bc

LANTANA (Kelamnya Masa Lalu)

book_age16+
0
IKUTI
1K
BACA
HE
heir/heiress
tragedy
loser
office/work place
like
intro-logo
Uraian

Cerita ini tidak bermaksud mengeksploitasi seks bebas sebagai hal yang wajar dalam kehidupan.Namun cerita ini bertujuan agar kita dapat menyikapi dengan bijaksana masalah sosial ini.Lantana adalah satu dari banyaknya anak (perempuan) yang tidak pantas menjadi korban perdagangan manusia.

chap-preview
Pratinjau gratis
Kenikmatan Yang Terlarang
Layaknya pasangan sejoli yang sedang dimabuk asmara, malam minggu tak ketinggalan bagi Tristan dan Dila untuk menghabiskan waktu bersama di taman. "Langitnya kurang cerah ya malam ini." Gumam Tristan. Dila menatap langit yang dipenuhi bintang. "Tapi indah kok." Ucapnya. "Oh iya, aku lupa, bintang kejoranya kan ada di sini. Pantas langitnya tenaram." Goda Tristan sambil mencolek pipi Dila. "Bisa aja kamu." Dila pun tersipu. "Setiap hari aku rasanya nggak bersemangat sebelum lihat senyum kamu." Lanjut Tristan. "Malamnya nggak bisa tidur karena selalu terbayang wajah kamu." Tristan terus merayu kekasihnya itu. "Pantesan kamu sering ketiduran pas kuliah." Dila malah membuat Tristan salah tingkah. Dila tertawa melihat pipi Tristan yang merona karena menahan malu. "Makanya kamu harus tanggung jawab." Kata Tristan. "Maksudnya?" Tanya Dila. Tristan lalu menggenggam tangan Dila. "Aku cinta sama kamu." Ucapnya sambil menatap kedua mata Dila. Jantung Dila pun berdegup kencang. Perlahan bibir Tristan mendekat dan mereka pun berciuman. Malam itu sungguh indah bagi keduanya. Bahkan saat Tristan membonceng Dila dengan sepeda motornya. Dila memeluk pinggang Tristan dengan erat. Tetapi kemudian sepeda motor Tristan mogok di depan sebuah gedung tua. "Maaf ya, bensinnya abis." Ucap Tristan. "Nggak papa kok." Jawab Dila yang masih setia bersama Tristan mendorong sepeda motor itu. Kesialan tak berhenti di sana, hujan tiba-tiba turun. "Kita ke sana." Tristan mengajak Dila masuk ke area gedung tua terbengkalai itu. "Kita berteduh dulu sementara ya." Tutur Tristan. Dila nampak ketakutan, apalagi suara guntur memecah langit. Spontan Dila memeluk Tristan. Tristan mengajak Dila masuk ke dalam gedung dan menutup pintu. "Kita di sini aja." Gumamnya. Suasana yang gelap dan dingin membuat keduanya tak bisa bergerak kemana-mana lagi. Mereka duduk di sebuah sofa tua sambil berpelukan. Keduanya saling berpandangan sehingga terlintaslah fikiran kotor untuk berbuat maksiat. Tristan melepaskan pakaian Dila sedangkan Dila hanya diam saja. Lalu dia melepas pakaiannya dan terjadilah hal yang tidak seharusnya mereka lakukan sebelum pernikahan. Keduanya sudah berhasil digoda oleh setan. Matahari pagi membangunkan keduanya yang tak berbusana. Segera Tristan memakain pakaiannya lalu membangunkan Dila. Dila juga segera memakai pakaiannya. "Udah pagi dan aku belum pulang. Mamaku pasti marah besar." Dila nampak ketakutan. "Bilang aja kamu nginap di rumah teman." Tristan memberi ide. "Kalau Mamaku nanya ke temenku itu gimana?" Tetapi rupanya Dila masih panik. "Kamu tenang aja. Aku akan minta pacar temanku untuk pura-pura jadi temen kamu." Tristan memegang kedua pundak Dila, berusaha menenangkannya dengan memberikannya pelukan. Selanjutnya Tristan mengajak Dila ke tempat kost temannya. "Tuk, tuk, tuk." Dia mengetuk pintu kamar temannya. Seorang pemuda yang hanya memakai celana pendek membuka pintu. "Gila lu, pagi buta ngapain kesini?" Tanyanya pada Tristan. Kemudian dia melihat Dila yang nampak cemas berdiri di samping sepeda motor Tristan. "Jangan bilang lu mau kawin lari." Tebak teman Tristan. "Gue perlu bantuan Dessy." Tristan nampak serius. "Siapa yang ngebet banget nyari Dessy jam segini? Emang berani bayar berapa?" Terdengar suara seorang perempuan dari dalam kamar teman Tristan. Perempuan cantik itu sedang tidur di balik selimut. Tanpa basa basi Tristan masuk ke dalam kamar temannya itu. "Des, bantuin gue dong. Lu harus nyamar jadi temennya cewe gue." Pinta Tristan. Perempuan bernama Dessy otu pun tersenyum. "Temen lu mabok cinta ni." Dia mengejek Tristan pada temannya. Temannya pun tertawa kecil. "Please Des, gue nggak bercanda." Bujuk Tristan. "Ok, jasa Dessy nggak gratis ya." Dessy lalu bangun dari tempat tidur itu tanpa mengenakan sehelai benangpun. Dia mengambil pakaiannya di lantai lalu segera mengenakannya teman Tristan bahkan membantu meresleting baju Dessy. "Thank you Des." Tristan memeluk Dessy. "Yang ini belum gue catat ya." Ujar Dessy. Segera Tristan melepas pelukannya. "Bye sayang." Dessy mencium bibir teman Tristan sebelum pergi. Dila melihat Tristan keluar dari tempat kost bersama Dessy. "Ini Dessy, ceweknya temen aku." Tristan berbohong padanya. Dila mengulurkan tangan. "Cewe baik-baik toh." Puji Dessy. Dila agak bingung dengan pernyataan Dessy tersebut. Tetapi dia tidak peduli. Keduanya masuk ke dalam taxi dan menuju ke rumah Dila. Dila tinggal di lingkungan masyarakat yang baik, meski bukan berasa dari orang berada. Ibunya adalah seorang tukang jahit dan cukup terkenal di desa tersebut. "Bu Iroh, si Dilla belum pulang?" Tanya seorang pelanggan yang akan mengambil baju jahitannya pada ibu Dila. Tak lama Dila muncul bersama Dessy. Penampilan Dessy jauh lebih rapi dan dia bahkan memakai kacamata. "Dila? Dari mana aja kamu?" Ibunya nampak kesal. "Maaf Tante, semalam Dila nginap di tempat saya. Kami mengerjakan tugas kuliah bareng." Dessy langsung menyahutnya. "Kamu siapa?" Tanya Ibu Dila. "Saya temennya Dila. Kami nggak akrab sih, tapi kebetulan kami dapat tugas satu kelompok." Jelas Dessy. "Yaudah Dil, aku duluan ya." Dessy berpamitan pada Dila. "Permisi Tante." Juga pada Ibu Dila. Hari itu Dila aman dari kemurkaan Ibunya. Tapi tidak dengan 1 minggu kemudian. Dila mulai mual-mual. Tapi dia menahannya agar tak ketahuan Ibunya. Dila menemui Tristan di kampus. "Tristan, akhir-akhir ini aku sering mual. Aku juga nggak sanggup nyium bau bawang kalau Mama lagi masak." Dila menceritakannya pada Tristan. "Kamu udah periksa ke Dokter?" Tanya Tristan. "Aku takut..." Mata Dila berkaca-kaca. "Aku akan nemenin kamu." Tristan merangkul pundak Dila. "Tetanggaku punya gejala yang sama, dan ternyata dia hamil." Mendengar kata-kata itu membuat Tristan terkejut. "Ikut aku sekarang." Dia mengajak Dila pergi. Tristan dan Dila pergi ke club malam, tempat Dessy bekerja sebagai pelayan. Dila terkejut melihat penampilan Dessy yang sangat seksi. Tristan menceritakan tentang Dila pada Dessy. "Udah tes pack?" Tanya Dessy pada Dila. Dila menggelengkan kepalanya. "Buat mastiin mending tes pack." Usul Dessy. Tristan dan Dila menuju ke apotek untuk membeli alat tes kehamilan itu. Tristan memberikannya pada Dila. "Kamu pakai deh, ada petunjuknya." Pinta Tristan. Dila menuju ke toilet umum, beberapa saat di dalam sana menunggu hasilnya. Mata Dila melotot karena ternyata dia benar-benar hamil. Dila menunjukkan hasil tes tersebut pada Tristan. "Aku hamil." Dila meneteskan air mata. "Sial!" Tristan membuang alat tes tersebut ke tanah lalu menginjak-injaknya. "Kalau Mama tau gimana?" Dila kembali ketakutan. "Jangan sampai ketahuan dong!" Tristan malah membentak Dila. Hal itu membuat Dila semakin bersedih. Tristan mengantarkan Dila pulang ke rumah. Diam-diam Ibunya mengintip lewat jendela. "Siapa tadi?" Tanya Ibu Dila setelah Dila masuk ke dalam rumah. Dila nampak terkejut. "Temen Ma." Jawab Dila. "Temen apalagi sekarang?" Tanya Ibunya lagi. "Cuma nganterin pulang aja." Jawab Dila. "Awas ya kalau kamu macam-macam." Tegas Ibunya. Dila segera masuk ke dalam kamarnya. Dia hanya bisa menangis seorang diri. Hari terus berganti, perut Dila sudah mulai membesar. "Sampai kapan aku harus tutupi kehamilan aku?" Dila protes pada Tristan. "Terus mau kamu apa?" Tanya Tristan. "Kita nikah." Jawab Dila. "Apa, nikah? Kita belum lulus kuliah, aku belum ada kerjaan." Tristan menolaknya. "Kita gugurkan aja." Usulnya kemudian. Pergilah keduanya ke sebuah tempat praktik aborsi yang sangat tertutup. Alamat itu didapat dari Dessy. "Masih jauh nggak?" Tanya Dila. "Kata Dessy sih di gang ini." Jawab Tristan. Dila nampak ketakutan saat melihat tempat kumuh itu. Beberapa wanita hamil sedang menunggu di teras bahkan ada yang sambil mengisap rokok. "Kalian, masuk." Panggil seseorang dalam ruangan. Tempat itu mirip dengan ruang operasi di rumah sakit, hanya saja tak ada alat-alat canggih di sana. Dila diminta tidur di atas ranjang. "Ini sih sulit ya. Udah gede janinnya. Resikonya bisa pe darahan hebat, koma, atau kematian." Pelaku praktik tersebut menjelaskannya. "Nggak!" Dila langsung bangun. "Aku nggak mau." Dila segera lari dari tempat tersebut. "Dila!" Tristan menyusulnya. "Dila, berhenti!" Tristan berhasil meraih tangan Dila. "Aku nggak mau mati Tristan." Dila menangis dalam pelukan Tristan. Pemuda itu pun mulai iba. "Kita nggak akan ngelakuin itu." Kalimatnya membuat Dila merasa sedikit lebih tenang. Lalu Tristan mengantarkan Dila pulang ke rumahnya. "Aku akan cari solusi untuk masalah kita. Kamu istirahat aja dulu." Begitulah nasihatnya pada Dila. Dila mengangguk sambil tersenyum, melepas Tristan pergi dengan lambaian tangan. "Ikut Ibu!" Tiba-tiba Ibunya datang dan menarik tangan Dila untuk masuk ke dalam rumah. Beberapa tetangga juga menyaksikan. "Ibu kenapa sih, malu dilihat tetangga." Protes Dila. "Justru kamu yang bikin malu. Belakangan ini kamu selalu pulang diantar laki-laki. Sebenernya siapa dia?" Hardik Ibunya. Dila pun terdiam. "Kamu ada hubungan sama dia kan?" Tanya Ibunya lagi. "Dia pacar Dila Bu." Jawab Dila dengan kepala tertunduk. "Pacar? Kan Ibu sudah bilang, kamu nggak boleh pacaran. Kamu harus fokus sama kuliah kamu. Emangnya kamu mau jadi tukang jahit kaya Ibu?" Ibunya terlihat marah. Tak ada yang bisa dikatakan oleh Dila. Dia memilih diam mendengarkan kemarahan Ibunya. "Seandainya dulu Ibu gak kepincut Bapakmu yang pengangguran itu, Ibu nggak di sini sekarang, Ibu udah lulus SMK dan punya toko sendiri." Kemudian Ibunya menjadi sentimentil. Ibunya duduk di kursi ruang tamu. Dila merasa iba melihat Ibunya. "Ibu nggak mau kamu menderita seperti Ibu." Perempuan itu meneteskan air mata. Dila juga ikut meneteskan air mata. Malam itu Dila tak dapat tidur, dia merasa bersalah pada Ibunya. "Masa depan Dila udah hancur Bu." Dia mengelus perutnya. "Aku harap Tristan nggak seperti Bapak." Dila menghapus air matanya. Keesokan harinya, Dila bangun lebih awal, dia memasak untuk Ibunya. "Bu, sarapan dulu." Katanya pada sang Ibu yang hendak pergi ke pasar. Ibunya merasa senang melihat perubahan Dila. Dia lalu duduk di meja makan untuk sarapan bersama. "Kelihatannya kamu kurang sehat. Wajahmu pucat. Kamu sakit?" Pertanyaan Ibu Dila membuatnya tersedak. "Minum dulu." Segera Ibunya menyodorkan segelas air. "Dila ada ujian hari ini. Dila pergi dulu ya Bu." Dila malah mengalihkan pembicaraan. Dia menyalami Ibunya lalu pergi, padahal makanannya belum habis. Dila mencari Tristan di Kampus, tapi Tristan tak kelihatan. Dila lalu menuju ke tempat kost teman Tristan. "Tristan nggak kelihatan dari semalam." Jawab teman Tristan. Dila mencoba memberanikan diri menuju rumah Tristan. Rumahnya juga tampak sepi. Kebetulan ada seorang warga yang melintas. "Permisi Pak, kok rumah Tristan sepi ya?" Tanya Dila. "Rumah Tristan?" Lelaki tua itu mengernyitkan alis, saat dilihatnya ke arah rumah besar tersebut, barulah dia tersenyum. "Maksudnya rumah majikannya Tristan?" Dia meralatnya. Seketika mata Dila melotot. Teringat saat Tristan mengajaknya melewati rumah tersebut. "Itu rumahku, tapi aku nggak bisa ajak kamu masuk sekarang. Nggak ada orang di rumah." Tetapi Dila tak mau percaya begitu saja pada lelaki tua itu. "Maksudnya gimana Pak?" Tanyanya lagi. "Ibunya Tristan ART di rumah itu. Sekarang pemiliknya udah pindah dinas lagi ke luar kota dan jelas aja mereka ikut." Jawab lelaki itu. Dila merasa sudah ditipu oleh Tristan. "Mereka pindah kemana Pak?" Tanya Dila yang nampak semakin panik. "Kalau itu saya kurang tau, karena pemilik rumah itu emang jarang ada di sini dan jarang bergaul juga." Jelas Bapak tua tersebut. "Saya permisi ya Neng." Kemudian dia pamit pergi.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

The Heartless Alpha

read
1.6M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
493.4K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
549.6K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
636.3K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
486.2K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook