Tempat yang Leah tinggali hampir 4 tahun ini bukanlah tempat yang baik. Suara ibu kos yang nyaring ketika mengomeli penyewa yang belum membayar uang sewa. Pertengkaran antara ibu kos dan penyewa kamar yang tidak terima digosipkan ke tetangga. Penuh kepulan asap membuat Leah selalu menahan napasnya tiap kali melewati perkumpulan wanita yang merokok sedang bergosip di ruang tamu. Belum lagi kamar mandi di sini hanya ada dua dan kotor, penyewa kos harus bergantian menggunakannya. Kos ini memang bukanlah tempat tinggal yang layak.
Tapi hebatnya Leah bisa bertahan selama 4 tahun ini karena 1 hal, uang sewa yang murah. Dan dua minggu lalu ibu kos mengumumkan bahwa bulan berikutnya harga sewa akan naik.
Leah benar-benar miskin. Dia perlu berhemat. Dia hanya sarapan 1 buah apel atau pisang, tapi paling sering dia tidak sarapan sama sekali. Dan malamnya dia akan memakan mie instan. Dia yang memikirkan pengeluaran dan pemasukkannya akhirnya menyerah. Dia mulai mencari kos murah di sekitar dua tempat kerjanya dan berhasil mendapatkannya tadi malam.
Sesuai dengan rencana awalnya, pulang sekolah Leah langsung mengemasi barangnya yang tidak seberapa dalam tas besar kemudian menuju lokasi tempat tinggal yang akan ia tempati. Leah masih ingat wajah ibu kos sebelumnya yang tidak senang ketika Leah pamit pergi. Tapi mau bagaimana lagi? Leah harus berhemat jika ingin bertahan hidup.
Leah melirik ponselnya dan membaca nama tempat tinggal sekali lagi sebelum melihat ke bangunan apartemen di depannya.
Duduk di area tunggu di lobi Leah mengingat kembali balasan pesan mereka tadi malam. Pesan pemilik itu bertuliskan bahwa unit tersebut memiliki dua kamar dengan satu yang masih kosong. Yang artinya, dia memang menyewa tempat tinggal di apartemen ini. Kurang lebih seperti ibu kos sebelumnya.
Namun, bukankah cukup aneh?
Leah mengedarkan pandangannya pada sekeliling area yang sangat baik lalu mengeluarkan ponselnya.
“Apakah unit di sini harga sewa per bulannya benar-benar di bawah 1 juta?” Leah berdesis. Apakah dia tidak rugi menyewakan tempat tinggal yang lumayan bagus dengan harga murah?
Di saat hendak membuka mesin pencarian untuk mengecek kisaran harga, seseorang mengganggunya.
“Bu Leah?”
Panggilan ibu bagi Leah sudah biasa di sekolah. Maka dari itu Leah mendongak dan melihat wajah seorang pria asing yang biasa-biasa saja berdiri di depannya. Pria ini menggunakan kacamata. Rambutnya yang sedikit ikal acak-acakan hingg menyentuh dahinya, pakaiannya kusut, dan menggunakan sandal rumahan.
Sebentar .... Leah tidak mengganggu waktu tidurnya, kan?
Leah secara naluriah berdiri sambil menjawab, “Ya, saya.”
“Saya Ben.”
Leah melihat uluran tangan pria itu lalu membalas jabatan tangannya sebagai bentuk kesopanan. Merasakan kehangatan yang tidak asing, Leah mengangkat alisnya agak terkejut dan aneh. Mendongak kembali dan menerima tatapan bertanya dari Ben yang tiba-tiba, Leah membutuhkan waktu untuk menjawab, “... Leah.”
***
Pintu terbuka dari luar setelah bunyi pelan kemudian Ben disusul Leah masuk ke dalam. Melihat suasana nyaman dan rapi unit tersebut, Leah mengerjapkan matanya beberapa kali. Bukankah ini cukup mewah untuk sewa kamar di bawah 1 juta? Leah yang terbiasa dengan kos kecil dan kumuh tidak bisa berhenti takjub. Tapi, di mana teman serumahnya?
“Um, anu …,” Leah bersuara. “Orang yang juga menyewa tempat ini apakah masih kerja di jam ini?”
Ben menoleh pada Leah. Dengan wajah tenangnya, dia balik bertanya, “Apa Anda sedang bekerja sekarang?”
Meskipun bingung, Leah tetap menggeleng. “Tidak. Saya baru saja selesai bekerja.”
Ben meletakkan kartu akses di card holder di sisi kiri. “Jika ingin keluar, Anda bisa menggunakan kartu akses ini.”
Di saat Ben melangkah masuk lebih dalam, Leah segera mengambil kartu akses dan menyimpannya ke dalam tasnya. Di sana ada dua buah kartu akses, yang kemungkinannya penyewa lainnya pun masih di dalam unit. Bicara tentang penyewa lainnya, Leah masih ingat pemilik unit ini belum menjawab pertanyaannya.
Dengan bersabar, dia membuntuti Ben.
“Dapur, ruang televisi, balkon.” Ben menunjuk tempat-tempat tersebut dengan singkat.
Karena unit tersebut tidak memiliki banyak sekat, Leah bisa melihatnya dengan mudah.
“Kamar mandi dan toilet di sini hanya ada satu. Jadi harus bergantian jika ingin menggunakannya.”
Leah mengangguk ketika Ben menunjuk ke pintu yang tertutup.
“Anda bisa menjemur pakaian Anda di balkon.”
Lagi, Leah mengangguk.
“Lalu itu kamar Anda. Anda bisa melihatnya dulu. Itu tidak dikunci. Kuncinya ada di dalam kamar tersebut.”
Tanpa disuruh dua kali, Leah segera menyeret koper dan tas besarnya ke dalam kamar. Membawa dua hal itu sambil mendengar pria itu berbicara sedikit mengganggunya. Dia melihat suasana kamar yang rapi namun sedikit kotor menandakan bahwa sudah lama tidak ditempati. Well, dia akan membersihkannya setelah pria ini keluar nanti.
“Apa Anda baik-baik saja dengan kamar ini?”
Leah menoleh pada pria yang bersandar di kusen pintu kamar. “Ya.”
“Bagaimana dengan ruang televisi dan dapurnya?”
“Uhm, ya.”
“Balkon? Tidak masalah dengan menjemur pakaian Anda di balkon? Anda bisa juga menjemurnya di kamar mandi. Jika merasa malu, di sini juga ada jasa laundry. Anda bisa menghubunginya. Semua nomor hingga pihak pengelola bisa Anda lihat di buku sana.” Ben menunjuk ke belakang tubuhnya.
Leah melirik ke arah samping dengan bingung sebelum kembali pada pemilik unit. Untuk apa dia merasa malu? Toh di kosan sebelumnya mungkin lebih parah dari ini karena lebih dari 5 orang yang menggantung pakaian dalam mereka bersama-sama. Di sini dia hanya tinggal berdua dengan wanita lain. Jadi, itu tidak masalah. “Baik.”
“Kamar mandi? Tidak masalah juga?”
“Ya.” Leah mengangguk dengan sungguh-sungguh. Setelah itu anggukannya berhenti. “Tunggu, apa kran di kamar mandinya sering rusak? Saya akan menghubungi jasanya bila itu terjadi.”
“Tidak.”
“Oh lampu? Jujur saja saya takut gelap.”
“Tidak.”
“Uhm pintu?”
“Tidak.”
Leah terdiam. Begitu juga Ben.
Leah menjadi bingung. Jika tidak ada masalah kenapa bertanya?! Pria ini sungguh aneh. “… Oke. Kalau begitu semuanya baik-baik saja.”
Ben menatap Leah beberapa saat yang mana sedikit mengganggu Leah. Dia kemudian berjalan menuju meja makan dan Leah membuntutinya. Dengan meja makan di antara mereka, jarak mereka lumayan jauh secara alami.
“Anda diperbolehkan melakukan apa pun di sini, asalkan tidak membawa banyak teman dan membuat keributan.”
Leah mengangguk santai karena tidak ada siapa pun yang bisa dia bawa kecuali Esther.
“Jangan menyalakan lampu larut malam di sini jika tidak ada keperluan. Cukup lampu ini saja dibiarkan menyala sampai pagi.”
Sambil melihat lampu gantung di atas meja makan, Leah mencatat peraturan itu di kepalanya.
“Saya membutuhkan waktu cukup lama untuk menyesuaikan pandangan saya dengan sinar,” tambah Ben bergumam.
Dan Leah menatap pria itu cepat. “Maaf, apa?”