Aku bertanya karena aku dan Arga sama-sama diam diperjalanan menuju tempat selanjutnya yanh akan dikunjungi.
Dia mengangguk.
"Semuanya baik-baik saja?"
Dia mengangguk lagi.
"Kau punya teman yang tidak lolos tahap pertama?"
Kini giliranku yang mengangguk. Aku ingat bagaimana sedihnya seorang Emma saat memelukku untuk terakhir kalinya mungkin.
"Kemarin ada temanku yang sudah mengikuti test sebanyak tiga kali. Dan dia tidak pernah berhasil." Katanya pelan.
"Dan kemarin juga dia gagal."
Aku jadi sedih.
Apakah Emma akan datang tahun depan? Dan aku akan menyambutnya dengan hangat nanti? Akan sulit di percaya jika itu memang benar-benar terjadi.
Emma.
Kau harus ikut lagi tahun depan. Batinku berteriak. Semoga saja Emma dapat mendengarnya walaupun memang tidak mungkin.
"Apa kau ingat apa isi pikiranmu saat tahap pertama?" Tanyaku pada Arga
Dia menggeleng kali ini.
"Tidak. Sama sekali tidak ingat."
"Apa mimpi terbesarmu?"
Dia diam lalu mengajakku duduk sebentar di kursi lorong itu.
"Kau tanya mimpi yang mana?"
"Kau punya banyak?"
Dia mengangguk, "ada mimpi terbesar sebelum bertemu denganmu dan ada mimpi terbesar setelah bertemu denganmu."
Dia tersenyum manis sekali.
"Kau mau tau yang mana?"
"Apakah tidak sama?"
"Tentu saja berbeda."
Aku meneguk ludah susah payah. Pikirannya adalah.. aku.
"Apa yang membuatnya berbeda?"
"Kau."
---------------------------------------
Oke. Gimana ceritanya? Membosankan? Ini masih tahap awal belum sampai konflik. Jadi tetep baca aja walau bosan. Ga vote sama komen juga gapapa. Asal ada yang baca udah seneng. Thanks for reading:) sampai jumpa di chapter selanjutnya.