'Rindu ini menghilang begitu mata ini melihat wajahmu dan raga ini menyentuh ragamu.'
* * *
Aira menyusuri jalanan dengan kantung belanjaan dikedua tangannya, pagi-pagi sekali ia pergi ke pasar yang letaknya tak jauh dari rumahnya untuk membeli bahan makanan yang semakin menipis karena sering ia gunakan untuk berkreasi berbagai masakan. Sesekali ia menyapa orang-orang yang ia kenal tengah berlalu lalang, sepertinya mereka akan pergi ke pasar. Wanita itu berhenti sejenak ketika merasa ada yang memanggilnya, senyumnya mengembang ketika melihat Yasmine salah satu sahabat semasa ia kuliah kini menghampirinya.
"Yasmine..."
"Aira..." Mereka berdua berpelukan untuk melepaskan rindu karena sudah lama tidak bertemu, satu tahun mereka berpisah karena kesibukan mereka masing-masing.
"Apa kabar Yas? Sudah lama ya kita tidak bertemu." Aira menyapa Yasmine begitu pelukan mereka terlepas.
"Kabarku baik Ra, kau sendiri apa kabar?"
"Alhamdulillah kabarku juga baik." Wanita berambut pirang itu tertawa sambil memperhatikan penampilan Aira.
"Kau sama sekali tidak berubah ya Ra, masih Aira yang sama. Sederhana dan cantik sekali." Aira tersipu mendengar pujian Yasmine untuknya.
"Kau bisa saja Yas, kaupun tambah cantik dengan penampilan modismu ini." Yasmine memang berpenampilan begitu modis, sahabatnya ini berubah menjadi wanita dewasa yang sangat cantik dengan penampilan yang begitu enak dipandang mata.
Maklum saja, pekerjaan Yasmine sebagai modellah yang menjadikannya seperti ini. Tak heran jika Yasmine ditawari menjadi seorang model oleh agency model di Mesir, wajah blasteran eropanya sangat memukau bagi siapa saja yang melihatnya termasuk Aira. Yasmine bekerja sebagai model sejak mereka masih berada di bangku kuliah, terkadang Airalah yang menolong Yasmine dalam mekerjakan tugas kuliah karena Yasmine yang begitu sibuk. Untunglah mereka bisa lulus bersama-sama dan diwisuda berbarengan.
"Sepertinya tidak enak jika kita mengobrol disini, kita kesana saja yuk. Masih banyak yang ingin aku ceritakan kepadamu." Yasmine menunjuk sebuah caffe yang baru buka disini beberapa bulan yang lalu, caffe yang pemiliknya berasal dari Italia.
"Iya aku setuju, sudah lama juga aku tidak pernah meminum kopi bersamamu." Yasmine tertawa dan mengajak Aira menuju caffe yang kini dipadati pengunjung.
Mereka kini duduk disebuah bangku yang letaknya ditengah-tengah, Yasmine memanggil pelayan caffe dan menyebutkan pesanannya juga Aira. Setelah pelayan itu pergi untuk membuatkan pesanan mereka, pandangan Yasmine kembali pada Aira.
"Jadi selama satu tahun ini kita tidak bertemu, apakah statusmu sudah berubah Aira?" Tanya Yasmine membuat kernyitan didahi Aira sangat kentara sekali terlihat.
"Maksudnya?" Yasmine menatap Aira, wanita itu mendekatkan wajahnya pada Aira sambil berbisik.
"Ya semacam kau sudah punya pacar atau menikah mungkin."
"Aku sudah menikah Yasmine." Jawab Aira sambil tersenyum bahagia, wajahnya berseri ketika mengingat wajah suaminya.
"Oh really? Siapakah pria beruntung yang mendapatkan wanita secantik dan secerdas dirimu ini Aira? Apakah dia Farhan?" Aira menggeleng membuat Yasmine berpikir sejenak.
"Jadi bukan Farhan ya, setauku dia dulu sangat menyukaimu. Aku pikir dia akan bergerak cepat untuk melamarmu setelah kita lulus, jadi siapakah pria itu Aira?"
"Dia Fahri, anak sahabat Ayah yang ada di Indonesia."
"Ah orang Indonesia ya, jadi kalian dijodohkan oleh Ayahmu?" Tebak Yasmine yang dibalas gelengan kepala oleh Aira.
"Tidak, kami menikah karena kami sama-sama ingin menyempurnakan agama." Yasmine bertepuk tangan, baru saja ia akan menimpali seorang pelayan menghampiri meja mereka untuk mengantarkan pesanan mereka.
"Thank you." Setelah pelayan itu pergi, Yasmine kembali menatap Aira.
"Jawaban yang sungguh mengejutkan sekali Aira, jadi bagaimanakah rupa suamimu itu? Apakah dia setampan Farhan atau rupanya berada jauh dari Farhan..." Aira akan menjawab namun Yasmine lebih dulu berkata lagi.
"Eh tunggu sebentar, biar kutebak. Aku perkirakan kalau pria itu lebih tampan dari Farhan benar?" Aira mengangguk dengan pipi yang bersemu.
"Oh Aira, kau menikah tapi tidak mengundang-undang aku. Jahat sekali sahabatku ini, padahal kan aku penasaran seperti apa wajah suamimu."
"Dia masih ada di Indonesia, ada pekerjaan yang harus dia urus disana."
"Yah sayang sekali ya, padahal aku ingin menyapanya. Siapa tau dia tertarik padaku kan, aku tidak masalah jika dijadikan istri kedua oleh suamimu yang katamu tampan itu." Aira hanya menggeleng mendengar candaan Yasmine.
"Jadi, bagaimana kau dengan Farhan? Dia pernah bercerita kepadaku bahwa dia akan melamarmu, tapi ternyata kamu malah menikah dengan pria lain. Apakah dia tau Aira?" Aira mengangguk lemah, ia jadi teringat akan wajah Farhan yang terlihat begitu sedih dan terluka.
"Iya dia pernah datang untuk melamarku disaat aku sudah menikah, dan Ayah menjelaskan kalau aku sudah menikah. Kami sempat bertemu dua kali, yang pertama bersama Ayah dan yang kedua disaat aku sedang sendiri. Dia memberikan sebuah kotak yang aku tidak tau apa isinya, setelah memberikan itu dia langsung pergi dan mengucapkan salam perpisahan untukku."
"Kasihan sekali Farhan, tapi mau bagaimana lagi. Ini juga kan salahnya, padahal aku sudah menyarankan agar dia segera melamarmu. Tapi ternyata dia bebal dan ingin sukses dulu baru melamarmu, malang sekali."
"Yasmine dua minggu lagi suamiku akan membawaku untuk tinggal menetap di Indonesia, pekerjaannya yang memang ada disana menuntut ku untuk aku ikut serta." Beritahu Aira yang membuat Yasmine malah tersenyum senang.
"Waah bagus sekali itu, kebetulan aku akan menjadi model di negara itu. Artinya kita jadi sering bertemu bukan? Tapi keberangkatanku mungkin dua bulan lagi, ya tidak apa-apa. Setidaknya kamu akan menungguku selama itu untuk bisa bertemu denganku lagi." Ucap Yasmine sambil menaik-turunkan alisnya.
Mereka banyak bercerita tentang keseharian mereka setelah lulus kuliah sambil tertawa bersama, sesekali menyesap kopi yang mereka pesan ataupun kue yang berada diatas meja. Aira berpamitan pada Yasmine ketika dia ingat bahwa ia belum sempat memasak sarapan untuknya dan Ayah.
"Yasmine, aku pamit ya. Ternyata aku lupa memasakkan Ayah sarapan."
"Ya tidak apa-apa Aira, lain kali aku akan mampir ke rumahmu." Aira mengangguk dan bangkit.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Setidaknya Aira sudah tidak sendiri lagi, jadi tidak terlalu khawatir jika Aira akan melajang terus karena Farhan yang tidak punya keberanian itu." Gumam Yasmine sambil menggelengkan kepalanya.
"Assalamualaikum." Aira memasuki rumah dan tidak mendapati Ayahnya diruang keluarga, samar-samar ia mendengar ada suara tawa di ruang makan.
"Aira, sini Nak. Suamimu sudah pulang." Aira meletakkan barang belanjaannya diatas meja kemudian menyalami Ayahnya dan begitu melihat wajah Fahri ia memeluk erat pria itu hingga Fahri hanya diam mematung, namun tak lama kemudian ia membalas pelukan istrinya.
Aira yang sadar akan keberadaan Ayahnya pun melepaskan pelukannya dan menatap Ayahnya sambil tersenyum malu, wajahnya merah padam. Ya Allah apa sebegitu rindu dirinya hingga tidak tau tempat dan langsung memeluk suaminya didepan Ayahnya, sungguh malu sekali. Ayah tertawa melihat wajah Aira yang tersenyum malu-malu, ia maklum sekali jika Aira langsung memeluk Fahri begitu melihat wajah pria itu.
"Aira, Fahri tadi sebelum sampai kesini membeli sarapan untuk kita. Ayo kita makan bersama." Aira menatap makanan yang tersaji didepan meja makan, seketika rasa sesal hinggap diwajahnya.
"Maaf ya Ayah, Aira tadi belum sempat memasak sarapan untuk kita. Maaf juga Aira pulang terlambat, tadi Aira bertemu Yasmine dijalan dan Yasmine mengajak Aira mengobrol lama. Maaf ya kita harus memakan makanan luar seperti ini." Ucap Aira penuh sesal.
"Tidak apa-apa Aira, untunglah kamu tadi tidak sempat memasak. Jika saja iya, siapa yang akan memakan ini semua kan?" Aira mengangguk dan tersenyum, ia tidak berani menatap Fahri kali ini karena rasa malunya yang dengan berani-beraninya ia tadi memeluk pria itu. Sedangkan Fahri mengulum senyumnya melihat Aira yang terlihat salah tingkah seperti itu.