Mereka berjalan beriringan, sambil di selingi canda dan tawa. Melangkah dari satu tempat ke tempat lainnya, yang berada di mall ini. Melihat beraneka ragam barang, namun tak membelinya satupun. Hanya rusuh, dan banyak tanya dengan seorang sales promotion girl. Tanpa ada niatan untuk membeli.
Klover. Begitulah kelakuan mereka. Saat ini mereka sedang menjelajah salah satu mall yang cukup terkenal di daerah Jakarta. Sekedar melepas penat dari segala tugas sekolah yang bertumpuk, serta memberi hiburan untuk Sayna yang masih patah hati.
"Siang, Kak. Ada yang bisa di bantu?" sapaan ramah terdengar ketika Klover mulai memasuki sebuah toko tas. Kiran pun menengok pada seorang SPG yang begitu ramah itu. Mengulum sebuah senyum manis, menyambut sapaannya yang tadi begitu ramah.
Arbis dan Ilham pun melihat-lihat aneka tas yang berada disitu, sama hal nya dengan Kiran dan Sayna. Kiran mengambil sebuah tas model sekarang. Tas bermodel untuk di pakai di samping, terbuat dari kulit, dengan warna kombinasi biru dan kuning.
"Mbak, ini gak ada yang warna hijau yaa?" Kiran bertanya, pada seorang spg yang berada di dekatnya.
"Lagi kosong. Yang ini juga bagus loh, Ka." saut spg itu ramah. Ia menunjukan tas dengan model yang sama, dan warna yang ada disitu.
"Hm, maunya yang ijo."
"Atau yang model ini aja, nih warna hijau." spg itu mengambil tas model lain, dengan warna hijau, sesuai permintaan Kiran.
"Emm, ini bagus sih. Tapi talinya gak ada yang kepangan ya? Oh iya ini kulit asli atau apa?" Kiran mulai kepo, bertanya segala macem.
"Ada nih." spg itu mengambil tas yang di instruksikan Kiran. "Asli dong, ini limited edition loh." lanjut spg tersebut.
"Ohh ya? Em tapi bahan dalemnya begini. Gak ada yang agak lembut gitu?"
Spg itu kini terdiam, meski hatinya sedikit jengkel karena Kiran banyak maunya. Namun sebisa mungkin ia tetap bersikap ramah dan melayani Kiran.
"Nah, yang ini lembut." spg itu kini menunjukan tas yang lainnya pada Kiran.
"Iyasih, tapi talinya bukan kepangan. Saya mau cari dulu deh ya, Mbak." Kiran tampak tidak srek dengan tas yang di kasih oleh spg tersebut. Ia pun mengajak Sayna, Arbis, dan Ilham untuk cepat keluar dari toko tas itu.
"Hahaha.. elo mah cuma ngerjain spg doang. Di keluarin aja tuh tas nya, banyak maunya, di beli mah kagak." Arbis tertawa saat mereka tengah berjalan kembali menyusuri mall tersebut, mengingat tingkah Kiran di toko tas tadi yang banyak maunya.
"Yeee biarin, kan biar spg nya kagak ngantuk gara-gara cuma bengong aja." saut Kiran tak mau kalah.
"Kagak ngantuk sih, tapi pasti kesel deh dia." Sayna yang berada di sebelah Ilham ikut berkomentar tentang kejadian tadi.
"Hahaha.." Kiran malah tertawa, mengingat tingkahnya tadi. Lucu sih memang, saat kemauan Kiran yang aneh-aneh, telah ada, namun Kiran ingin yang lain. Sampai hampir semua model tas di keluarkan. Dan akhirnya tak jadi membeli.
"Ehh.. Stop!" tangan Kiran menghentikan mereka berjalan. Mara Kiran menatap lurus, pandangannya tertuju pada sebuah tempat yang di penuhi barisan antrian.
"Kenapa sih?" tanya Ilham.
"Gue mau beli sepatu itu." Kiran menunjuk pada toko sepatu yang di penuhi antrian itu.
"Gila! Ngantri parah itu, Ran." ucap Arbis.
"Bodo amat, tunggui gue yaa!" Kiran tak memperdulikan omongan sahabat-sahabatnya, ia langsung berlari menghampiri antrian tersebut.
"Gue tinggalin!" Ilham berteriak, menakuti Kiran.
"Terserah!" saut Kiran tak memperdulikannya. Dengan antusias ia memasuki antrian yang begitu panjang itu.
Sayna, Arbis, dan Ilham hanya bisa menghela nafas panjang, melihat kelakuan Kiran. Sampai kapan mereka harus menunggu Kiran untuk mendapatkan sepatu tersebut?
"Makan dulu yuk. Laper nih, biarin si Kiran ngantri sampe gempor kakinya." Sayna memberi usul, sambil memegang perutnya seraya lapar.
Arbis dan Ilham hanya mengikuti Sayna, yang mulai berjalan menjauh dari tempat dimana Kiran pergi itu.
***
Setelah selesai makan di salah satu caffe yang terdapat di mall tersebut, Klover tanpa Kiran pun kembali berjalan, berniat untuk menyusul Kiran.
"Ilham!" seorang wanita berhasil menghentikan langkah Ilham, yang di ikuti Arbis dan Sayna.
Ilham pun menoleh, pada seorang wanita yang memanggil namanya. Wanita sepantarannya, dengan rambut panjang sebahu yang di biarkan terurai. Dengan lesung pipi yang berada di pipi chubby nya, semakin membuat senyumnya manis.
"Nia, kamu kesini sama siapa?" saut Ilham, sambil tersenyum begitu manis pada salah satu kekasihnya ini.
"Sama Mama, ini temen kamu?" Nia menoleh pada Arbis dan Sayna yang berada di sebelah Ilham.
"Iya. Arbis sama Sayna."
"Ham, ini cewek lo yang mana? Kok lo gak pernah cerita sih, nice banget." Arbis memperhatikan Nia yang berada di hadapannya, wajahnya terlihat seolah tak punya dosa. Arbis hanya ingin menjaili Ilham sebenarnya.
"Maksudnya?" Nia menatap Ilham kebingungan, meski sebenarnya ia sedikit kesal dengan penuturan Arbis.
"Emm.. itu, jangan dengerin dia Sa.."
"Ya ampun, Ham. Udah deh gak usah bohong, kemaren kan elo cerita sama gue si Santi, Dewi, Mayang, tapi kalo Nia gue gak tau loh." Arbis kembali menambahkan, mengkompori Nia. Sayna hanya terkekeh kecil, melihat kejailan Arbis.
"Ohh jadi gitu. Cukup tau ya aku ternyata kamu gitu." wajah Nia yang semula begitu manis kini muali terbawa emosi. Nia pun pergi meninggalkan Klover, dengan tampang kesalnya.
Ilham menatap kesal Arbis. Lagi! Gara gara kejailan sahabat-sahabatnya ini ia kehilangan satu pacarnya. "Puas lo! Kemaren Kiran, sekarang elo! Lama lama cewek gue abis dah." omel Ilham kesal.
"Hahaha.." Sayna yang sebenarnya dari kemarin sedang badmood, kini tertawa dengan puasnya. Mentertawai Ilham. Sedang Arbis hanya mengangkat dua jari.
"Angkat damai boy." Arbis nyengir kuda, terkekeh geli.
***
"Mereka kemanain?" Kiran celingak-celinguk, setelah ia berhasil keluar dari antrian pembayaran sepatu yang di inginkannya. Matanya kini mencari ketiga sahabatnya yang tadi pergi bersamanya.
Sambil membawa sebuah plastik berisikan seatu tersebut, Kiran mengeluarkan handphone dari saku celananya. Ia menempelkan handphone nya pada telinganya.
"Dimana lo pada? Apa? Pada balik. Dih parah gue di tinggalin, yaelah nunggu segitu doang juga. Tutt.." Kiran memaitakn teleponnya kesal, saat ia tau bahwa ketiga sahabatnya itu telah meninggalkannya.
Kiran pun melangkah dengan gontai, berjalan menuju pintu keluar mall tersebut. Meski hatinya dongkol karena Arbis, Ilham, dan Sayna seenaknya saja meninggalkannya. Padahal kan Kiran cuma ngantri 3 jam, gak lama kan?
"Aduh, sepatu gue pake kegedean lagi. Lepas kan!" Kiran tampak kerepotan, saat sepatu kets yang di pakainya terlepas dari kakinya. Kiran berbalik, berniat mengambil sepatunya yang tertinggal di jalannya tadi. "Ehh ehh sepatu gue jangan di tendangin. Ihh lo ribet ya!" Kiran menyentak seorang lelaki bertubuh tegap, karena kakinya tak sengaja menendang sepatu Kiran.
"Ehh, ada apasih?" lelaki tersebut menoleh, wajahnya kebingungan menatap Kiran.
"Kak Cina? Ambilin kagak tuh sepatu gue." saat melihat wajah lelaki tersebut, Kiran pun serasa mengenalnya. Ternyata itu Rafa, teman Dimas yang kemarin semobil bersamanya.
"Terus aja panggil gue Cina, nama gue Rafa!" Rafa menegaskan namanya yang di ubah oleh Kiran.
"What ever, yang penting sepatu gue ambil!"
Rafa pun menurutinya, ia mengambil sepatu Kiran yang tadi tak sengaja di tendang olehnya. "Nih, lagi sepatu kegedean di paksain." cibir Rafa saat memberi sepatu Kiran. Kiran pun mengambilnya, sebenarnya ia sedikit malu gara-gara sepatunya ini.
"Tapi mahal loh." Kiran memakai kembali sepatunya, ia membela dirinya sendiri.
"Gak nanya. Lo kesini sama cowok lo?"
"Cowok gue? Siapa?" Kiran kebingungan saat Rafa menanyai cowoknya. Emang cowok Kiran yang mana?
"Parah banget si Dimas gak di anggep."
"Kak Dimas bukan cowok gue kali!" Kiran menegaskan, saat Rafa menganggap Dimas adalah pacarnya. Meski hatinya sempat terkekeh, saat ia kebingungan ditanya tentang cowoknya. Koleksinya sih banyak, tapi tidak ada satupun yang resmi menjadi kekasihnya. Abis gak ada yang nyangkut di hati Kiran sih, mereka cuma lewat di mata Kiran doang.
"Ohh gitu. Yaudah gue duluan." kaki Rafa pun kembali melangkah, melanjutkan jalannya.
"Ehh Kak! Ikut dong.." Kiran berlari kecil menyamai jalannya bersama Rafa. "Gue di tinggalin temen-temen gue. Please, Kak Rafa.." Kiran tersenyum begitu manis, meski di mataya tersirat sebuah permohonan.
"Gue mau ke toilet, lo mau ikut?" bibir itu tersenyum jail pada Kiran.
Kiran tertegun, memandangi wajah makhluk di hadapannya ini. Saat ia tersenyum begitu jailnya, namun terlihat begitu manis. Senyum indah yang menggurat di bibirnya, serta wajah putihnya, matanya yang sipit. Kiran serasa terhipnotis dengan Rafa.
"Hey, kok bengong? Lo mau ikut ke toilet?" Rafa menyadarkan Kiran dari lamunannya.
"Hah? Emm yaudah gapapa.." dengan cepat Kiran menjawab, meski ia tidak terlalu jelas dengan omongan Rafa. Telinganya sama sekali tak mendengarkan ucapan Rafa tadi. Rafa terkekeh, mendengar jawaban Kiran yang spontan itu. Wajahnya yang tampan terliha semakin bersemu. "Kok ketawa? Ada yang lucu?" dengan polosnya Kiran malah bertanya. Rafa semakin terkekeh.
"Yaudah ayuk ikut." akhirnya Rafa pun mengiyakan Kiran. Meski di hatinya masih terkekeh. Tangan Rafa kini menarik Kiran, menggandengnya untuk ikut bersamanya.
***
"Oke, baik Bu. Akan kami antar pesanannya.." seorang wanita paruh baya dengan ramah menyudahi teleponnya. Ia meletakan kembali gagang telpon tersebut.
"Ma, kunci mobil Ilham mana?" seorang lelaki yang umurnya jauh di bawahnya datang, bertanya pada wanita yang tadi di panggilnya Mama.
"Nah kebetulan kamu datang. Tolong Mama ya, Ham. Anter pesenan pizza ke apartemen yang di sana ituloh. Tolong Mama yaa, pegawai yang lain lagi sibuk." Mama Ilham meminta tolong kepada anaknya. Karena ia menyadari para karyawannya sedang sibuk semua, sehingga tak ada yang bisa di suruh.
"Yaudah deh, tapin kunci mobilku mana?"
"Di deket tv ruang tamu. Kamu yang naro juga, dasar pikun!"
***
Kriukk...
Karin memegangi perutnya, saat suara aneh muncul dari perutnya. Ternyata perutnya sudah keroncongan. Yaa memang ini sudah saatnya ia makan malam.
Di liriknya Kiran yang tertidur tengkurap di tempat tidurnya, yang berada tepat di sebrang tempat tidur Karin. Tangan Kiran memegangi handphone nya, sambil matanya menatap pada handphone tersebut sembari tersenyum tak jelas.
"Kiran! Kita mau makan apa? Duit gue kan abis di pake sama lo kemaren, Mama Papa belom ngirim lagi.." cerocos Karin, karena uang sakunya yang sudah tak tersisa, karena di pakai Kiran. Masih ingatkan pada tragedi Kiran mengambil uang Karin?
"Ohh ya? Emm.. Ehh iya, Rin. Tadi gue beli sepatu loh.." Kiran tak terlalu merespon omongan Karin. Ia justru malah menunjukan sepatu yang tadi di belinya pada Karin.
"Terus gue di suruh makan sepatu lo gitu?!" sentak Karin kesal karena Kiran malah mengalihkan pembicaraan. Sudah tau perutnya sedang lapar, benar apa kata orang, orang lapar itu galak.
Kiran terdiam, menatap Karin dengan pandangan ngeri. Bisa-bisa saking galaknya Kiran di santap oleh Karin. Batin Kiran ngaco.
"Di dapur ada air tuh, masak air aja.." Kiran nyengir meledek pada Karin. Dengan cepat Kiran pun melompat dari tempat tidurnya, karena melihat mata Karin seakan hendak menerkamnya. Kiran berlari sambil melempar asal handphone nya di tempat tidurnya, ia berlari kearah ruang tamu rumahnya.
"Kiraaannn!!" Karin berteriak kesal sambil mengejar Kiran.
Kiran membuka pintu apartemennya, hendak berlari keluar. Namun saat di depan pintu langkahnya terhenti, karena melihat dari kejauhan seorang lelaki berjalan hendak melewatinya.
"Nahlo yaa! Mau kemana? Jadi adek durhaka banget!" Karin menjitak kecil kepala Kiran saking geregatnya.
"Iyadah, peace." Kiran mengacungkan dua jari pada Karin. "Yang penting sekarang lo mau makan kan? Lihat tuh.." mata Kiran menunjuk pada arah yang tadi di lihatnya.
"Maksud lo?" Karin bertanya bingung pada Kiran, saat Kiran malah menunjuk pada lelaki yang samar-samar di kenalnya itu.
"Kita kompak, oke?" Kiran tak menjelaskan lewat ucapannya, hanya saja matanya seolah menjelaskan pada Karin. Membuat Karin mengangguk paham.
Si kembar pun berdiri mematung di depan pintu apartemennya, seolah sedang menunggu sesuatu. Matanya tersirat mereka sedang merencanakan sesuatu. Kakinya terlihat tanpa alas, alias mereka nyeker berada di depan pintu apartemennya ini.
Seorang lelaki melintas di hadapan mereka, lelaki itupun menoleh saat melihat kedua orang yang di kenalnya itu sedang berdiri santai di depan pintu apartemennya. Terlihat di tangan lelaki itu menenteng satu kotak pizza berukuran besar.
"Hey, Ilham.." Kiran menepuk pundak Ilham dengan akrabnya. Wajahnya terlihat begitu sok manis.
"Lo mau kemana?" kini Karin yang berbasa-basi sambil tersenyum begitu ceria pada Ilham.
"Kalian kesambet dimana? Kenapa jadi pada sok imut gini?" Ilham menatap keduanya bingung, saat sikap tak biasanya muncul pada diri si kembar.
Kiran menatap Karin, mengisaratkan sesuatu. Mata mereka saling berbicara. Karin pun mengangguk paham. Sedang Kiran mulai mundur selangkah, tangannya bersiap memegang gagang pintu apartemennya.
"Pizza nya buat kita yaa, sumpah gue laper banget.." Karin merebut paksa sekotak pizza tersebut dari tangan Ilham. Dengan segera Karin berlari memasuki apartemennya yang sudah di buka oleh Kiran.
Brakk... Kiran menutup pintunya asal, agar Ilham tak dapat masuk dan merebut pizza nya kembali. Mereka berdua menyenderkan tubuhnya di pintu sambil menatap pizza di tangan Karin dengan pandangan berbinar.
"Woyy!! Itu pizza pesenan, jangn diambil!" Ilham menggedor-gedor pintu apartemen Kiran dan Karin. Ia masih tak rela karena amanat yang di bawanya di rebut oleh Karin.
"Di restoran lo masih banyak, ini buat kita." dari dalam Kiran balas berteriak.
Kiran dan Karin pun mulai berjalan menuju sofanya, lalu meletakan pizza di atas meja. Dan tangan mereka mulai mencomotinya, saking lapernya mungkin. Akhirnya Kiran membukakan pintu untuk Ilham, di dalam apartemennya, Ilham ngomel-ngomel, karena itu pesanan mamanya. Namun di antara Kiran dan Karin sama sekali tak ada yang mengindahkan ucapannya. Mereka tetap asik memakan pizza tersebut.
"Tuhkan gue di omelin nyokap gue!" teriak Ilham selepas ia menerima telpon.
"Lagi di suruh gitu aja gak bener." cibir Karin, mulutnya menjilati jari-jari tangannya yang terdapat bumbu pizza.
"Tau, durhaka lo!" Kiran menambahkan.
"Kan di ambil sama elo!" Ilham terlihat kesa, inikan salah mereka? Masa Ilham juga yang di salahin.
Terdengan suara dering handphone Karin dari dalam kamarnya, Karin pun berlari menuju kamarnya, meninggalkan ruang tamunya. Di ambilnya handphone tersebut, tertera nama Arbis di layar hapenya.
"Hallo? Hah, lo di bawah? Ngapain? yaudah iyaa bawel!! tutt..." Karin pun memutuskan teleponnya, lalu ia berjalan keluar, menuju parkiran apartemennya. Karena tadi di telpon Arbis menyuruhnya seperti itu.