The Beginning [Part 1]
Northwood, Pack Herodotus.15-03-1994.
"Dad....," isak sedih seorang anak melihat sang Ayah dalam keadaan sekarat, darah segar terus keluar dari mulutnya. Tak seharusnya, anak yang masih begitu polos, melihat kejadian naas didepan matanya sendiri. Tapi, beginilah dunianya.
Dunia dimana semua orang haus akan kekuasaan, dunia dimana kekuatan lah yang menentukan nasib. Dan disinilah peperangan sedang terjadi, yang membuat miris adalah, ini bukan perang antara kerajaan. Melainkan perang antar sedarah. Alpha Meirion Gardolph, atau biasa di sebut Raja dari Clan Werewolf. Di hianati oleh Adik–nya sendiri, karena tak bisa menempati tahtanya sebagai Alpha. Ini biasa terjadi didalam lingkar kerajaan. Dimana semua orang, ingin menempati tahta tertinggi agar dipandang hebat oleh publik. Tapi kenyataannya adalah, Werewolf terkuat yang pantas menjadi Alpha.
"Derren pangeranku.... tolong jaga Ibu dan Adikmu. Maaf karena meninggalkan kalian secepat ini," air mata Meirion mengalir, bercampurkan dengan darah. Rasa sakit telah digantikan oleh kesedihan. Kesedihan, karena meninggalkan Istri dan Anak-anaknya yang masih kecil.
"Kau tidak boleh pergi, Dad. Kau berjanji akan mengajariku berkuda! Kau juga berjanji membuatkanku pedang.... dan—"
"Dengar, Sayang.... Dad juga ingin melakukan semuanya bersama kalian. Tapi dunia tak bisa terus berjalan sesuai kemauanmu," potong Meirion, dengan nafas terengah-engah. d**a–nya terasa begitu sesak, karena terlalu banyak terkena Wolfsbane. Wolfsbane merupakan racun berbahaya, yang memang ditujukan untuk para Werewolf.
"Simpan tenagamu, Sayang. Aku akan mencari bala bantuan," ujar Istrinya, yang menggendong bayi mungil nan tampan. Bayi itu tertidur pulas, tanpa tahu kejadian didepannya.
"Jangan berpencar!" cegah Meirion yang memiliki firasat buruk. Untuk para Werewolf memang dibiasakan berkelompok, layaknya serigala. Jadi akan bahaya jika mereka sampai terpencar. Meirion menghela nafasnya berat, ia akan melindungi keluarganya jika saja dia tidak sedang sekarat.
"Apa yang harus aku lakukan.....," isak sang Istri tak kuasa menahan tangisnya. Melihat suami tercinta terluka parah, membuatnya ketakutan setengah mati.
"Derren, dengarkan aku baik-baik! Saat tubuhmu menolak darahku, itulah tanda bahwa kau harus segera mencari gadis manusia, dengan tanda cakar dipundak kirinya. Dia akan menjadi Mate untukmu, menjadi Luna yang hebat seperti Ibumu." Tangan Meirion mengusap wajah sedih Anaknya, yang penuh bercak darah. Lalu ia menggigit ibu jarinya sendiri, kemudian memberikan kepada Anaknya.
Derren Gardolph, anak berumur 5 tahun dengan wajah mungilnya menangis tanpa henti. Darah mulai masuk ke kerongkongannya, Derren memejamkan matanya.... merasakan getir dan panas, secara bersamaan.
"Dengan ini, darahku mengalir di dalam tubuhmu. Walaupun nanti, kau akan menguasai kekuatan besar dengan kemampuanmu sendiri." Derren hanya mengangguk kecil, mengerti apa yang dikatakan Ayahnya, sembari terus meminum darah itu.
Selanjutnya, Meirion menggigit jari kelingkingnya. Lalu memberikan setetes darahnya, kepada bayi kecilnya yang masih tertidur lelap. Meirion tahu kalau anak keduanya lebih mendominan Vampire, seperti Ibunya. Wajah pucat serta taring runcing, adalah ciri khas Clan Vampire. Lagipula, tidak akan baik jika Meirion memberikan darahnya dalam jumlah banyak. Karena kekuatan besar, bersemayam dalam darah itu. Kekuatan itu bisa menggerogoti tubuh mungil anaknya, dan kemungkinan besar, bisa mati. Namun, demi menyelamatkan semua orang, Meirion harus memberikan darahnya pada Derren. Anak itu, pasti tangah menahan sakit diseluruh tubuhnya.
Greekks!!!
Seseorang mengintai mereka dari semak belukar, aura negatif menyeruak di seluruh hutan membuat susana semakin kacau. Walau begitu, Derren tetap menggenggam erat tangan sang Ayah. Ketakutan, tak akan membuat Derren meninggalkan Ayahnya.
"Mundurlah, biarkan aku melindungi kalian untuk terakhir kalinya." Dengan susah payah, Meirion bangkit. Lalu merubah wujudnya, menjadi Werewolf besar yang juga terluka parah.
"Menjauh, secepat mungkin," serigala Meirion melolong keras diantara sunyinya malam. Bersamaan dengan angin kencang, yang membuat seluruh bulu kuduk berdiri. Derren terpapah, menggandeng tangan Ibunya. Menjauh dari posisi Ayahnya, walaupun terasa begitu berat.
Sunyi, Meirion berfikir itu hanyalah binatang liar, atau sekedar terpaan angin yang kencang. Sambil tersenyum, Meirion membalikkan badannya, melihat keluarganya yang sedang menunggu diujung goa. Derren tersenyum, mungkin kematian berpihak pada yang la—.
Sratttt!
"Tidaaakkkk!" teriak Derren dengan suara pilu. Lalu berlari cepat, mendekati tubuh Ayahnya yang sudah tergeletak, dengan darah yang berceceran, dan kepala yang sudah hancur. Sebujur panah besar mengenai tepat kepala Meirion, bahkan wajah sang Ayah tak bisa lagi dikenali. Tak ada suara yang keluar dari tangisan Derren, hanya air mata yang tak berhenti mengalir.
"Jangan menangis, Derren... kau akan segera menyusul," ucap seseorang dibalik kegelapan. lalu beberapa detik kemudian, Derren menyadari bahwa itu adalah musuhnya yang sebenarnya.
Dada Derren begitu sakit, melihat betapa menyedihkannya sang Ibu. Sangat sakit, mengetahui kalau dia tidak akan lagi bisa, melihat senyum Ayahnya. Derren tidak akan lagi bisa, menggandeng tangan Ayahnya. Derren tak akan lagi bisa, berlindung dibalik Ayahnya. Adik Derren, bahkan belum bisa mengenal siapa Ayahnya. Tapi kenapa? Kenapa semua ini bisa terjadi? Derren pikir mereka akan hidup tenang karena kekuatan yang mereka miliki, tapi ternyata dia salah. Mereka kalah kuat.
Tangan Derren yang mengepal. Tanpa sadar, memunculkan kuku tajam hingga telapak tangannya berdarah. Mata yang tadinya menatap dengan ketakutan, kini berubah menjadi mata penuh amarah. Beriringan dengan nerta abu, yang berubah menjadi hazel, dan air matanya berubah menjadi darah. Sedangkan sang Paman yang tidak mengetahui perubahan Derren, terus berjalan mendekati keponakannya, sambil terus mengoceh. Pamannya ini terkenal dengan skill bertarungnya yang handal, bahkan Clan lain menyegani dirinya.
"Aku, akan membunuhmu."
"I'm sorry, what?" tanya sang Paman, karena bisikan Derren tak terdengar olehnya. Hanya senyuman miring, yang bisa dia lihat di wajah mungil keponakan–nya. Derren berlari dengan begitu cepat, sambil menggeram. Kuku tajamnya, telah siap untuk mengoyak apapun didepannya.
"Aku akan membunuhmu, Aarrhgk!" kuku Derren, mengenai tepat di wajah sang Paman. Lalu dengan kecepatan yang tak terduga, Derren kembali mendaratkan cakarannya dibagian leher berkali-kali.
Bahkan sang Paman yang sudah menguasai banyak kekuatan, tidak bisa menghindari serangan bertubi-tubi dari Derren. Derren seperti menggila, dan terus mencabik-cabik tubuh didepannya itu. Dan kesalahan besar Pamannya adalah, dia terlalu menyepelekan Derren, yang dia kira masih lemah.
"Derren hentikan, Derren!" teriak Ibunya yang juga masih terkejut dengan apa yang dia lihat. Putranya yang hilang kendali begitu kejam dan kuat. Inilah efek dari darah yang dia minum. Kekuatan Meirion, telah bersemayam didalam diri Derren.
Darah mengalir dimana-mana, bahkan beberapa organ tubuh telah keluar dari tempatnya. Seperti potongan jantung, yang sedang Derren genggam sambil berdesis 'Aku akan membunuhmu,'. Lalu jantung itu ia buang kesembarang arah. Tanpa berpikir banyak, Derren berdiri dari tempatnya, untuk kembali ke tempat Ibunya.
"Sudah cukup, semuanya sudah berakhir, Sayang.... kemari," ibu Derren mengulurkan tangannya. Untuk memeluk putranya yang terengah-engah. Lalu manik hazel itu, kembali mereda menjadi abu-abu yang tenang.
"Aku... akan membunuh..." sebelum Derren menyelesaikan perkataanya, kepalanya terasa begitu pusing. Lalu pandangannya menjadi gelap.
*****
▪︎Derren Gardolph Pov▪︎
Bertahun-tahun setelah kematian Ayahku, aku memimpin Clan Werewolf dari Pack Herodotus. Aku mengambil tanggung jawab ini, untuk mengurangi beban yang Ibuku tanggung sendiri, selama aku kecil. Setelah aku beranjak dewasa, aku mulai ikut membantu mengelola kerajaan. Dan kami terus bekerja keras, agar tak mudah dikalahkan oleh siapapun. Tak ingin kejadian di masa lampau, terulang kembali.
Tok tok tok!
"Come in," sahutku pelan, sembari memijat keningku yang terasa pusing. Mungkin karena tidak meminum darah terlalu lama, karena aku tidak suka minum sembarang darah. Aku bisa merasa pahit jika darah yang kuminum berasal dari orang buruk, maka dari itu aku menjadi pemilih. Aku masih beruntung, bisa menahan rasa hausku terhadap darah karena bagian Vampire–ku tidak terlalu mendominan. Tidak seperti Adikku, yang tiap harinya harus meminum darah, apapun itu.
"Kau sudah ditunggu para Dewan, Derren," ujar Ibuku. Yang baru saja memasuki kamarku, yang bernuansa abu-abu dan putih. Aku menganggukkan kepalaku paham, lalu kembali menatap berkas-berkas yang berserakan.
"Ada apa? Kau terlihat lebih pucat dari sebelumnya," ia mengusap punggungku pelan, kebiasaan yang ia lakukan untuk menenangkanku saat aku kecil.
Aku berjalan keluar dari kamar bersama Ibuku yang menyusul dari belakang. "Hanya sedikit pusing. Tidak perlu khawatir, Mom," lalu kami berpisah dilorong karena berbeda tujuan.
Audellia Gardolph, adalah nama lengkap Ibuku. Vampire cantik nan anggun seperti bunga teratai. Dia punya kulit pucat seperti Adikku, yang menandakan bahwa mereka dominan Vampire, sedangkan aku memiliki darah Werewolf yang lebih mendominan, seperti Ayahku.
Pertemuanku dengan Dewan, untuk membicarakan pemberontakan yang terjadi akhir-akhir ini. Beberapa penghasilan kerajaanku telah dicuri, dan begitu banyak pembunuhan yang terjadi. Mereka sengaja mengincar rakyat biasa, yang memang tidak memiliki kemampuan khusus, untuk bertarung.
Setelah kaum Rogue, atau yang biasa disebut kaum pemberontak, mendapat pasokan senjata dari hasil mencuri. Mereka menantang kami untuk berperang, yang menurutku itu adalah tindakan bunuh diri. Aku tidak menanggapi tantangan mereka, tentu saja. Mana mungkin pemberontak seperti mereka, bisa menggoyahkan kerajaan yang sudah begitu kuat ini.
"Butuh bantuan, Kak?" suara penuh semangat yang kukenal menyapaku tanpa basa basi, dia adalah Revano Gardolph yaitu adikku yang tidak tahu sopan santun.
Secara fisik kami hampir mirip, hanya kulit dan manik mata yang berbeda. Sedangkan sifatlah yang sangat membedakan kami, Revano adalah matahari yang memilihi cahaya terang, sedangkan aku adalah bulan yang tidak bersinar. Atau mungkin.... belum bersinar. Mungkin jika dihitung dalam umur manusia, Vano 20 tahun dan aku 25 tahun. Tapi perhitungan serta pertumbuhan mahluk Immortal, berbeda dengan manusia, kami bisa hidup lebih lama.
"Bisakah kau lebih sopan terhadap Alpha–mu?" bukannya menjawab dia malah menepuk-nepuk pundakku sambil tersenyum lebar, sifatnya ini tidak pernah dewasa.
"Aku tidak menganggapmu Alpha, tapi aku menganggapmu sebagai Kakakku," Ingin sekali aku menampar mulutnya, dengan gulungan kertas di tanganku. Namun niatku terhenti, ketika Beta–ku Edmond datang dengan terburu-buru.
Beta adalah sebutan untuk wakil Alpha, Beta bertugas membantu Alpha dalam Pack jika sang Alpha sedang berada di situasi lain. Biasanya, Beta ikut turun tangan langsung kedalam urusan kerajaan, karena dianggap sebagai tangan kanan sang Alpha.
"Mohon maaf, Alpha. Kaum Rouge kembali menyerang di perbatasan timur. Mereka menambah pasukan mereka dan bekerja sama dengan Vampire pemberontak," ucapnya sopan, sembari melipat satu tangan didadanya. Tanda hormat yang selalu dia lakukan, ketika bertemu denganku. "Seberapa banyak?"
"Sekitar 300 Werewolf dan 100 Vampire," jawabannya membuatku tenang, dengan pasukan sebanyak itu tidak akan mengusik kerajaanku. Bahkan aku bisa menanganinya sendiri, tapi kurasa banyak pikiran yang menggangguku akhir-akhir ini. Dan setelah dipikir aku sedang tidak ingin bertarung. Lagipula, Edmond juga memiliki kekuatan yang cukup besar untuk mengalahkan mereka dengan beberapa bantuan.
"Bunuh mereka dengan kekuatanmu," ujarku pada Edmond. Aku merasa, kekuatanku tidak penuh akhir akhir ini. Kadang merasa pusing secara tiba-tiba dan merasa kepanasan, padahal kerajaanku berada ditengah hutan yang memiliki suhu -3°.
"Baik, Alpha," setelah menunduk hormat padaku iapun pergi kearah timur kerajaan.
"Lihatlah, Kakak mulai malas sekarang. Aku pernah bilang, bahwa menjadi Alpha itu tidak menyenangkan, hahahahah!!" jika tidak menjadi Alpha, mungkin aku akan merasa gagal ketika tak bisa meneruskan perjuangan Ayahku dimasa lalu.
"Diam, atau kubunuh kau," aku mengangkat lehernya secara perlahan, Revano berusaha melawanku dengan tendangan- tendangan kecil yang sama sekali tidak berpengaruh padaku. Aku tau sebenarnya dia bisa melawan lebih, hanya saja dia tidak berani padaku.
"Baiklah baiklah! Aku akan pergi sekarang, tolong lepaskan aku!" merasa kasihan mendengar suara Vano yang sudah seperti kurcaci, aku melepaskan genggamanku lalu ia pergi dengan melompat dari balkon. Aku yakin jika dia itu manusia biasa, pasti akan mati karena melompat dari lantai 7, lalu mengenai bebatuan yang tajam dibawah sana.
Aku memasuki ruangan pribadiku yang biasa kugunakan untuk bekerja, banyak tumpukan kertas yang harus kuselesaikan secepatnya. Jadi ini yang Ibuku lakukan saat aku kecil? Hingga dia tak punya, waktu untuk mengurusku ataupun Vano, tapi ini untuk kebaikanku juga, 'kan.
"Aarrgghhh!!" pekikku saat merasakan panas di bagian leherku secara tiba-tiba, panas itu menjalar hingga ke bagian dadaku hingga nafasku terasa sesak.
Mungkinkah ada sihir lain yang masuk tanpa sepengetahuanku? atau seseorang memasukkan racun kedalam makananku? Itu bisa saja terjadi, mengingat banyaknya musuh yang menghadangku tiap hari. Tapi seharusnya tubuhku tidak akan terpengaruh sesakit ini hanya karena racun.
"Derren dengarkan aku baik-baik!! Saat tubuhmu menolak darahku, itulah tanda bahwa kau harus segera mencari gadis manusia, dengan tanda cakar dipundak kirinya. Dia akan menjadi Mate untukmu, menjadi Luna yang hebat seperti Ibumu."
Tiba-tiba kalimat itu berputar di kepalaku, apa ini sudah saatnya? Tapi mulai dari mana aku harus mencarinya? Aku bahkan tak suka dengan dunia manusia yang terlalu ramai, mereka memandangku seolah aku mahluk aneh, padahal aku berpenampilan layaknya manusia seperti mereka. Aku hanya akan kesana, jika ada masalah dengan perusahaanku yaitu Gardolph M.O Group, atau asetku yang ada, selebihnya aku punya Watcher yang memang bertugas disana. Watcher adalah manusia yang bekerja sama, dengan Werewolf. Tak jarang juga, mereka mengundungi dunia Immortal. Biasanya, para Watcher adalah orang paling dipercaya dalam siklus Clan Werewolf
Tok Tok Tok!
Suara ketukan pintu, membuat pikiranku teralih. Lalu dengan cepat aku keluar dari ruanganku, untuk mengetahui siapa yang datang. Tak ada satupun orang, yang kuperbolehkan masuk ke ruangan ini. Karena ada banyak barang berharga tentunya. Barang peninggalan Ayahku juga tersimpan rapi disini, banyak juga buku penting tentang kerajaanku, yaitu Herodotus.
"Maaf, Alpha. Pangeran Revano turun ke peperangan dan masuk kedalam gerombolan Vampire," Aku menggeram keras. Jesslyn Gamma-ku hanya menundukkan padangannya, karena aku memang tidak suka seseorang menatapku langsung. Rasanya menjijikkan.
Gamma adalah pemimpin ketiga, atau third in command yang statusnya dibawah Beta. Ia memiliki wewenang untuk melatih Werewolf lainnya, dan bisa ikut turun ke lapangan jika terjadi perangan. Aku menjadikan Jesslyn Gamma–ku karena sifatnya yang terlihat kuat, dan dia memiliki kemampuan bertarung yang cukup handal, untuk seorang wanita. Penampilannya yang serba gelap, adalah ciri khas. Sedangkan kekuatan khususnya adalah membuat Kloning, sehingga lawan terkecoh.
"Bagaimana bisa dia disana?" tanyaku, sambil berjalan dan memikirkan rencana, agar aku bisa mengambil Revano kembali. Lagipula, akan lebih susah jika Revano berada di tengah-tengah Clan lain. Ah si bodoh itu.....
"Saya tidak tau, Alpha. Saat Edmond sedang menyerang, tiba tiba pangeran Vano sudah ada dalam perkumpulannya," Jesslyn menghela nafas lalu kembali melanjutkan kalimatnya. "Saat itu juga, Edmond menghentikan serangan, karena takut melukai Pangeran. Ia hanya menyerang Vampire yang terdekat saja, bahkan dengan kekuatan kecil," jelasnya.
"Siapkan Shin, dia akan ikut bersamaku," Shin adalah seekor Griffin penjaga kerajaan yang sudah hidup beribu-ribu tahun. Shin adalah Griffin paling kuat, dan paling sering bersamaku diantara yang lainnya.
"Baik, Alpha," pamitnya. Lalu kami berpisah arah, aku yang tengah berada di lantai 5 memandang kebawah.
Mengingat si bodoh yang meloncat tanpa perhitungan, memang dia terlalu ceroboh untuk seorang Pangeran. Selang beberapa menit, Shin datang dengan gaya berperangnya yang khas. Griffin di kerajaan kami memiliki tubuh singa yang besar, dan sayap elang yang begitu lebar.
"Alpha, saya siap menjalankan perintah!" tegasnya, sembari merendahkan badan. Menyeimbangkanya agar aku bisa naik lebih mudah.
"Kau mengenakan kostum, seolah kita akan menghadapi perang besar saja," lalu aku mengusap rambut halusnya, jika kalian tahu rambut halus ini bisa berubah menjadi besi tajam yang panas. Dan bisa membunuh semua makhluk yang terkena racunnya. Tapi kekurangannya adalah, kekuatannya ini memakai banyak tenaga sehingga Shin hanya bisa menggunakannya, sebanyak tiga kali.
"Saya hanya berjaga-jaga, Alpha," Setelah selesai bercengkrama, kami bergegas menuju medan perang untuk menemukan Adikku yang bodoh itu.