“APA?”
“Lambemu, Yo. Jangan teriak-teriak seperti toa!” tegur Linda pada anak keduanya itu.
“Aku itu kaget alias syok alias tidak percaya,” ucap Mario.
“Tidak usah lebay alias berlebihan alias norak,” ucap Dehan.
“Lagian kenapa sih Mas, suka sama Ontel? Apa menariknya dia coba? Masih bocah juga! Mas De, sudah kayak p*****l!” ucap Mario.
“Mario! Ngomongnya jangan gitu deh, geli Mama dengernya,” ucap Linda.
Mario hanya mencebikkan bibirnya. Dugaannya benar selama ini, sejak awal ia sudah curiga jika sang kakak menyukai Luphidah adik kelasnya yang bermuka ingin dibully bagi Mario. Dan benar saja saat ia mencoba mengganggu Luphi, Dehan selalu membela gadis itu dan menegurnya dengan berbagai macam ceramah.
“Memang kenapa dengan Luphi? Dia cantik baik dan juga pekerjaan keras,” ucap Linda.
“Siapa tahu dia hanya memanfaatkan kita, dia kan butuh uang-“
“Ini sandal bentar lagi masuk lambemu loh, Yo! Mama sama Papa tidak pernah mengajarimu hal seperti itu, jangan merendahkan orang lain dan jangan suka menganggap semua orang seperti itu,” tegur Handi.
“Ya maaf,” ucap Mario.
“Mama minta sama kamu, mulai hari ini jangan lagi mengganggu Luphi. Karena besok kita akan melamar Luphi untuk Masmu,” ucap Linda.
“Heh? Melamar? Bukannya dia di sini?” tanya Mario.
“Emang! Sudah deh, jangan ikut-ikutan,” ucap Dehan.
“Lah, kalau aku tidak boleh ikut-ikutan lalu kenapa kalian memberi tahu hal itu padaku?” tanya Mario.
“Biar kamu tidak mengganggu Luphi lagi,” ucap Dehan.
Pembicaraan mereka berakhir saat sosok yang menjadi bintang utama datang, ya dia adalah Luphi yang baru saja pulang dari pasar. Dengan membungkukkan badan Luphi melewati para pemilik rumah tempatnya bekerja. Kini Luphi menata sayuran dan juga bahan makanan lain kedalam kulkas.
“Capeknya,” ucap Luphi seraya duduk didepan kulkas.
“Phi. Setelah ini kamu mandi ya. Lalu pergi ke taman belakang ada yang ingin kami bicarakan padamu,” ucap Linda.
“Baik Bu,” ucap Luphi.
Setelah selesai menata sayuran kini Luphi pergi kekamarnya dan mulai membersihkan diri sebelum menemui Linda di taman belakang. Dengan sedikit heran dan bertanya-tanya, Luphi mendekati ketiga orang yang tengah duduk di taman belakang rumah keluarga Morgarano itu. Ah iya bertiga, karena Mario memilih untuk pergi, karena dia tidak tertarik pada pembahasan ini. Bagi Mario itu bukanlah hal penting. Meskipun bagi Dehan hal itu sangat teramat penting dalam hidupnya.
“Sini Phi, duduk sini,” ucap Linda seraya menepuk kursi kosong disampingnya.
“Maaf Bu. Saya berdiri saja,” tolak Luphi. Tentu saja Luphi menolak, ia merasa tidak sopan saat duduk disamping Linda sang majikan. Namun penolakan Luphi tidak diindahkan oleh Linda, kali ini Luphi sudah sempurna duduk disamping Linda.
“Bagaimana Phi?” tanya Linda.
“Apanya yang bagaimana, Bu?” tanya Luphi.
“Selama tiga bulan kamu disini, apa kamu kerasan dan nyaman?” tanya Linda.
“Alhamdulillah, Bu. Saya kerasan dan nyaman disini,” jawab Luphi.
“Begini Phi. Ada yang ingin kami sampaikan padamu,” ucap Handi.
Luphi masih menyimak dengan rasa penasaran akan apa ingin disampaikan sang majikan. Ia khawatir jika kinerjanya kurang baik dan akan dipecat, mengingat ini adalah pertama kalinya Pak Handi mengajaknya berbicara selama ia bekerja disini.
“Kami mau melamar kamu untuk salah satu anak kami,” ucap Handi.
Luphi mengerjapkan matanya mendengar ucapan sang majikan.
“Melamar? Melamar saya? Sebagai apa? Asisten pribadi atau apa, Pak?” tanya Luphi.
“Kami mau melamarmu menjadi menantu kami,” ucap Linda.
Luphi terlihat kaget mendengar ucapan Linda. Jelas saja ia kaget pasalnya ia hanya seorang asisten rumah tangga dirumah ini. Dan dengan tiba-tiba majikannya melamar dirinya untuk menjadi menantu mereka. Otak Luphi tiba-tiba berhenti berpikir sejenak, mencoba mencerna setiap ucapan Linda. Apakah ia salah dengar atau ia sedang berhalusinasi?
“Maksud Ibu apa ya? Saya tidak mengerti?” tanya Luphi bingung.
“Aku ingin kamu menjadi istriku, Phi. Aku mencintaimu sejak pertama kali bertemu dulu. Maukah kamu menjadi istriku?” kali Dehan yang berucap.
Luphi semakin syok mendengar ucapan Dehan. Awalnya ia mengira jika Linda dan Handi melamarnya untuk Mario. Namun semua itu salah, ternyata anak sulung keluarga Morgarano yang ingin menikahinya. Tidak pernah terpikirkan oleh Luphi, jangankan diajak menikah, berteman dengan anak-anak keluarga Morgarano pun tidak pernah terpikirkan olehnya.
“Maaf, apa kalian serius?” tanya Luphi meyakinkan.
“Aku serius,” ucap Dehan.
“Tapi maaf, saya tidak bisa,” tolak Luphi.
“Kenapa Phi?” tanya Linda.
“Bukan karena apa Bu. Saya hanya seorang pembantu Bu. Selain itu saya baru berusia sembilan belas tahun, dan belum memikirkan tentang pernikahan. Saya juga tidak mencintai Mas Dehan,” ucap Luphi.
“Kami tidak peduli akan hal itu Phi. Dan aku sangat mencintaimu–“
“Sekali lagi maafkan saya,” ucap Luphi menghentikan ucapan Dehan.
“Kenapa kamu menolakku Phi?” tanya Dehan.
“Saya sudah menjelaskan alasan saya, Mas. Jadi maafkan saya, jika ucapan saya menyakiti Anda, ini terlalu mendadak dan membuat saya kaget,” ucap Luphi.
“Baiklah kalau begitu. Aku akan memberimu waktu untuk berpikir. Tapi tolong pertimbangan lamaranku,” ucap Dehan. Luphi hanya mengangguk.
“Maafkan kami sebelumnya Phi, jika ini membuatmu tidak nyaman. Tapi kami benar-benar tidak mempedulikan statusmu. Kami hanya ingin anak kami bahagia dengan pilihannya,” ucap Linda.
Malam pun datang, Luphi masih belum bisa memejamkan matanya meskipun waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Ia benar-benar masih memikirkan lamaran Dehan tadi siang. Luphi tak habis pikir dengan Dehan. Bagaimana mungkin pria itu mencintai dirinya yang hanya seorang pembantu dan gadis miskin yatim piatu seperti dirinya. Jika saja Mario yang melamarnya tadi, maka Luphi akan langsung menerima, karena memang ia menyukai Mario. Luphi menghela napasnya, tapi keputusannya sudah bulat, ia tak ingin menikah dengan Dehan. Setelah memutuskan hatinya, kini Luphi mulai memejamkan mata dan berselancar kealam mimpi.
Berbeda dengan Luphi yang sudah mulai terlelap dalam mimpinya. Dehan justru tidak bisa tidur, ia memikirkan ucapan Luphi yang menolaknya dengan alasan status sosial dan juga usia. Dehan sadar jika lamarannya itu terkesan mendadak dan buru-buru. Kini ia sedikit menyesal karena terlalu cepat melamar Luphi. Jika saja ia memilih untuk lebih dekat dengan Luphi dan mencoba membuat gadis itu nyaman mungkin Luphi akan menerima perasaannya. Awalnya ia berpikir, dengan melamar Luphi, mereka akan lebih akrab dan bisa membangun sebuah hubungan yang lebih. Namun dugaannya salah, Luphi justru menolaknya dengan halus. Ia sadar dengan apa yang dilakukannya, hal itu pasti membuat Luphi tidak nyaman dan terganggu.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Hal ini pasti membuat Luphi tidak nyaman,” monolog Dehan.
Dehan menghela napasnya dengan kasar. Bisa dibilang ia sedikit frustasi.
“Baiklah. Aku akan membuat Luphi menyukaiku nantinya aku akan berusaha.”