PROLOG

246 Kata
Reinhard Bagaskara mengepalkan tangannya erat dengan mata yang memejam, berusaha tidak menolehkan pandangannya pada sesosok wanita yang pernah-ah tepatnya masih menduduki tahta tertinggi dihatinya. Jika ia menoleh pada sosok itu, ia yakin hatinya akan kembali luluh dan menarik wanita itu ke dalam dekapannya lagi. Ia tidak ingin keputusannya goyah, karena ia benci penghianatan. Dan wanita itu melakukannya. "Sebegitu bencinya kamu mas, sampai kamu nggak mau liat aku lagi, bahkan untuk yang terakhir," lirih wanita itu- Dhafina Megantara, yang sudah ia ceraikan beberapa saat yang lalu. "Silahkan pergi dari sini, saya akan urus perceraian kita di pengadilan," jawab Rei masih tetap pada posisinya. Dhafina tersenyum getir, berusaha sekuat tenaga untuk menahan air yang mendesak keluar dari matanya. Sudah berakhir ya? Kenapa sesakit ini?. Rei beranjak dari posisinya, namun begitu mencapai pintu, suara lirih Dhafina yang kembali terdengar membuatnya urung untuk melanjutkan langkah. "Aku pergi mas. Jaga diri kamu baik-baik. Aku akan pastikan keinginan kamu terkabul, kita berpisah secara hukum. Aku tidak akan mempersulit, dan tidak menuntut apapun." "Tapi mas, semua yang kamu pikir benar belum tentu sebuah kebenaran. Aku harap ketika kamu menemukan kebenaran itu, kamu tidak akan menyesalinya. Aku pamit," ucap Dhafina dengan air mata yang mengalir di pipi indahnya. Ia berjalan menarik koper dan tas selempang kecil tersampir di lengannya, melewati Rei yang masih terpaku di tempat. Tanpa Rei sadari apa yang ia lakukan saat ini akan menjadi sebuah penyesalan terbesar di hidupnya. Ia sudah melepas sang bidadari, Dhafina Megantara. Dan, malaikat kecilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN