2. FALL IN LOVE

1653 Kata
Seperti biasa bengkel milik Delon ramai oleh para pelanggan. Apalagi hari menjelang weekend seperti saat ini, para pelanggan biasanya akan melakukan cek dan servis mobil mereka sebelum berlibur bersama keluarga. Selagi para karyawan melakukan pekerjaan mereka Delon memeriksa persediaan perkakas kendaraan yang ada di bengkel dan gudang. Bagi Delon pantang mengecewakan pelanggan jadi ia selalu mengamankan stok barang-barang di bengkelnya agar tidak sampai membuat para pelanggan kecewa lalu enggan datang kembali. Delon segera mencatat nama-nama perkakas dengan stok yang sudah menipis lalu menelepon perusahaan yang biasa mengirimkan barang-barang original ke bengkelnya. Setelah Delon pensiun dari dunia militer tak sulit baginya menggamit para pemilik perusahaan ternama untuk bekerja sama dengan bengkelnya. Namanya sudah cukup dikenal di kalangan pengusaha. Jadi ketika ia memutuskan pensiun banyak yang menyayangkan kemunduran dirinya sebagai pemimpin panutan yang tegas, disiplin, jujur, dan adil. Bahkan tak seperti pejabat negara pada umumnya yang bergelimang harta dan mendapatkan fasilitas mewah, kehidupan Delon dan keluarganya sangat sederhana. Hanya menempati rumah dinas yang diberikan oleh negara. Lalu setelah pensiun ia membangun rumah sederhana berlantai dua yang ia tempati bersama Nick. Tabungan yang yang ia miliki pun Delon manfaatkan untuk membangun bengkel mobil, sesuai dengan hobinya semasa muda yang mencintai dunia otomotif. Semua Delon mulai dari nol. Sembari mencoba mengikhlaskan sang istri tercinta yang telah meninggal dunia setiap hari Delon menyibukkan diri di bengkel. Namun dengan kesibukan itu bukan berarti Delon mengabaikan Nick yang saat itu masih berusia 5 tahun. Justru ke mana pun Delon pergi selalu membawa Nick. Sebisa mungkin ia akan menjaga dengan baik satu-satunya kenangan yang tersisa dari Gita. Mencintai Nick sesempurna mungkin agar Nick tidak pernah merasa kekurangan suatu apapun. Meskipun Delon sadar ia tidak akan mampu menggantikan peran seorang ibu untuk Nick. Yang bisa ia lakukan hanya mendidik Nick dengan pendidikan agama sebagai pondasi seperti keinginan mendiang sang istri. Maka tak heran jika Delon menyekolahkan Nick di sebuah Madrasah Aliyah Negeri terbaik di kota Yogyakarta. Kring... Kring... Kring.... Telepon di atas meja sukses membuyarkan konsentrasi Delon. Pria itu segera mengangkat telepon tersebut lalu menyapa suara seorang bocah laki-laki di sana. "Assalamu'alaikum!" ucap Delon lembut. "Papa lupa ya katanya mau menjemput Nick?" kesal bocah itu yang seketika membuat Delon terkejut. "Dijawab dulu salam Papa dong!" jawab Delon seraya menilik jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 13.00 siang. "Wa'alaikumsalam," lirih Nick tak bersemangat. "Ok, Papa berangkat sekarang!" Delon segera bangkit dari tempat duduknya sembari meraih kunci mobil di atas meja. Dengan tergesa-gesa Delon pamit kepada salah satu karyawannya yang tengah sibuk mengecek mesin mobil untuk menjemput Nick sebentar. "Siap Bos! hati-hati di jalan!" ucap Lutfi dengan menghentikan pekerjaannya lalu mengangkat tangan kanan, meletakkan di pelipisnya dengan cepat untuk memberikan hormat seperti yang biasa ia lakukan. Lutfi melakukan itu karena ia tahu siapa Delon sebelum menjadi pemilik bengkel tersebut. Seorang petinggi badan intelejen negara. Lutfi mengetahui rahasia besar Delon dari Ardan, pemilik panti asuhan tempat ia dibesarkan dulu. Lutfi adalah karyawan pertama yang Delon ambil dari panti asuhan milik keluarga besar Alfarizi. Ia tidak akan pernah meragukan rekomendasi dari para sahabat baiknya yang tergabung dalam Club Cogan. Para pria yang dengan kepercayaan tinggi mengaku tampan sejak lahir yang terdiri dari 6 pria mapan dengan karir cemerlang mereka masing-masing. Mobil hitam model Jeep meluncur bebas ke jalanan raya menuju sekolah Nick yang terlihat mulai sepi. Untung saja jarak antara bengkel dengan sekolah Nick tak terlalu jauh. Jadi hanya cukup memakan waktu sekitar 15 menit mobil itu telah memasuki area sekolahan. Tampak Nick tengah berdiri di depan gerbang sekolah dengan kedua tangan memegang tali ransel di punggungnya, kaki kanannya menendang apa pun yang saat ini ada di hadapannya. Seketika senyuman terkembang di bibir Delon. Perlahan ia melajukan mobil mendekati tempat Nick menunggunya. Tiiin... Suara klakson mobil sukses mengejutkan Nick yang tengah fokus menatap ke arah kakinya yang berayun. Nick langsung masuk ke dalam mobil lalu meraih tangan Delon untuk diciumnya. "Ih masak cowok suka ngambek?" goda Delon saat melihat wajah kesal Nick seraya kembali melajukan mobilnya ke luar dari area sekolahan. "Kan Nick udh bilang biar Kang Parjo aja yang jemput Nick atau Nick bawa motor sendiri aja," protes bocah berusia 16 tahun tersebut tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan beraspal di hadapannya. Pasalnya Nick selalu dibuat kesal karena menunggu papanya. Apalagi kalau bukan alasan sibuk atau lupa. "Maaf deh. Papa janji nggak akan telat jemput lagi. Untuk motor, Papa akan kasih izin saat usia kamu genap 17 tahun. Saat kamu udah memiliki kartu identitas," jawab Delon seraya mengulurkan tangan untuk mengusap puncak kepala Nick dengan sayang. "Senyum dong!" goda Delon sembari tersenyum lebar, memamerkan gigi-gigi putihnya yang langsung diikuti oleh Nick. "Puas!" kesal Nick setelah mengembalikan mode juteknya. "Oya Papa langsung antar pulang ya? soalnya Papa ada janji sama seller perkakas, lagian nanti sore Papa juga kudu jemput El pulang les," terang Delon yang semakin membuat Nick geram. Nick merasa perhatian papanya telah terbagi sejak kehadiran Elora di rumah mereka. "Terserah!" jawab Nick dengan singkat. Nick cemburu karena merasa diduakan. Apalagi Nick tahu semalam Elora tidur di kamar papanya. Delon menatap Nick sejenak lalu kembali fokus menyetir. Tak biasanya putranya tersebut marah hanya karena ia telat menjemput sekolah. Sepanjang perjalanan Nick membisu, mengabaikan papanya hingga mereka sampai di depan rumah. Baru saja Delon membuka bibirnya hendak berbicara Nick sudah turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah. Delon mendesah pasrah lalu segera melajukan mobilnya menuju bengkel untuk melanjutkan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda. ****** "Om El udah selesai lesnya!" Sebuah notifikasi pesan w******p masuk di ponsel Delon. Melihat nama Elora tertera pada layar ponselnya Delon segera bergegas merapikan nota pembelanjaan bengkel yang masih berserakan di atas meja. Ia tumpuk menjadi satu lalu memasukkan ke dalam laci meja dan menguncinya. Tak lupa layar laptop yang masih menampilkan laporan keuangan ia save lalu mematikannya. Sembari menunggu laptop padam Delon membalas pesan w******p Elora. "Ok, Om otw. El tunggu di sana jangan ke mana-mana!" Dengan cepat Delon ke luar dari ruangannya lalu mengunci pintu, tak lupa ia juga berpesan pada Lutfi untuk mengunci rapat bengkel sebelum pulang nanti karena kemungkinan Delon tidak akan kembali. Delon berencana ingin mengajak Nick dan Elora makan di luar sekalian untuk menghibur Nick yang terlihat tak bersemangat sejak tadi pagi. Delon mengurangi kecepatan mobilnya saat memasuki area sekolah Elora. Tampak beberapa remaja berseragam putih abu-abu ke luar dari gerbang sekolah. Elora dan dua temannya tampak asyik mengobrol sembari berdiri di bawah pohon tempat mereka menunggu. Sebenarnya di sekolahan Elora banyak tersedia tempat duduk bagi siswa-siswi yang menunggu jemputan tapi entah mengapa ketiga siswi itu memilih berdiri di sana. Delon membuka kaca saat mobilnya berhenti tak jauh dari Elora dan teman-temannya berada. Pria itu membunyikan klakson untuk mengalihkan obrolan ketiga remaja yang belum juga menyadari kedatangannya. "Ya ampun El ganteng banget Om kamu!" puji Citra dengan netra berbinar sembari kedua tangan memegang kedua pipinya. "Sumpah El, aku mau dong dikenalin sama Om kamu!" sahut Melodi tak kalah heboh dari Citra. "Kagak boleh, Om ganteng itu cuma buat aku!" balas Elora lalu segera meninggalkan kedua sahabatnya yang masih terperdaya oleh pesona pria dewasa itu. Setelah memastikan Elora duduk nyaman di tempatnya, Delon segera memakaikan seat belt di tubuh Elora. Seketika tubuh Elora menegang kala aroma maskulin yang menguar dari tubuh Delon tertangkap indera penciumannya. Lalu dengan santainya Delon melambaikan tangan ke arah dua remaja yang masih memperhatikan mereka dengan seulas senyuman. "Ayo jalan Om!" protes Elora agar Delon segera menutup kaca dan melajukan mobilnya meninggalkan dua sahabatnya yang terlihat masih mengumbar senyuman. "Gimana ujiannya? Lancar kan?" ujar Delon untuk membuka obrolan. "Alhamdulillah lancar Om," jawab Elora singkat yang hanya ditanggapi anggukan kepala oleh Delon. "Kamu tadi sudah makan siang kan? Om nggak mau kamu sakit. Nanti orang tua kamu bisa ngamuk sama Om klo itu sampai terjadi," ucap Delon lagi. "Udah lah Om, Mommy dan Daddy tadi nelponin El mulu buat ngingetin makan," jawab Elora. Lalu ia mengulurkan tangan untuk mengganti musik yang tengah berputar. Dari lagu lawas milik band legendaris Slank Elora menggantinya dengan lagu Apalah Cinta milik salah satu pedangdut tanah air, Ayu Ting-ting. Seketika tawa Delon berderai, pria itu tak menyangka jika selera musik Elora adalah musik dangdut. Musik khas masyarakat Indonesia yang jarang sekali digandrungi oleh para remaja karena dianggap musiknya orang kampung alias ndeso. Namun bukannya tersinggung dengan ucapan Delon remaja bernetra hazel itu justru terpesona dengan tawa Delon. Entah mengapa pria dewasa itu terlihat jauh lebih tampan dari biasanya. Karena Delon dan kedua orang tuanya sudah bersahabat sejak lama, Elora sudah terbiasa dengan kehadiran Delon. Tapi untuk saat ini ada yang berbeda, ada kekaguman tersendiri di dalam hati Elora. "Apa ada yang lucu Om?" tanya Elora saat tawa Delon mulai memudar. Pria itu menatap Elora sejenak dalam sisa tawanya. "Lucu aja, sejak kapan kamu suka musik dangdut?" pertanyaan itu meluncur juga dari bibir Delon untuk menjawab rasa penasarannya. "Udah lama sih Om. Asyik aja sih, bukannya kita sebagai warga negara Indonesia harus mencintai produk dalam negeri?" Balasan dan pertanyaan balik Elora berhasil membungkam bibir Delon. Pria itu berdeham lalu mengulas senyuman. "Pinter kamu!" Delon mengulurkan tangan untuk mengacak puncak kepala Elora seperti yang biasa ia lakukan jika mereka bertemu. Tapi bagi gadis yang belum pernah merasakan jatuh cinta seperti Elora hal itu terasa berbeda. Hatinya berdesir mendapatkan perlakuan manis dari pria dewasa yang seumuran dengan Mommy-nya tersebut. Rasa baru yang Elora sendiri tak mampu mendefinisikannya. Memang untuk pertama kalinya Elora bersama pria selain keluarganya. Deanova, sang Daddy yang selalu bersikap protektif dan posesif tidak pernah mengizinkan Elora pergi tanpa pengawasan darinya. Jadi ke mana pun Elora pergi selalu bersama orang-orang kepercayaan Daddy_nya. Dulu sebelum Azka, kakak sepupu Elora melanjutkan pendidikan kedokteran ke Jakarta pria itulah yang sering menemani kemanapun dirinya pergi. "Mau lanjut kuliah jurusan apa?" tanya Delon karena mulai merasa tertarik dengan keunikan remaja di sampingnya. "Rencana sih El ingin ambil fakultas ilmu budaya, tepatnya Sastra dan Bahasa Daerah," jawab Elora dengan penuh keyakinan. "Good!" puji Delon dengan senyuman bangga. Delon tak menyangka Elora memilih fakultas yang notabene sering dianggap remeh oleh kebanyakan oleh masyarakat Indonesia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN