09 | Jadian

2078 Kata
You made me fall in love when i thought i never could. You made me change my ways when i never thought i would. You're the love of my life *** Vero tersenyum kecil menatap Cia yang asik berlari di pinggir pantai. Cia menikmati ombak yang bergelung-gelung menghampiri kakinya. Cia menoleh kepada Vero yang hanya menatapinya tanpa niatan sama sekali menghampirinya yang bermain ombak. "Ver," panggil Cia. Vero hanya menaikkan sebelah alisnya tanpa menjawab perkataan Cia.  "Kenapa gak mau ikutan main ombak? Ayolah, kita main bareng, belum tentu kita ada kesempatan untuk main bareng lagi," ucap Cia membuat Vero tersenyum kecil lalu berjalan ke arahnya yang di tengah-tengah ombak. Dia menarik Cia ke dekatnya sebelum berucap, "Jangan terlalu ke tengah, nanti kalau ombaknya gede, lo bisa kebawa arus."  Cia terkekeh. "Makanya lo harus di deket gue, biar kalau gue keseret arus, lo yang nolongin gue," ujar Cia membuat Vero memutar bola matanya malas. "Gue bisa dibunuh keluarga lo kalau lo sampai kenapa-napa," kata Vero. Cia tersenyum lalu menarik tangan Vero dan mengajak Vero berlari mengelilingi pantai. Mereka duduk di pinggir pantai saat matahari hampir terbenam agar mereka nanti dapat melihat matahari terbenam berdua.  Vero merangkul Cia seperti sepasang kekasih begitu matahari mulai terbenam. Cia menikmati pemandangan yang jarang dia dapatkan ini. Dia jarang sekali melihat pemandangan matahari terbenam di pantai. Dia memejamkan matanya erat ketika matahari sudah terbenam sepenuhnya. Serpihan kenangan itu kembali menghantuinya. Cia tersenyum pilu melihat kedua orang yang sedang berpelukan mesra itu. Dia rasa kedua orang itu sedang menikmati pemandangan sunset yang sangat indah. Dia memutar badannya agar dia tidak melihat punggung kedua orang itu. Air mata mulai berjatuhan dari kedua matanya. Dia menyentuh liontin yang berbentuk hati yang diberikan Varo untuknya.  "Kalau lo cinta sama dia, untuk apa lo kasih gue ini, Ro?" lirih Cia sembari menutup matanya erat. Seandainya dia bisa meminta kepada Tuhan, dia ingin mengulang waktu kembali dari awal. Kembali dari dia yang tidak mengenal Varo sama sekali. Kembali dari dia yang masih belum mengenal apa itu cinta.  Untuk apa laki-laki itu hadir di hidupnya, jika pada akhirnya laki-laki itu akan meninggalkannya? Untuk apa laki-laki itu menorehkan berbagai kenangan yang indah di hidupnya, jika pada akhirnya kenangan itu malah menyayat hatinya?  Dia menutup mulutnya rapat ketika jeritan frustasi itu hampir lolos dari mulutnya.  "Apa gue masih bisa jawab pertanyaan lo, Ro?" lirih Cia. "Nita juga sayang sama Varo," lanjutnya.  Tanpa dia sadar, air matanya mulai berjatuhan membuat Vero melepaskan rangkulannya. Cia membuka matanya kembali dan menoleh ke samping. Vero menyeka air mata yang keluar dari pelupuk mata Cia. "Lo kenapa, Ci?" Cia hanya menggeleng sebagai jawaban membuat Vero menghela napas. "Ini udah kedua kalinya gue lihat lo nangis. Gue tahu gue emang orang baru di hidup lo. Tapi, lo bisa percaya sama gue, Ci. Lo bisa cerita apa pun ke gue. Gue janji gue akan jadi pendengar yang baik untuk lo." "Gu-gue gak kenapa-napa kok, Ver," kata Cia sembari tersenyum seakan dia baik-baik saja.  "Lo yakin gak mau cerita sama gue?" tanya Vero membuat tangis Cia pecah. Cia memukul dadanya berkali-kali sembari berucap, "Sakit, Ver. Sakit." Vero hanya diam menunggu gadisnya itu bercerita hingga tuntas.  "Kenapa dia harus hadir di hidup gue? Kenapa dia harus bikin gue sayang sama dia, tapi akhirnya dia malah nyakiti gue? Kenapa gue sulit banget untuk lupain dia padahal dia udah menyakiti gue berkali-kali?" Cia menyenderkan kepalanya di bahu Vero lalu memejamkan matanya. Vero mengusap puncak kepala Cia berkali-kali.  "Gue jadi takut untuk merasakan jatuh cinta lagi, gara-gara dia, Ver. Gue takut kembali merasakan pahitnya cinta karena dia," lirih Cia. Cia mengembuskan napasnya dalam lalu membuka matanya. "Gue dekat sama dia selama tiga tahun, Ver. Dia baik, dia selalu memperlakukan gue beda dari yang lainnya yang akhirnya membuat gue ngerasa kalau gue itu orang spesial di hidup dia." "Gue kira dia cinta sama gue karena dia memperlakukan gue manis banget. Tapi, ternyata engga, Ver. Dia gak cinta sama gue, melainkan sama sahabat gue. Dalam satu hari, gue kehilangan dua orang yang benar-benar gue cintai." Vero mengusap puncak kepala Cia sebelum berucap, "Gue ... gue gak bisa ngomong apa-apa soal ini, Ci."  Vero menghela napas. "Lo udah ketemu sama mereka lagi?" Cia mengangguk sebelum berkata, "Tepat sebelum gue kabur ke sini, gue ketemu sama mereka. Mereka mau jelasin sesuatu ke gue, tapi gue gak sanggup untuk mendengarkan penjelasan dari mereka."  "Kalau menurut gue, seharusnya lo gak kabur dari masalah yang lo punya, Ci. Lo harus dengarin penjelasan dari kedua orang itu, karena bisa aja ternyata lo salah paham dengan semua itu," kata Vero membuat Cia menggelengkan kepalanya. "Gu-gue gak sekuat itu untuk mendengarkan penjelasan dari mereka." Vero memeluk erat tubuh Cia dan mengusap punggung Cia pelan. "Oke, stop it. Gue gak mau lihat lo makin nangis," kata Vero sembari menyeka air mata yang terus bercucuran. Vero mengecup puncak kepala Cia sebelum berucap, "Gue percaya kalau lo kuat." *** Cia merebahkan dirinya di atas kasur yang empuk sembari melihat langit-langit kamarnya. Dia ingin mendengar semua penjelasan dari Varo, tapi jauh di dalam lubuk hatinya dia takut untuk mendengar kenyataan itu.  Dia menyalakan ponselnya lalu mencari kontak yang sudah lama dia block.  Alicia Fernita Ro? Alvaro Vicenzo Iya? Alicia Fernita Lo bisa jelasin ke gue lewat Line aja? Gue gak sanggup kalau harus ketemu sama lo lagi :" Alvaro Vicenzo Lo serius mau dengar penjelasan gue, Nit? Alicia Fernita Iya, gue mau semua urusan kita secepatnya selesai, gue capek lari-larian kayak gini  Alvaro Vicenzo Hati ini dulu sebenarnya milik lo, Nit :( Alvaro Vicenzo Tepat di mana hari gue mau ngajak lo ketemuan itu, mama gue bilang kalau dia gak suka lihat gue dekat sama lo Alvaro Vicenzo Dia ngebentak gue, dia nampar gue, dia gak mau tahu gimana caranya, yang penting gue berhasil nyakiti hati lo  Alvaro Vicenzo Gue nentang dia, Nit Alvaro Vicenzo Gue bilang gue gak bakalan nyakiti lo karena gue sayang sama lo Alvaro Vicenzo Dia bilang dia bakalan bunuh diri kalau seandainya gue nembak lo :" Alvaro Vicenzo Lo tahu 'kan kalau mama itu bagi gue yang paling utama? Gue gak mau dia bunuh diri karena gue gak nurut sama dia, Nit Alvaro Vicenzo Mama gak percaya kalau gue bakalan jauhi lo, akhirnya mama paksa gue buat nembak Mutia Alvaro Vicenzo Mama bilang kalau dia sayang banget sama Mutia, mama bilang kalau Mutia itu cocok buat jadi menantunya dia :( Alvaro Vicenzo Gue gak mau, Nit, karena gue sadar dengan cara gue kayak gitu, maka bukan cuma hubungan gue sama lo aja yang rusak, tapi hubungan lo sama Mutia juga bakalan rusak :( Alvaro Vicenzo Tapi, gue gak bisa nolak kemauan mama gue, Nit :( Maafin gue Cia menghela napas. Dia rasa tidak ada lagi yang perlu dimasalahkan antara mereka bertiga. Semuanya kini sudah jelas.  Alicia Fernita Gue lega setelah dengar penjelasan lo Alicia Fernita Thank you karena udah jelasin semuanya sama gue Alicia Fernita Thank you karena lo, gue belajar banyak hal Alicia Fernita So, gue rasa masalah kita udah selesai :) Alvaro Vicenzo Gue mau jujur ke lo Alvaro Vicenzo Dulu gue emang gak ada perasaan apa pun ke Mutia, tapi seiring berjalannya waktu, perasaan ini pindah ke dia, Nit Cia tertawa sebelum mengetikkan balasan untuk Varo. Alicia Fernita Ternyata, Dad gak salah Alicia Fernita Cinta datang karena terbiasa, bukan? Alvaro Vicenzo Yap, gue harap lo mengerti :) Alicia Fernita Kapan sih gue gak ngertiin lo, Ro? Wkwk, kalau gue gak ngertiin lo, dari dulu gue udah hadir sebagai orang ketiga di hubungan lo hehe Alicia Fernita Tapi, lo tenang aja, gue gak serendah itu kok Alicia Fernita Sampai kapan pun, gue gak bakalan sudi jadi orang ketiga hehe, lagipula gue rasa gue udah menemukan laki-laki yang tepat untuk menggantikan lo Alvaro Vicenzo Siapa? Alicia Fernita Kepo deh Cia tersenyum. Dia merasa lega luar biasa setelah mendengarkan penjelasan dari Varo. Dia harap setelah ini, maka nama Varo akan terhapus dari hatinya dan digantikan oleh David.  "Eh? Kok jadi David?" gumam Cia sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.  "Kenapa tiba-tiba gue jadi kangen dia?" tanya Cia mendengus sebal.  Dia menaikkan sebelah alisnya ketika merasakan ponselnya bergetar di dalam genggamannya. Dia terkekeh melihat nama yang tertera di layar ponselnya. "Halo?" kata Cia. "Kok lo nyebelin sih?" "Lo selalu ya, setiap nelepon gue, gak pernah nyapa, tapi langsung nyerocos aja," sungut Cia membuat David yang berdiri di depan pintu terkekeh. "Bodo amat, lo lagi sibuk gak?" Cia tersenyum kecil mendengar pertanyaan David.  "Gak, lagi tiduran aja," jawab Cia.  "Coba lo buka pintu kamar lo." Cia mengernyitkan dahinya bingung sebelum berucap, "Gue gak sibuk bukan berarti gue mau aja nurutin permintaan konyol lo, Vid." Terdengar dengusan malas dari David di teleponnya membuat dia semakin bingung apa maksud David menyuruhnya membuka pintu kamar. "Ada makhluk yang nungguin lo di depan pintu." Seketika tubuhnya merinding mendengar perkataan David padahal belum tentu yang dimaksud David yang menunggunya adalah makhluk halus. David hanya mengatakan ada makhluk yang menunggunya. "Lo jangan ngomong yang aneh-aneh kenapa? Gue jadi takut 'kan," gerutu Cia memanyunkan bibirnya sebal.  David terkekeh. "Lo belum apa-apa udah takut. Sana coba buka pintunya, kasihan makhluknya udah nungguin lo lama amat." "Gue takut," ujar Cia, matanya mulai berkaca-kaca karena dia ketakutan. David langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa alasan membuat jantung Cia berdegup lebih kencang.  Dia berjalan ke pintu kamarnya sembari merapalkan doa. Dengan tangan gemetaran dia membuka pintu. "AAAAAAAAAA," teriak Cia begitu melihat sosok memakai topeng menyeramkan. Sosok itu langsung mendorong tubuh Cia ke dalam kamar hotel setelah membekap mulut Cia agar tidak berteriak. Cia mulai menangis karena ketakutan. Sosok itu tersenyum kecil di balik topengnya melihat Cia mulai menangis.  Dia menggunakan kesempatan Cia yang memejamkan matanya karena ketakutan untuk membuka topeng yang menutupi wajahnya.  Cia yang merasakan sosok itu semakin mendekat ke arahnya memejamkan matanya erat. Sosok itu terkekeh melihat gadis yang berada di depannya sangat ketakutan. Dia tidak tahu bahwa dengan menggunakan topeng seperti ini akan membuat gadisnya itu takut. Dia memeluk tubuh Cia erat. Cia yang dipeluk oleh sosok itu dapat mencium wangi tubuh yang dari kemarin dia rindukan.  Dengan cepat dia mendorong tubuh sosok itu. Matanya membulat mengetahui bahwa sosok yang menakutinya adalah David. "Lo penakut banget sih," ucap David sembari menjawil hidung mancung milik Cia. "David! Lo nyebelin banget sih. Lo mau bikin jantung gue copot tahu. Gue ngambek sama lo," teriak Cia kesal membuat David tertawa lepas bukannya merasa bersalah karena telah menakuti Cia.  David mengaduh kesakitan begitu Cia melayangkan banyak cubitan di lengannya yang meninggalkan jejak kemerahan di lengannya itu.  "Ad-aduh, gue udah bela-belain datang dari Surabaya karena kangen sama lo. Masa balesan lo buat gue itu cubitan sih? Gak so sweet banget jadi cewek," sungut David kesal sembari mengelus lengannya yang kesakitan karena dicubit Cia. Seketika Cia merasa bersalah karena melihat muka David yang kesakitan mengelus lengannya yang dia cubit. Cia meraih tangan David lalu mengambil alih untuk mengelus lengan David yang memerah. "Maafin gue ya karena udah nyubit lo. Habisnya lo nyebelin banget, candaan lo itu gak lucu tahu. Gue tadi takut banget," kata Cia membuat David tersenyum lebar melihat Cia yang khawatir terhadapnya.  David mengenggam tangan Cia sebelum berucap, "Kok sakit gue udah hilang ya setelah lihat lo khawatir?" Cia memutar bola matanya malas. "Gue pikir lo mau ngomong serius ternyata cuman mau ngegombal receh," ujar Cia malas membuat senyuman David memudar. "Kenapa semua apa yang gue bilang ke lo malah ngatain itu gombalan receh. Lo tahu gak sih kalau itu udah nyakitin hati gue," kata David menepuk-nepuk dadanya untuk mendramatisir keadaan. Cia yang melihat itu langsung mendorong David sehingga David terpental ke kasur. David tak menyangka Cia memiliki kekuatan sebesar itu sehingga tubuhnya bisa terpental seperti itu. David langsung bangun dan mendekap tubuh Cia erat membuat Cia kesusahan bernafas saking eratnya. "Da-David, le-lepas, se-sesak," ucap Cia sembari berusaha mendorong tubuh David untuk melepaskan dekapan.  "Gue akan lepasin kalau lo mau foto bareng gue," kata David yang langsung diangguki Cia dengan antusias. David tersenyum lalu melepaskan dekapannya yang membuat Cia bernapas lega. Dengan terpaksa Cia foto bareng dengan David yang langsung di-post oleh David di i********:.  Tanpa Cia pungkiri, seulas senyuman muncul menghiasi bibirnya usai membaca kalimat yang ditulis oleh David untuknya. You made me fall in love when i thought i never could. You made me change my ways when i never thought i would. You're the love of my life @aliciafernitaa Di antara komentar yang terus bermunculan, hanya ada satu nama yang mampu membuat Cia terkejut.  “Sejak kapan Dad suka komentar i********: orang?” David memeletkan lidahnya sebelum berucap, “Berarti dia setuju kalau kita jadian.”    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN