Episode 2

1400 Kata
Bab 2. Pria itu berjalan mendekati Jasmin yang masih duduk dengan wajah bingung karena tak tau harus bagaimana melayaninya dan memulai seperti apa. Pria itu mendekatkan wajahnya ke arah Jasmin. "Kenapa diam saja? kamu tidak mau melayani ku?" ucapnya geram karena sudah membeli gadis itu tapi gadis di hadapannya hanya diam mematung. "Maaf tuan." bibir gadis itu bergetar. Mata pria itu menyerangai, melihat tubuh putih Jasmin dan wajah cantiknya masih menduduk takut. Pria itu memegang dagu Jasmin dan menciumnya kasar. Jasmin hanya memejamkan matanya pasrah dengan air mata yang berusaha sekuat tenaga dia tahan membiarkan pria itu mencium bibirnya semakin kasar. "Apa kau tidak tau caranya memulai? aku akan mengajarimu." ucapnya saat melepaskan ciumannya dengan tatapan penuh nafsu. Lalu mendorong tubuh Jasmin ke ranjang menciumi leher dan telinganya, membuka paksa dress yang di pakainya dan melumat buah dadanya, serta mengigit pucuknya kasar. "Aakkh." pekik Jasmin yang merasa sakit saat pria itu mengigit buah dadanya. Pria itu tidak memperdulikan rintihan Jasmin dan terus menjamah tubuhnya dengan kasar. Sampai hasrat sudah tak terbendung pria itu melakukan penyatuan di tubuh Jasmin, memasukannya dengan kasar, dan merobek paksa selaput darah itu. "Sakit!" pekik Jasmin kembali saat measakan benda asing menusuk area intinya dengan sangat kasar, rasa perih terasa beriringan darah segar yang mengalir dari area intinya, darah keperawannya. Air mata terus membasahi pipinya saat pria itu terus mengerakan tubuhnya, mempercepat gerakannya merasakan milik Jasmin yang begiu nikmat untuknya erangan terdengar saat pria itu mendapat puncak kenikmatannya, dan jatuh terkulai dalam tubuh Jasmin yang sudah polos tanpa menggunakan apapun. Tak lama pria itu segera bangkit dari ranjang untuk membersihkan tubuhnya dan kembali mengenakan pakaiannya. Jasmin hanya bersandar di ranjang berbalut selimut dengan air mata yang perlahan masih jatuh membasahi pipinya. "Kamu menangisi keperawan mu? bukankah kamu sendiri yang ingin menjualnya? bodoh sekali." ucap pria itu seraya kembali memakai Jasnya. "Tidak tuan, aku tidak apa-apa." Jasmin bergegas memghapus air matanya. "Ini untuk mu." pria itu melemparkan selembar cek ke wajah Jasmin. Mata Jasmin membulat saat melihat nominal yang di berikan pria itu sangatlah besar bahkan dua kali lipat dari biaya pengobatan ibunya. "Tuan, ini besar sekali jumlahnya?" ucapnya bingung. "Ambil saja, aku tidak mau besetubuh dengan mu lagi, sangat kaku dan tidak menyenangkan." keluhnya dengan wajah dingin. "Maafkan aku tuan." Jasmin menundukkan kepalanya. Pria itu tidak menjawab apapun dan bergegas pergi keluar kamar. Gadis itu kembali menangis seraya meremas selimut tebal yang membalut tubuhnya. "Aku sudah kotor, sangat kotor." ucapnya lirih. Tak lama ada yang membuka pintu kamarnya, seorang wanita berjalan menghampirinya. Jasmin bergegas menghapus air matanya. "Kamu sudah mendapatkan uangnya?" tanya wanita seksy dengan nama Rena. "Sudah kak." jawab Jasmin melihat wanita itu sudah berdiri di hadapannya. "Kamu melayaninya dengan baik?" Jasmin mengangguk ragu, mengingat dia hanya pasrah dan mendapat keluhan dari pria tersebut. "Baguslah, aku juga sudah mendapatkan uang darinya, kalau kamu masih mau berkerja lagi, hubungi aku saja." ucap wanita tersebut yang langsung berlalu pergi meninggalkan kamar Jasmin. "Aku tidak ingin melakukan hal ini lagi, tidak mau." ucapnya sambil terus menangis. Tak lama Jasmin melirik jam dinding di sudut kamar hotel itu, yang sudah menunjukkan pukul 11 malam, Jasmin bergegas turun dari ranjang dan membersihkan dirinya lalu segera menuju rumah sakit. Keesokan harinya Jasmin bergegas ke bank menyerahkan cek yang di dapatnya dengan uang dia pun kembali bergegas menuju rumah sakit dan menuju bagian administrasi. "Maafkan saya, saya terlambat membayarnya." ucapnya dengan nada terbata bata. "Tidak apa-apa nona." petugas administrasi menghitung kembali uang yang di serahkan Jasmin dan memberikan beberapa berkas yang harus kembali di tanda tanganinya. "Baiklah nona kami akan segera melakukan transplantasi ginjal untuk pasien." Jasmin mengangguk. Tak lama dokter dan petugas medis pun segera melakukan transplantasi ginjal untuk menyelamatkan nyawa ibunya. setelah operasi selesai Jasmin menemui ibunya yang masih terbaring lemah di ruang ICU. "ibu, cepat sadar, Jasmin rindu." ucap lirih Jasmin seraya mengusap wajah ibunya. Jasmin terus menjaga ibunya menemaninya sepanjang hari, sampai pagi itu ibunya perlahan mulai membukamatanya. "Ibu?? " seru Jasmin yang melihat ibunya membuka matanya semakin lebar. Ibu Jasmin menoleh ke arah sang putri yang tersenyum sumringah dengan binar mata yang tampan bahagia. "Jasmin" ucapnya seraya mencoba memegang tangan sang putri. "Ibu syukurlah ibu sudah sadar." haru Jasmin yang sedikit meneteskan air mata. "Jasmin siapa yang membayar rumah sakit ini?" tanya ibu Jasmin mengingat sang putri pasti tak punya uang untuk membayar rumah sakit. "Ibu, ibu tidak usah memikirkan yang macam macam dulu, yang penting sekarang ibu sudah membaik." ucap Jasmin seraya memeluk ibunya yang masih berbaring lemah. 4 tahun kemudian.. Saat ini Jasmin baru saja menyelesaikan kuliahnya di salah satu universitas swasta. Dengan uang pemberian pria yang telah membeli harga dirinya Jasmin menyisihkan untuk biaya kuliahnya walaupun sampai sekarang sang ibu tidak pernah tau apa yang telah terjadi dengan sang putri, begitu juga Jasmin yang cukup trauma dan tidak ingin menikah karena takut suaminya kelak akan kecewa jika mendapati dia sudah tidak perawan bahkan dengan sengaja menjual keperawannya. "Jasmin." terdengar suara pria saat Jasmin hendak keluar kampus karena masih ada urusan yang harus di selesaikannya di kampus. Jasmin menoleh terlihat Arkan teman kuliahnya yang menghampirinya. "Jasmin kamu mau pulang?" sambung Arkan. "Iya, kenapa menangnya?" Jasmin mengerutkan keningnya. "Makan di cafe dulu yuk sebentar, ada yang ingin aku bicarakan." "Bicara apa?" tanya Jasmin penasaran. "Nanti kamu akan tau sendiri, ayo." Jasmin mengangguk dan masuk ke dalam cafe tempat tak jauh dari tempat mereka berada, Arkan memesan makanan di sana. "Mau bicara apa?" tanya Jasmin memulai percakapan. "Eheeemmm.. Setelah lulus apa rencana kamu Jasmin?" tanya Arkan. "Aku akan berkerja, bahkan aku sudah mengirim email ke beberapa perusahaan, tapi belum ada panggilan." jawab Jasmin antusias dengan senyum di bibirnya. "Oh begitu, Jasmin ada yang ingin aku berikan padamu." Jasmin kembali mengerutkan keningnya " Apa?" Arkan mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan membuka kotak kecil di tangannya. "Aku ingin menikah dengan mu Jasmin." ucap Arkan seraya memperlihatkan cincin cantik di dalamnya. Jasmin tersentak mendengar ucapan Arkan, dia memang sudah cukup lama mengenal Arkan dan tau jika pria itu memang menyukainya, tapi Jasmin tidak ingin berhubungan atau bahkan menikah dengan pria setelah dia kehilangan keperawannya pasti akan mengecewakan suaminya kalau suaminya sampai tau. "Maaf Arkan, aku tidak bisa." tolak Jasmin lirih. "Kenapa Jasmin? kalau kamu tidak ingin berpacaran aku ingin melamar mu." jelas Arkan mengutarakan maksudnya. "Aku tidak bisa menjelaskannya, tapi aku benar-benar tidak bisa." ucap Jasmin yang beranjak dari kursinya dan meninggalkan Arkan yang terlihat sangat kecewa. Jasmin pun bergegas ke rumahnya. "Assalamualaikum." ucapnya seraya masuk ke dalam rumah. "Walaikumsalam, kamu sudah pulang sayang. " sahut ibunya yang berjalan menghampirinya. "Sudah bu." "Jasmin kamu kenapa?" tanya ibu yang melihat wajah Jasmin tampak sedih. "enggak apa-apa kok, aku hanya sedikit lelah, aku ke kamar dulu ya bu." Jasmin berusaha tersenyum dan bergegas ke kamarnya. Di rebahkan tubuhnya di ranjang. "Maafkan aku Arkan, maafkan aku, aku tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya." gumam nya sedih. *** Pagi itu Jamsin mengecek email yang masuk di laptopnya, matanya membulat saat melihat panggilan interview di sebuah perusahaan dalam email tersebut. "Apa ini? aku di panggil interview?" gumamnya tidak percaya. Jasmin bergegas menghampiri ibunya. "Ibu!! " ucapnya seraya memeluk sang ibu. "Kenapa sayang?" tanya ibu yang melihat Jasmin tampak senang. "Jasmin dapat panggilan interview di perusahaan besar, besok bu." ucapnya dengan binar mata yang tampak senang. "Alhamdulillah, semoga lancar ya sayang." sang ibu membelai lembut rambut Jasmin. "Iya bu, semoga kali ini aku di terima berkerja ya." ucap Jasmin penuh harap mengingat dia selalu gagal saat panggilan interview. "Iya, semoga kamu di terima ya sayang." jawab ibu Jasmin sambil tersenyum. Keesokan harinya pagi hari Jasmin sudah berpakaian rapih dan bergegas ke perusahaan tersebut. Jantungnya berdegup kencang tapi hatinya sangat berharap usahanya kali ini akan membuahkan hasil. "Permisi, saya Jasmin, saya ada jadwal interview hari ini." ucap Jasmin pada respsionis di sana. "Oia silahkan tunggu di depan ruangan pak Dimitri, di lantai 3 nona." sahut respsionis tersebut dengan senyum ramahnya. Jasmin mengangguk, dan bergegas menuju lift. "Apa nama atasan itu Dimitri?" gumamnya. Sampai lift tersebut sampai di lantai 3 dan Jasmin menunggu di depan ruangan yang di bertahukan karyawan di sana. "Nona Jasmin, silakan masuk." ucap seorang wanita yang keluar dari ruangan tersebut. Jasmin mengangguk dan berjalan perlahan memasuki ruangan tersebut. Jasmin memicingkan matanya melihat sosok pria muda dengan wajah sempurna sedang duduk di kursi kerjanya. Mata pria itu menatapnya tajam. Pria yang membuat mengingatnya suatu kejadian di masa lalu yang ingin di lupakannya. "Pria itu? bukankah dia yang sudah membeli harga diriku dulu?" gumamnya yang tampak terkejut
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN