Bagian 3

1156 Kata
Alfa masih berdiri menatap Ellena yang tak sadarkan diri. Dia melihat wajah wanita itu yang begitu pucat. Berlebihankah dia? Tidak pikirnya. Alfa lalu pergi tanpa ada rasa bersalah di hatinya, Mbok Mina menatap tak percaya dengan kelakuan majikannya barusan karena selama ini Alfa selalu baik padanya. Mbok Mina langsung memanggil Kamal untuk membantunya membawa Ellena ke rumah sakit. Setelah Ellena masuk ke dalam mobil, Mbok Mina kembali dan masuk ke kamar Farah. Mbok Mina menyeka air matanya yang berjatuhan, hingga dia masuk ke dalam kamar dan melihat Farah ternyata sedang duduk termenung. Mbok Mina begitu kasihan dengan wanita paruh baya, bahkan di tengah sakitnya, ia harus mendengar kalimat kasar yang di lontarkan anaknya kepada seorang pembantu yang merawatnya dia tahu betul seperti apa Farah memperlakukan ART di rumah ini. "Nyonya, saya pamit membawa Ellena ke rumah sakit yah? Nggak apa-apa kan saya tinggalkan Nyonya sendiri?," Tanya Mbok Mina. Farah mengangguk, lalu Farah menunjuk laci dan berkata "Ambil cek yang ada di laci saya," Ucap Farah dengan suara tidak jelas tapi di pahami Mbok Mina, ia lalu membuka laci dan melihat cek. Mungkin ini yang di minta oleh Farah. Dia lalu membawa cek tersebut dan sebuah ballpoin. "Tulis nominal lima puluh juta," Ucap Farah lagi. "Berikan ballpoin itu padaku dan bantu aku memegangnya. Aku ingin menandatanganinya," Sambung Farah. Setelah itu, Farah berucap "Ambil ini untuk biaya pengobatan Ellena. Beri dia pelayanan terbaik jika ini kurang beri tahu aku," Ucap Farah Mbok Mina mengucapkan banyak terimakasih dan pamit kepada Farah.  . . Ellena membuka matanya, dia melihat di sekelilingnya terasa asing. Tatapannya terkunci kepada Mbok Mina.Wanita yang seusia dengan Ibunya itu tersenyum ke arahnya. "Mbok... Ellena minta maaf, karena sudah merepotkan" Ucap Ellena tak enak hati. "Tidak apa-apa Nduk. Keadaan kamu sudah membaik sekarang dan luka kamu juga sudah di tangani dengan baik, besok sudah bisa pulang," Ucap Mbok Mina. Ellena mengangguk, dia menatap kosong. Ellena begitu merindukan orang tuanya. Air matanya menitik perlahan. Hingga deringan ponsel membuat Mbok Mina dengan cepat memberikan ponsel tersebut kepada Ellena. "Nduk… Ibu mu menelpon," Ucap Mbok Mina. "Halo assalamualaikum Ibu," Sapa Ellena dengan di buat suara seceria mungkin. "Waalaikumsalam, Len. Apa kabar mu di sana nak?," Tanya Amira di seberang telepon. "Baik-baik saja Bu, Ibu dan Ayah apa kabar?," Ucap Ellena. "Kami baik-baik saja nak, ohiya apa kabar suami mu nak?," Sambung Ibunya lagi. Ellena seakan enggan membicarakan suaminya tersebut, hingga yang di tanyakan pun datang. Mata Ellena membulat sempurna. Pikirannya melayang memikirkan kelakuan Alfa beberapa jam lalu. Dan harus ia akui, dirinya merasa takut. "Mbok Mina. Silahkan pulang ke rumah, biar Ellena saya yang jaga," Ujar Alfa. "Tuan yakin?," Tanya Mbok Mina meyakinkan. Sebenarnya Mbok Mina agak curiga dengan Alfa dan Ellena. Pertama Ellena ini gadis cantik dan cerdas kenapa mau jadi pembantu? Sementara ada begitu banyak pekerjaan yang mudah ia dapatkan, dan mbok Mina memperhatikan Ellena datang bersama Alfa hari di mana kematian Gautama harusnya Alfa tidak berpikir mengambil pembantu di saat suasana duka ‘Sungguh aneh’  fikir Mbok Mina. Dan yang kedua tidak ada satu pun majikan yang akan menjaga seorang pembantu di rumah sakit walau pun majikan itu baik, sementara Alfarezi saja orang yang sangat sibuk. "Pulanglah Mbok, Mama ingin bertemu," Tanya Alfa datar. Mbok Mina menyudahi semua kecurigaannya. Semoga saja mereka selalu baik-baik saja. Mbok Mina lalu pulang dan Alfa duduk tepat di samping Ellena "Halo Len? Kamu dengar Ibu nggak?," Ucap Amira lag. "Ah iya Bu, aku masih dengar. Keadannya baik-baik saja kok. Ngomong-ngomong bagaimana keadaan Ayah?" Tanya Ellena. Belum mendengar jawaban dari Ibunya, Alfa menarik ponsel tersebut dari tangan Ellena “Kami baik-baik saja Bu,” Ucap Alfa cepat “Loh nak Alfa, kalau gitu sudah dulu yah Ibu dan Ayah hanya ingini memastikan saja keadaan kalian,” ucap Amira lalu mematikan sambungan telepon. Ketika sambungan tyelepon mati, Alfa lalu menyimpan ponsel tersebut. "Hidup mu memang penuh drama," Ujar Alfa dingin. Ellena bergeming. "Cepatlah sembuh, kau hanya menghabiskan uang saja kalau lama-lama berada di sini. Kau paham?," Ucap Alfa dan Ellena masih bergeming. Rahang Alfa mengeras "Aku begitu membenci mu," Ucap Alfa lalu menarik keras bahu Ellena. "Terimakasih sudah datang. Pulanglah Tuan, saya bisa menjaga diri sendiri. Lagi pula esok hari keadaan saya akan membaik," Jawab Ellena. "Pembantu yang mengerti" Ucap Alfa lalu tersenyum meremehkan dan berlalu keluar kamar. Sepeninggal Alfa, Ellena menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar gadis yang malang Kehidupan rumah tangganya begitu miris, bahkan jauh dari kata bahagia.  . . "Hari ini Nyonya Farah terapi lagi" Ucap Ellena mengingatkan Ellena duduk tepat di depan kursi roda Farah dan berkata "Nyonya harus segera sembuh, harus segera berjalan, pokoknya Nyonya harus semangat. Jangan pikir yang macam-macam Nyonya, dan yang terpenting saya akan selalu menemani Nyonya sampai sembuh kembali" Janji Ellena Farah terenyuh mendengar penuturan Ellena barusan, wanita itu, mengangkat sebelah tangannya mengisyaratkan ingin memeluk Ellena. Ellena dengan senang hati masuk ke dalam pelukan Farah, ingin rasanya menjadikan Ellena menantu. Nyonya Farah bahkan berniat jikalau sudah sembuh nanti, dia harus menikahkan Ellena dengan Alfa. Iya harus. Ellena tersenyum, Ibu mertua yang amat sangat dia sayangi, walaupun Farah tidak mengetahui fakta sebenarnya. Namun, sudah sepantasnya dia merawat surga satu-satunya, surga suaminya "Yaudah, Ellena bantu Nyonya siap-siap yah kita harus ke rumah sakit sekarang" Ucap Ellena   . .   Rumah sakit. "Nyonya Farah Gautama mengalami banyak kemajuan. Bahkan sekarang sedikit demi sedikit sudah mulai melangkah," Ucap Dokter Natalie yang mengurus terapi Farah. Ellena tersenyum. Usahanya selama ini membantu Ibu mertuanya untuk bisa jalan kembali, membuahkan hasil. "Jadi jadwal Nyonya Farah, untuk minggu depan adalah hari selasa yah," Sambung Dokter Natalie lagi. "Terimakasih dokter," Jawab Ellena. Ellena mendorong kursi roda Farah, hingga seorang lelaki datang menegurnya "Nona? Apa benar Nona yang tempo lalu saya tabrak?," Tanya lelaki yang di ketahui namanya Rahadian. Ellena memperhatikan wajah lelaki tersebut "Ahiya Tuan" Jawab Ellena tak enak hati. "Anda sedang apa di sini? Apa jangan-jangan anda tidak bisa jalan karena saya tabrak?," Tanya Rahadian khawatir. "Tidak Tuan. Saya sedang membawa majikan saya terapi," Jawab Ellena lagi. Farah berpikir, apa karena ini Ellena sampai sakit dan berujung mendapatkan amukan dari Alfarezi. "Panggil saja Rahadian" Ucap Rahadian lalu mengangkat tangannya untuk bersalaman "i-iya Rahadian. Nama saya Ellena" Jawab Ellena lalu mengangkat tangannya di depan d**a. Farah menoleh, Rahadian juga mengalihkan pandangannya kepada Farah dan alangkah terkejutnya Rahadian ternyata seharian yang di bawa Ellena adalah tantenya. "Tante Farah... astaga tenyata ini tante," Ucap Rahadian lalu memeluk tantenya. Dunia begitu sempit ternyata "Tante kenapa bisa seperti ini?," Tanya Rahadian berlutut di depan kursi roda Farah. "Tante kena stroke beberapa bulan setelah Papa Alfa meninggal" Jawab Farah sedikit tidak jelas "Maaf tante, Rahadian tidak tahu setelah kembali dari Jerman. Rahadian juga tidak membesuk tante karena Mama tidak bercerita mengenai keadaan tante. Maaf," Ucap Rahadian penuh sesal. "Tidak apa-apa nak" Jawab Farah. Rahadian lalu berdiri "Ayo kita pulang, untuk hari ini Rahadian akan bersama Tante dirumah." Ujar Rahadian lalu mengambil alih kursi roda Farah Farah tersenyum senang. Rahadian, ponakan kesayangannya ini tidak pernah berubah dari dulu hingga kini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN