bc

Di Antara Dua Pilihan

book_age16+
2.0K
IKUTI
26.0K
BACA
HE
stepfather
blue collar
sweet
bxg
love at the first sight
office lady
like
intro-logo
Uraian

Apakah dicintai lelaki tampan, gagah, dan kaya seperti Daniel merupakan suatu keberuntungan, meski dia itu suami orang? Marisa masih waras. Apa mungkin dia akan tega menyakiti hati sesama perempuan, walaupun dia benar-benar butuh seorang penopang. _Marisa_Aksara tidak tahu ada yang mencintainya diam-diam sejak lama. Hafsah, perempuan saleha yang siap mendampingi dan memberikan cinta dan pengabdian. Namun Aksara tidak punya rasa. Hatinya telah jatuh cinta, pada perempuan yang entah itu siapa. _Aksara_Hafsah siap di madu asalkan Aksara yang menjadi suaminya. Secinta itu dia pada pria yang diharapkan bisa menjadi imamnya. _Hafsah_Bagaimana jika dalam satu bahtera ada dua nahkoda. Hendak ke mana kapal akan berlayar. _Daniel_Nah, bagaimanakah kira-kira hubungan dari keempat tokoh di atas. Ikuti kisahnya dalam cerbung DI ANTARA DUA PILIHAN.

chap-preview
Pratinjau gratis
Tawaran Menjadi Istri Simpanan 1
Part 1 Tawaran Menjadi Istri Kedua "Kamu mau nggak jadi istri keduaku?" Dengan santainya laki-laki berkemeja biru itu bicara pada gadis di hadapannya. Marisa terhenyak, tapi tetap berusaha untuk bersikap tenang. "Kamu akan hidup enak kalau mau jadi perempuan rahasiaku. Kebutuhan kamu akan terpenuhi. Kamu bisa traveling sesukamu dan beli apapun yang kamu mau." Gadis bermata bening itu tak peduli. Ia terus memastikan si bos tidak salah membubuhkan tanda tangan. Mana peduli dia dengan tawaran b0mbastis itu. "Dasar bos sinting. Apa kamu pikir aku perempuan murahan," gerutu Marisa dalam hati. "Kamu dengar kan aku ngomong apa?" Si bos tak terima karena tidak ditanggapi oleh salah seorang stafnya. Entah sudah berapa kali merayu, tapi Marisa tak pernah menanggapi. Harga dirinya sebagai lelaki kaya yang disegani karena seorang anak pemilik perusahaan mulai tercabik "Marisa." Pria itu menatap tajam gadis di depannya. "Ya, Pak Daniel." Mereka bersitatap sejenak. Marisa tidak pernah gentar berhadapan dengan laki-laki yang entah sudah berapa kali menawarkan hal paling konyol di dunia ini bagi Marisa. Penawaran yang tidak pernah membuatnya goyah sedikit pun. "Kamu nggak suka uang?" "Suka. Saya kerja mati-matian juga karena uang. Saat ini yang paling saya cari adalah uang, Pak." "Jika kamu menerima tawaranku. Nggak perlu lagi kamu kerja mati-matian. Pagi di kantor, malamnya bantuin bikin kue ibumu. Denganku kamu bisa hidup enak. Bahkan ibumu tak perlu lagi bikin kue lagi. Akan kutanggung semuanya." Marisa tersenyum samar meski bulu kuduknya merinding. Bosnya itu sungguh gila. "Maaf, tanda tangannya sudah selesai apa belum, Pak?" "Kamu jawab dulu tawaranku." Marisa bangkit berdiri. Tetap bersikap sopan lantas pamitan. "Maaf, saya keluar dulu. Nanti saya ke sini lagi untuk mengambil berkas." Tidak peduli tatap kemarahan pria berjas rapi itu, Marisa segera keluar ruangan. Dia tidak ingin membeku atau parahnya tergoda oleh penawaran bos tampan tapi punya niatan konyol itu. Apalagi sekarang Marisa memang sedang butuh banyak uang. Baru juga duduk beberapa menit, rekan-rekan yang duduk di ruangan itu pada berdiri karena sudah waktunya jam makan siang. Salah seorang rekan dekatnya menghampiri. "Yuk, kita makan dulu." Marisa berdiri dan beriringan keluar dengan Ari menuju kantin. "Gajian kita udah masuk hari ini. Kamu jadi belanja, nggak?" "Jadi. Aku mau nyari kado juga untuk Dimas." "Kamu serius mau datang ke pernikahannya." Ari menoleh pada sahabatnya. Marisa mengangguk. "Kamu sanggup?" "Kenapa enggak?" Marisa tersenyum getir. Dia dan Dimas pernah menjalin hubungan selama empat tahun. Sejak sama-sama masih kuliah. Namun baru dua bulan ini hubungan mereka kandas karena Marisa belum siap jika harus menikah sekarang. Adik-adiknya masih butuh banyak biaya. Bagaimana nasib mereka kalau Marisa menikah? Ibunya tak akan sanggup membiayai sendiri sekolah ketiga adiknya. Dimas akhirnya dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Orang kaya pasti telah memiliki pilihan sendiri. Tentu dengan gadis yang selevel dengan mereka. Bukan seperti Marisa. Sejak awal hubungan mereka memang tidak direstui. Ketidaksiapan Marisa dimanfaatkan oleh orang tua Dimas untuk segera menikahkan pemuda itu. Seperti biasa setelah mengambil makanan, Marisa dan Ari memilih tempat duduk paling pinggir dekat jendela. Siang itu matahari bersinar garang membakar bumi Surabaya. Puncak musim kemarau menyebabkan gerah melanda. Tiba-tiba ponsel Marisa berdering saat tengah asyik mengisi perut. "Siapa?" tanya Ari saat melihat Marisa bengong menatap ponselnya. "Pak Daniel." "Nggak kamu angkat?" Marisa berdecak lirih. Untuk apa si bosnya itu menelepon di jam istirahat begini. Kalau tidak diangkat takut juga pria arogan itu bakalan murka. Kalau sampai dipecat, di mana lagi ia akan mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar. "Halo, ya, Pak," jawab Marisa sopan. "Ke ruangan saya sebentar. Banyak yang harus kamu benahi tentang laporan tadi." "Iya, Pak. Nanti setelah istirahat saya langsung ke ruangan Pak Daniel." "Ke sini sekarang!" perintah laki-laki itu kemudian menutup panggilannya. Membuat Marisa berdecak jengkel. Tadi ditunggu tak segera di cek. Malah merayu yang bukan-bukan. Giliran dia istirahat dan makan, disuruh ke ke ruangannya segera. "Ar, aku dipanggil Pak Daniel. Aku tinggal dulu ya!" Marisa berdiri sambil mengelap mulutnya menggunakan tisu. "Loh, nasimu nggak kamu habisin dulu?" "Enggak. Dia menyuruhku ke sana sekarang." Tergesa Marisa kembali ke kantor lewat pintu samping. Sebab bangunan kantin terpisah di sebelah kiri kantor utama. "Masuk!" Suara Daniel terdengar setelah Marisa belum selesai mengetuk pintu. Perlahan di dorongnya pintu yang ada papan namanya. Daniel Dirgantara, S.E., M.M. Pria itu menyodorkan berkas ke hadapan Marisa yang baru saja duduk. "Kamu cek lagi. Saya ingin sekarang juga selesai." Marisa memandang sekilas bos killer di depannya. Jengkelnya sudah sampai ke ubun-ubun. Rasanya ingin menangis. Hatinya saat itu sedang kacau karena sang mantan akan menikah, urusan kebutuhan rumah dan adik-adiknya, perutnya juga masih lapar, sekarang malah ditambah dengan pekerjaan yang sebenarnya bisa ditunda sampai jam istirahat selesai. Perusahaan itu punya aturan. Dan semua orang yang terlibat di dalamnya harus mentaati, termasuk bos. Tapi kenapa pria di depannya ini seenaknya sendiri. Setelah beberapa saat meneliti, Marisa menemukan kesalahan penulisan desimal dalam laporannya. Seharusnya dia menulis angka 10.000.000, tapi ditulisnya 1.000.000. "Sudah kamu temukan?" "Sudah, Pak!" "Kamu tahu, kesalahan itu membuat laporan tidak akurat dan accountable. Kamu teliti lagi dan benahi semuanya. Di sini!" "Di sini, Pak?" tanya Marisa bingung. "Ya, di sini!" Marisa tak punya pilihan selain mengikuti perintah si bos. Segera ditelitinya kembali laporan yang ia buat. Risih juga bekerja sambil diperhatikan oleh Daniel. Mau cepat menyelesaikan tapi waktu terasa lambat bergerak. Keterlaluan sekali pria yang satu itu. Marisa menggerutu dalam hati. Suara ketukan di pintu ruangan sedikit melegakan hatinya. Siapa tahu sekretarisnya memberitahu bahwa Daniel harus meeting atau ada tamu. Daniel menyuruh orang itu masuk. Ternyata office boy yang membawa dua kotak nasi di dalam tas kresek warna biru. "Taruh atas meja," perintah Daniel sambil menunjuk meja di samping meja kerjanya. Setelah menaruh kotak, pemuda itu pergi. "Kita makan dulu!"

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook