Memiringkan tubuhnya, Leah mendesah panjang.
Leah hanya perlu bertahan selama sebulan. Ya, cukup sebulan untuknya mencari tempat tinggal lain. Dan selama di sini, dia hanya perlu keluar di waktu yang penting saja seperti menggunakan toilet, kamar mandi, dan juga memasak mie instan. Dia bisa makan di dalam kamar seperti kebiasaannya di kost sebelumnya. Dan untuk bersih-bersih unit, dia akan melakukannya sangat pagi. Dengan begitu, persentase pertemuannya setiap hari dengan Benjamin akan semakin kecil.
Puas dengan rencananya yang matang, tiba-tiba saja perutnya berbunyi dalam keheningan. Leah melirik jam kemudian mengerjap pelan. Dia tidak menyadari bahwa sekarang sudah lewat jam makan siang. Dengan gerakan cepat Leah mengeluarkan makanan yang dia beli di sekolah untuk dipanaskan dari dalam tas.
Dengan amat perlahan, Leah membuka pintu kamarnya dan mengulurkan kepalanya untuk melihat apakah ada tanda-tanda makhluk hidup lainnya. Setelah menyadari tidak ada siapa pun, dia dengan berjinjit pelan bergerak melewati pintu kamar Ben menuju dapur.
Memanaskan makanan tidaklah menghabiskan waktu yang sangat banyak. Jadi, dia bisa menyelesaikannya dalam waktu singkat lalu masuk ke dalam kamar. Itulah yang Leah pikirkan. Namun siapa sangka dalam keadaan menunggu, dia bisa mendengar suara pintu terbuka. Dengan bodohnya, Leah terkejut dan melompat dari tempatnya berdiri.
Entah kecepatan dari mana, Leah segera membuka microwave dan mengambil wadah makanan.
Di saat dia berbalik dan membawa perlengkapan makannya, Ben yang berdiri cukup jauh darinya berbicara, “Bisakah kita bicara sebentar?” Ben melirik sesuatu di tangan Leah. “Setelah Anda selesai makan pastinya.”
“Setelah ini saya harus tidur. Apakah itu penting? Anda bisa mengirim pesan ke saya.”
“Karena berada di atap yang sama, seharusnya kita mengobrol empat mata. Malam juga tidak masalah.”
“Saya memiliki shift malam. Mungkin ini tidak penting tapi untuk informasi, saya punya 2 pekerjaan. Pagi sampai siang mengajar, malam sampai subuh di minimarket.”
“Besok pagi.”
Leah membasahi bibirnya cepat. “Anda bisa bicara sekarang.”
“Tapi makanan Anda-”
“Saya akan makan setelah ini.”
Ben melirik Leah sejenak sebelum mengangguk. “Saya tahu Anda tidak nyaman dengan keberadaan saya—”
Sebelum Benjamin menyelesaikan kalimatnya, Leah buru-buru menanggapi, “Saya tidak masalah. Sungguh. Hanya … beri saya waktu. Saya belum terbiasa tinggal dengan seorang pria.”
Mana mungkin Leah setuju dengan ucapan Ben. Bisa-bisa dia diusir dari sini sebelum dia mendapatkan tempat tinggal berikutnya. Jika itu terjadi, Leah ingin menginap di mana subuh ini?
Ben menganggukkan kepalanya pelan. “Anda tidak perlu khawatir. Saya bukan orang yang suka melakukan kekerasan apalagi melakukan pemaksaan pada orang yang baru pertama kali saya temui.”
Ruang di antara alis Leah mengerut halus.
“Lain cerita jika Anda menginginkannya, saya bisa melayani Anda.” Ben menambahkan tanpa beban membuat Leah tidak bisa berkata-kata.
Oke. Tingkat kepercayaan diri pria ini berada di kasta tertingginya. Memangnya siapa yang menyukainya?!
“Yang artinya untuk ke depannya Anda tidak perlu takut ketika melihat saya seolah melihat pria jahat. Ke depanya kita akan kerap kali bertemu karena berada di tempat tinggal yang sama. Tidak mungkin Anda akan terus-terusan seperti itu. Walaupun saya seorang pria, saya tidak pernah melecehkan wanita.”
“Saya tidak bermaksud seperti itu.” Leah berujar cepat.
“Dari awal pertemuan kita, Anda memberi jarak yang terlalu banyak. Di dalam lift tubuh Anda benar-benar menyatu dengan kabin lift bagian belakang. Berjalan kemari juga Anda berada jauh di belakang saya. Lalu sebelum melihat kamar, Anda mundur ke belakang hanya karna saya menggeser kaki saya.”
Apakah … Leah benar-benar melakukan itu? Bagaimana bisa pria ini mengingat hal-hal kecil itu secara rinci?
Dengan bertahap, kerutan Leah menghilang. Dia sadar bahwa ekspresinya tadi pasti menyinggung Benjamin. Leah pun berbicara dengan suara kecil, “Maaf tentang kewaspadaan saya kepada Anda. Tapi, itu sudah kebiasaan saya dari dulu.”
“Saya juga minta maaf jika terlalu blak-blakan tentang tadi. Saya hanya ingin segala hal di sini menjadi jelas dan transparan.”
Leah mengangguk singkat. "Saya menerimanya."
“Satu hal lagi. Saya lupa mengatakan ini sebelumnya, Anda tidak perlu membersihkan kamar saya. Saya sudah terbiasa melakukannya sendiri.”
Oh demi Tuhan. Itu sungguh melegakan Leah. “Baik.”
“Hanya itu saja yang ingin saya katakan. Silakan lanjutkan urusan Anda.” Ben berdiri dan berjalan menuju kamarnya dalam diam.
Setelah mendengar pintu tertutup, barulah saat itu juga Leah bernapas. Walaupun menyakiti dan menyinggung perasaannya, harus Leah akui perkataan Ben itu cukup membuat Leah merasa aman. Setidaknya, dia tidak perlu terlalu waspada di depan Ben nantinya.
Kembali ke kamarnya, Leah mengambil ponselnya. Dia melihat bahwa ada pesan masuk dan segera membukanya.
Pemilik toko: Leah, jika sudah sampai ke toko di shift kamu mohon langsung temui saya.
Membaca pesan tersebut, Leah secara naluriah memiringkan kepalanya bingung.
“Ada apa?”
***
Di pagi hari Leah menjadi guru TK. Sore waktunya dia tidur. Di malam harinya dia menjadi pelayan toko di salah satu toko kelontong yang buka hingga jam 3 pagi.
Leah baru tiba di toko. Toko tersebut bukan toko dengan nama besar dan umum di tiap jalan di ibu kota. Ini hanyalah minimarket dengan menggunakan 2 karyawan saja. Leah sudah bekerja di sini selama 7 tahun lamanya. Lebih lama dari tempat kos sebelumnya. Dulu, pulang dari mengajar Leah mampir kemari untuk membeli keperluannya yang habis dan tidak sengaja melihat lowongan untuk shift malam di mulai pukul 8 hingga 3 pagi. Leah yang tidak memikirkan apapun segera mengambil peluang tersebut. Dan untung saja pemilik toko menerima Leah karena lowongan itu juga dibuat dan diperlukan mendadak.
Di pagi hari pemilik toko yang akan menjaga tokonya, masuk ke siang harinya ada karyawan lain, lalu terakhir Leah di jam malam.
Begitu dia masuk ke toko, dia melihat seorang wanita asing yang berjaga di belakang meja kasir sambil berkaca dengan cermin di tangannya.
'Karyawan baru?' batin Leah.
Tapi Leah melihat wanita yang bertugas di siang hari masih masuk. Dia bahkan sedang sibuk menyortir barang. Seperti biasa, Leah tersenyum demi menjaga kesopanan dan wanita itu membalas senyumannya dengan senyuman indahnya.
“Oh Leah, kamu sudah tiba.” Leah menatap pemilik toko yang mendatanginya. “Ayo ikut saya sebentar.”
“Duduklah.” Kepala toko duduk di kursinya sedangkan Leah di depannya.
“Bapak memerlukan catatan stock?”
“Bukan.” Pria itu mengibaskan tangannya. “Saya akan langsung ke intinya saja ya, saya ....”
Pemilik toko menatap Leah sejenak sebelum menghembuskan napas panjang. “Maaf, Leah, saya tidak membutuhkan kamu lagi di sini.”