Episode 3.

1669 Kata
Bab 3. "Silakan masuk." ucap pria tersebut dengan suara seraknya. Jasmin tersentak dan terbangun dari lamunannya dan berjalan perlahan untuk duduk di hadapan pria itu. Di lihatnya papan nama di hadapannya " Dimitri Anthony direktur utama" Jasmin menudukan sedikit kepalanya. Dimitri membuka map di hadapannya dan membacanya dengan seksama. "Belum menikah? belum mempunyai pengalaman kerja?" tanyanya. "Iya, saya baru lulus kuliah." jawab Jasmin gugup. Dimitri menghela nafas menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya. Jasmin hanya terdiam dan pasrah dengan apapun keputusan pria di hadapannya itu. "Baiklah, mulai besok kamu mulai berkerja sebagai sekretaris." ucap Dimitri. Jasmin mendongkakan wajahnya dan mengerjapkan matanya berkali kali seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. "Saya di terima? " tanyanya tidak percaya. "Apa kamu tuli?" ketus Dimitri. "Terima kasih pak." Jasmin tersenyum sumbringah. "Baiklah, silakan keluar." Dimitri mengarahkan tangannya pada pintu di ruangan tersebut. "Permisi." pamit Jasmin. Jasmin bergegas keluar dari ruangan tersebut dan menaiki lift menuju lantai dasar. "Kenapa aku di terima? Apa pria itu sudah lupa dengan kejadian dulu? sudahlah yang penting aku bisa berkerja dan membahagiakan ibu." gumam Jasmin seraya mengelengkan kepalanya. Di ruang kerjanya Dimitri kembali mengambil map yang di letakakannya di meja yang berisi CV Jasmin, di lihatnya foto Jasmin di CV tersebut. Senyum kecil mengembang di bibirnya. Ternyata benar, dia wanita nakal yang pernah ku beli dulu. batin Dimitri. *** Keesokan harinya Jasmin kembali ke perusahaan tersebut dan memulai perkerjaan di hari pertamanya. Telepon kantor di sampingnya berbunyi. "Ke ruangan saya sekarang." perintah Dimitri di balik telepon. Jasmin segera bangkit dari kursinya dan bergegas menuju ruangan atasannya tersebut. Tok Tok Tok "Masuk." Jasmin segera masuk ke ruangan tersebut. "Ada apa pak?" tanya Jasmin sopan. "Cepat selesaikan laporan itu sekarang." perintahnya seraya menunjuk tumpukan berkas di meja kerjanya. Mata Jasmin membulat melihat perkerjaan yang menumpuk di hadapannya. "Semuanya pak?" tanya Jasmin tidak percaya. "Iya semuanya, kerjakan hari ini juga." Jasmin terdiam. "Cepat kerjakan! jangan pulang sebelum perkerjaan ini selesai." Dimitri meningikan suaranya yang membuat Jasmin tersentak kaget dan bergegas mengambil berkas berkas tersebut lalu meninggalkan ruangan. "Jasmin tidak istirahat?" tanya teman kerja Jasmin yang melihat Jasmin masih sibuk dengan perkerjaannya saat jam istirahat tiba. Jasmin menggeleng, seraya melirik berkas berkas yang masih banyak belum dia selesaikan. Sampai sore hari Jasmin berusaha terus menyelesaikan pekerjaannya. Telepon kantor di sampingnya berbunyi. "Cepat ke ruangan ku, bawa laporannya sekarang." perintah Dimitri di balik telepon. "Baik pak." Jantung Jasmin berdegup kencang mengingat banyak perkerjaan yang belum di selesaikannya. Jasmin bergegas ke ruangan atasannya tersebut. Tok Tok Tok. "Masuk." Jasmin meletakkan berkas berkas tersebut di meja kerja Dimitri. Dengan segara Dimitri memeriksanya. "Belum selesai?" tanyanya saat melihat perkerjaan yang belum selesai Jasmin kerjakan. "Maaf pak." ucapnya lirih. Dimitri bangkit dari kusinya kerjanya dan mengambil tas kerjanya, lalu perlahan menghampiri Jasmin yang masih berdiri mematung. "Apa melayani pria lebih mudah dari pada menyelesaikan perkerjaan ini? pulanglah, kerjakan lagi besok." bisik Dimitri tepat di telinga Jasmin dan berlalu pergi. Jasmin tersentak kaget mendengar ucapan pria itu, tangannya bergetar dengan mata yang sudah memerah. "Jadi dia masih ingat aku? bagaimana bisa?" gumam Jasmin lirih. *** Di tempat berbeda tampak seorang pria bernama Hardian Anthony sedang menikmati tehnya malam itu di rumahnya. "Bagaimana sudah kau temukan Informasi tentang gadis itu?" tanyanya pada bawahannya yang menghampirinya. "Sudah tuan, nama gadis itu Jasmin Prianka dia tinggal bersama ibunya di rumah sederhana." "Oh begitu, lalu bagaimana apa dia masih mencoba menyelidiki tentang kasus kematian ayahnya?" tanyanya kembali sambil menyruput teh di hadapannya. "Masih tuan, tapi usahanya tidak membuahkan hasil kasus itu sudah di tutup oleh pengadilan dan di anggap sebagai kecelakaan biasa." "Oh begitu baguslah jangan sampai kasus itu terkuak kembali." "Saat ini gadis itu baru saja berkerja di perusahaan pak Dimitri." sambung bawahnya tersebut. "Oh begitu, menarik sekali." ucap Pria itu dengan senyum yang mengembang di bibirnya. *** Sore itu Jasmin masih mengerjakan pekerjaan seperti biasanya sampai tiba-tiba handphonenya berbunyi tertera nama bi Ana yang tak lain adalah tetangganya. "Halo bi Ana, ada apa?" tanya Jasmin di balik telepon. "Halo Jasmin, ibu kamu pingsan dan sekarang sudah ada di IGD rumah sakit." ucap tetangganya tersebut. Jantung Jasmin berdegup kencang, tangannya gemetar seakan tidak sanggup lagi menahan handphone yang di pegangnya. "Di mana rumah sakitnya? aku akan segera ke sana." seru Jasmin dengan nada terbata bata. Setelah mengetahui alamat rumah sakit Jasmin bergegas meninggalkan kantor menuju rumah sakit dengan fikiran yang sudah begulat sendiri tentang hal hal apa saja yang mungkin akan terjadi. Jasmin berlari menuju ruang IGD. "Bi Ana, bagaimana keadaan ibu?" ucap Jasmin yang menghampiri wanita paru baya yang tengah menunggu di depan ruang IGD. "Belum tau Jasmin, dokter masih menanganinya." Tak lama dokter keluar dari ruang IGD Jasmin bergegas menghampirinya. "Bagaimana keadaan ibu saya dokter?" tanya Jasmin dengan nada terbata bata. Sang dokter menghela nafas sejenak "Ibu anda menderita kerusakan fungsi hati." "Apa kerusakan fungsi hati?" tanya Jasmin yang cukup terkejut dengan ucapan dokter di hadapannya. "Apa anda tidak tau selama ini ibu anda menderita penyakit itu?" tanya kembali dokter itu yang merasa haeran dengan ekspresi Jasmin seolah baru mendengar kabar tersebut. Jasmin menggeleng " Tidak, saya tidak tau sama sekali." Jasmin semakin terkejut karena ibunya tidak pernah memberitahukan selama ini tentang penyakitnya. "Ini karena komplikasi akibat transplantasi ginjal yang di lakukan sebelumnya, tapi maaf nona kami tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien, pasien sudah meninggal saat dalam perjalanan." jelas dokter tersebut dengan berat hati. "Apa? tidak mungkin, ini tidak mungkin!!" seru Jasmin yang tidak dapat menahan air matanya dan jatuh terkulai di lantai. "Ibu Jangan tinggalkan Jasmin!!! " pekik Jasmin yang semakin menangis terisak. *** Di lain tempat tampak seorang pria yang sedang memasuki sebuah ruangan pribadi di dalam rumah yang cukup megah. Tok Tok Tok. "Masuk." "Permisi tuan, saya ingin memberitahukan kabar tentang nona Jasmin." ucapnya sopan. Pria di hadapannya mengerutkan keningnya seraya menaruh secangkir teh yang sedang di pegangnya. "Ada kabar apa?" tanyanya penasaran. "Ibu dari nona Jasmin baru saja meninggal, sekarang dia tinggal sebatang kara." jelas bawahnya tersebut. "Lakukan rencana selanjutnya, ambil surat rumahnya dan paksa dia untuk menikah dengan Dimitri." perintah pria tersebut yang tak lain adalah ayah dari Dimitri Anthony. "Baik tuan." bawahnya menundukkan kepalanya dan bergegas keluar dari ruangan tersebut. "Hanya itu satu-satunya cara untuk ku menebus kesalahan ku dulu yang telah membuat ayah gadis itu meninggal." gumam ayah Dimitri seraya meminum kembali teh nya. *** "Ke ruangan ku segera." perintah Dimitri pada salah satu karyawannya. Tok Tok Tok. "Masuk." "Ada apa pak?" tanya karyawan wanitanya. "Apa sekretaris baru itu tidak masuk?" tanya Dimitri yang baru tau Jasmin sudah dua hari tidak masuk kantor. "Jasmin meminta ijin untuk tidak masuk ke kantor dulu, karena ibunya baru saja meninggal pak." Dimitri mengerutkan keningnya" Meninggal?" *** Sore itu Jasmin kembali ke rumah setelah mengunjungi makam ibunya. Di rebahkannya tubuhnya di kasur dengan mata yang masih sembab dan tubuh yang sangat terasa lemas. Jasmin mengambil foto yang di letakakannya di meja kamar, foto dia bersama ibunya orang tua yang di milikinya satu satunya. "Ibu, kenapa ibu meninggalkan Jasmin sendiri, semua sudah Jasmin lakukan untuk ibu, tapi kenapa ibu masih meninggalkan Jasmin." gumam Jasmin yang kembali menangis terisak dan merasa terpukul atas kepergian ibunya. Sampai terdengar suara ketukan pintu di rumahnya. Jasmin bergegas menghapus air matanya dan segera membuka pintu. "Cari siapa?" tanya Jasmin pada dua orang pria asing dan berbadan besar di hadapannya. "Apa nona yang bernama Jasmin Prianka?" tanyanya. "Iya saya sendiri." jawab Jasmin yang masih merasa bingung. "Maaf nona, nona harus meninggalkan rumah ini karena rumah ini telah di beli." ucap Pria tersebut yang berhasil mengambil surat surat rumah Jasmin tanpa sepengetahuannya. "Apa? tidak mungkin, saya tidak pernah menjual rumah ini." bantah Jasmin yang merasa terkejut. "Ibu nona yang sudah menjualnya." "Tidak, ibu saya tidak mungkin menjual rumah ini." seru Jasmin yang merasa tidak percaya. "Kami ada buktinya nona, surat rumah inj sudah ada di tangan kami, ibu anda mengadaikannya dengan bunga tinggi, anda harus membayarnya kalau tidak silahkan angkat kaki dari rumah ini." tegas pria tersebut. "Apa? ibu mengadaikannya?" ucap Jasmin yang sangat tau rumah sederhana ini adalah rumah kesayangan ibunya peninggalan ayahnya. Aku harus mempertahankan rumah ini, ini rumah warisan ayah. batin Jasmin. "Memangnya berapa saya harus menebus rumah ini kembali" tanya Jasmin penasaran. "Jumlahnya 5 miliar nona, itu sudah termasuk bunganya." pria tersebut mencoba berbohong. "Apa? 5 miliar?!!! " ucap Jasmin yang merasa terkejut dengan nominal yang di sebutkan. "Iya karena ibu anda sudah lama mengadaikannya." "Saya tidak punya uang sebanyak itu." lirih Jasmin. "Kami akan membantu nona membuat pilihan, kalau tidak ingin pergi dari rumah ini silahkan bertemu tuan kami yang telah membeli rumah ini." "Baiklah saja ingin bertemu dengan tuan kalian yang telah membeli rumah ini." Jawab Jasmin tanpa fikir panjang yang berharap dia bisa membicarakan kembali dengan tuan yang di maksud dengan baik baik. "Baik nona silakan ikuti kami." Jasmin mengangguk dan segera menaiki mobil yang membawanya ke suatu tempat. Tak lama mobil itu berhenti di sebuah rumah yang sangat megah. "Silahkan turun nona." Jasmin turun dari mobil dan terus memuatar pandangannya pada rumah yang tampak bagus dan megah itu. Bagaimana bisa ibu mengadakan surat rumah pada orang sangat kaya seperti ini. batin Jasmin yang masih merasa bingung. "Silakan masuk nona." pria tegap itu membawa Jasmin ke suatu ruangan di rumah tersebut. "Tuan, nona Jasmin sudah datang." "Persilahkan masuk." Jasmin perlahan melangkahkan kakinya ke ruangan tersebut tampak seorang pria yang sedang duduk di kursi kerjanya. "Jadi kamu yang bernama Jasmin?" Jasmin mengangguk. "Ibu mu sudah mengadaikannya rumahnya pada ku, kamu sudah tau nominal nya bukan? bagaimana kamu bisa membayarnya?" tanya pria di hadapannya tersebut. "Saya belum punya uang sebanyak itu tuan, tolong beri saya waktu." Jasmin memohon. "Saya tidak punya banyak waktu, kalau kamu tidak punya uang silakan keluar dari rumah itu." tolak pria tersebut. "Tidak, itu rumah warisan ayahku, aku ingin mempertahankannya." "Baiklah, saya bisa mengembalikan surat surat rumah itu tanpa kamu harus membayarnya, tapi dengan satu syarat." ucap pria tersebut dengan seulas senyum di bibirnya. Jasmin mengerutkan keningnya " Syarat? syarat apa?" "Saya mempunyai putra tunggal, menikahlah dengannya." pinta pria itu. "Apa?" ucap Jasmin yang sangat terkejut dengan apa yang baru saja di dengarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN