BAB 14: ROOFTOP LAGI

1240 Kata
Darren menutup matanya dan tidur terlentang dengan beralaskan jaket motornya di rooftop gedung kampus. Walaupun dia tidak menggunakan motornya karena dilarang oleh Dokter, dia tetap suka menggunakan jaket bombernya. Dia sedang meratapi hukuman yang akan dia jalani, hukuman yang tidak dia sukai dan tidak dibayar pula. Hukuman yang akan membuatnya semakin lama mencapai cita-citanya untuk membuka perusahaan miliknya sendiri. Dia sudah membalas Clara dengan membuat wanita itu menderita. Dia yakin Clara akan dijauhi dan dimusuhi oleh teman-temannya. Biar saja itu menjadi hukuman untuk wanita itu selama sisa masa kuliahnya disini. Itu belum seberapa dibandingkan apa yang harus ditanggungnya sekarang. Belum lagi dia juga menyeret Bu Eloisa hingga membuat wanita itu semakin benci saja padanya. Padahal dia masih ingin terus bersama dan menciumi Bu Eloisa. Ini semua karena kebodohannya sendiri yang tergoda dengan kecantikan Clara. Dia tidak menyangka kalau ternyata wanita itu sangat jahat dan egois. Padahal biasanya anggota Darren Club sangat patuh pada peraturan klub karena takut dia putuskan. Gadis itu sudah beberapa kali menembaknya namun selalu dia tolak karena gadis itu adalah keponakan Rektor. Dua minggu lalu, akhirnya dia menerima pernyataan cinta gadis itu. Dia berpikir sekarang dirinya sudah hampir lulus, jadi tidak akan ada masalah jika dia berpacaran sebentar dengan gadis itu. Namun ternyata gadis itu membawa bencana untuknya! Sial! Sial! sial! Makinya dalam hati. Mengapa dia begitu bodoh! Selama ini dia sudah menjauhi dan menolak semua gadis yang memiliki hubungan dengan petinggi kampus dan harusnya tetap seperti itu. Setelah lelah merutuki dirinya sendiri, dia tertidur ditemani semilir angin yang berhembus sejuk disana. Eloisa baru saja membuka pintu rooftop dan melihat ada orang terlentang di lantai. Dia segera menghampiri karena takut terjadi sesuatu pada orang itu, namun ternyata dia malah menemukan Darren yang sedang tidur. Dia terpana menatap wajah Darren yang terlihat begitu tampan, bahkan saat sedang tidur seperti sekarang. Wajah pria itu bahkan lebih putih dan lebih mulus dari wajahnya. Sepertinya Tuhan sedang sangat murah hati saat menciptakan pria itu, hingga menghasilkan mahakarya seperti ini. Eloisa menatap penasaran pada pria yang sedang tidur itu. Dia sudah mendengar tentang Darren Club yang sudah ditutup. Apakah pria ini sedang bersedih? Tapi setahunya, tadi Profesor Adianto tidak memintanya menutup Darren Club, pria itu hanya menghukum Darren untuk bertanggung jawab atas tindakan anggota klubnya. Walaupun dia bukan orang yang selalu update, namun tutupnya Darren Club yang membuat suasana kampus hari ini menjadi hujan lokal tidak mungkin tidak dia dengar. Semua orang membicarakannya. Mulai dari dosen, mahasiswa dan mahasiswi, bahkan sampai office boy dan tukang kebun kampus pun ikut berghibah. Belum lagi, sekarang banyak gosip beredar karena tidak banyak yang mengetahui sebab ditutupnya Darren Club secara tiba-tiba. Yang paling hot adalah gosip kalau Darren menggoda dosen bersuami sehingga dipaksa menutup Darren Club. Aja gile orang bikin gosip, koq bisa kepikiran sampai kesitu! Eloisa mengalihkan perhatiannya dari pria itu. Dia kembali ke tempatnya biasa bersandar saat melihat langit, tempat pertama kali Darren menciumnya. Walaupun matanya menatap ke arakan awan di atas sana, namun pikirannya kembali berkelana. Dia kesini untuk mencari angin segar, terutama di saat hatinya sedang gundah seperti sekarang. Dia suka berada di atap gedung seperti ini sambil melihat arakan awan di langit. Rasanya menenangkan jiwanya. Baru saja Ibunya menghubunginya, memintanya untuk mengosongkan jadwalnya di hari sabtu siang. Ternyata, Ibunya sudah membuatkan rencana untuk mempertemukan dirinya dengan orang yang akan dijodohkan dengannya. Mendengar suara Ibunya yang begitu berharap membuatnya tidak tega untuk menolak, sehingga akhirnya dia menyetujui walaupun dengan berat hati. Ya, dengan sangat berat hati, hingga sekarang disinilah dirinya. Berusaha untuk mengikhlaskan apa yang sebenarnya tidak dia inginkan dan menuruti keinginan orang tuanya. Di jaman sekarang, banyak wanita yang tetap bisa bahagia walaupun mereka tidak menikah. Mereka bisa bekerja untuk menghidupi diri dan traveling untuk menikmati hidup. Jika ingin memiliki anak, dia bisa mengangkat anak nanti, artis saja banyak yang punya anak angkat sebelum menikah. Mungkin prosedurnya akan lebih rumit, namun itu tidak masalah untuknya. Dia lebih takut menikah. Dia takut traumanya di masa lalu malah akan membuat pernikahannya tidak berhasil. Dia sudah tidak bisa lagi percaya dengan makhluk yang bernama pria, sehingga dia takut dirinya sendiri yang membuat rumah tangganya berantakan karena ketidakpercayaannya pada suaminya sendiri nantinya yang mungkin saja tidak seburuk Victor. Pertemuannya dengan Viktor minggu lalu semakin menguatkan ketakutannya akan perjodohan ini. Perasaan yang sudah dia anggap mati dan sakit hati yang sudah dia kubur selama empat tahun, langsung menghambur keluar lagi hanya dengan bertemu Viktor dan Susan. Eloisa tahu tidak semua pria seperti itu, contoh paling dekat adalah Ayahnya. Ayah adalah pria yang baik dan sayang pada keluarganya, Ayah bahkan sangat menghormati ibunya. Tapi apa yang terjadi padanya dulu dan apa yang dia lihat dari teman temannya, bahkan yang sudah menikah sekalipun. Tidak banyak dari mereka yang sepertinya benar-benar bahagia. Karena itulah dia menginginkan hidupnya tanpa pria dan segala tipu daya mereka, baginya pria adalah sumber segala penderitaan. Namun masalahnya sekarang orang tuanya tidak menginginkan dirinya terus melajang. Eloisa menghela nafas lagi untuk kesekian kalinya hari ini. Eloisa merasakan rintik hujan yang mulai turun dan menyentuh kulitnya. Dia tidak beranjak dari tempatnya walaupun tahu rintik hujan itu mulai semakin deras. Mungkin perasaan gundahnya sekarang akan ikut luruh jika diguyur air hujan. Sudah tidak ada kelas yang harus diajarnya lagi, jadi tidak masalah jika penampilannya tidak rapi. Dia memejamkan matanya saat merasakan air hujan mulai membasahi tubuhnya. Tiba-tiba kepala dan tubuhnya tertutupi sesuatu, dia membuka matanya dan menarik kain yang menutupi sebagian tubuhnya tadi. Dia tidak mengenali sebuah jaket yang sekarang berada di tangannya, tapi dia mengenali aroma yang tercium dari jaket itu. Dia langsung menoleh dan melihat pria yang tadi tertidur sekarang sudah berada di belakangnya. Darren menarik kacamata yang digunakan Eloisa. “Ibu tidak bisa melihat wajah tampanku kalau menggunakan kacamata yang sudah basah seperti ini,” goda Darren dengan seringai jailnya. “Tanpa kacamata itu juga saya tidak bisa melihat kamu!” balas Eloisa ketus. Sudah moodnya buruk sejak awal, sekarang diganggu buaya pula! “Loh, bukannya Ibu bisa melihatku jika jaraknya hanya segini?” tanya Darren bingung. “Kacamata saya itu plus, bukan minus. Kembalikan kacamata saya!” kata Eloisa menjelaskan, lalu mengulurkan tangannya meminta kacamatanya dikembalikan. “Kacamata bulat semalam lebih cocok untuk Ibu,” kata Darren lagi. Dia memperhatikan dosennya untuk memastikan dosennya tidak membohonginya. Dia lalu mendekatkan wajahnya hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. “Apakah sekarang wajahku tetap tidak terlihat jelas?” Tanya Darren penasaran. Eloisa terkejut dan memundurkan tubuhnya karena wajah pria itu sangat dekat. Dan memang, wajah pria itu tidak terlihat jelas, pria itu hanya terlihat seperti sosok yang tidak bisa dikenali jika pria itu tidak bicara. “Tidak. Dan berhenti mendekat!” omel Eloisa. Dia takut buaya ini tiba-tiba nyosor lagi. Apalagi kalau nanti kepergok orang lagi. Tambah banyak saja masalahnya nanti. “Mengapa mata Ibu plus?” tanya Darren penasaran. Mereka berbicara tanpa peduli hujan yang semakin deras. “Itu bukan urusan kamu. Kembalikan kacamata saya!” jawab Eloisa ketus. Dia tidak suka kelemahannya dibicarakan orang lain. “Aku tidak bermaksud menyinggung Ibu, aku hanya ingin tahu. Jawablah Bu, nanti baru akan aku kembalikan,” bujuk Darren. Entah mengapa sekarang dia selalu penasaran dengan semua hal yang berhubungan dengan Bu El, padahal biasanya dia tidak kepo dengan urusan orang lain. “Itu kelainan bawaan. Jadi sejak kecil memang saya menggunakan kacamata plus. Sekarang kembalikan kacamata saya!” kata Eloisa. Darren mengulurkan kacamata itu. Namun saat Eloisa mau mengambil kacamata itu, Darren malah menarik tangannya sehingga tubuhnya tertarik ke pelukan pria itu untuk kesekian kalinya. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN