Kim Daniel, bagi sebagian yang tak mengenal sosok pria berusia dua puluh delapan tahun itu, akan berpikir bahwa dia hanyalah seorang pemuda pemalas dan tak berguna. Kehidupan malam, berpindah dari satu club ke club lainnya, dari bar ke bar lainnya hanya membuat sudut pandang negatif tentang sosok dirinya. Tapi tak banyak yang tahu bahwa semua tempat hiburan malam yang ia kunjungi setiap malam adalah club dan bar miliknya.
Kepribadiannya yang selalu cerah, tersenyum hangat dan ramah kepada setiap orang membuat orang lain berpikir bahwa ia tak memiliki beban berat dalam hidupnya, nyatanya ia hanyalah pria kesepian yang hidup seorang diri semenjak kepergian ibunya, meskipun begitu, ia tetap mampu menjalani hidupnya dengan sangat baik walaupun tanpa kedua orang tua ataupun keluarga.
“Aro, What’s up?” Sapa Daniel kepada manajer bar yang sudah menyambutnya dengan hangat.
“Better sir”
“Daniel saja” Aro tersenyum.
Keduanya pun berjalan menuju meja bar bersama dan disaat itu Daniel menemukan meja bar yang nampak kosong. “Siapa yang menjaga bar hari ini?”
“Apa anda ingin berada di bar? Seperti biasanya” Daniel tersenyum nakal dan Aro sepertinya sudah mengerti apa maksud bos yang lebih muda darinya itu.
“Kau tahu sendiri Aro, aku perlu mencari tempat yang tepat untuk melempar umpanku”
“Berhentilah seperti itu, Anda setidaknya harus berhenti meniduri banyak wanita dan mulai mencari pendamping hidup”
“Mungkin, jika aku menemukan seseorang yang mampu membuatku berhenti melakukannya, meskipun untuk menikah rasanya sedikit mustahil, Aro”
Pria itu mencintai kebebasan, bermain dengan banyak wanita tanpa ikatan karena ia terlalu membenci sebuah komitmen. Dalam hati kecilnya yang sepi, ia hanya mau menikmati kesenangan tanpa embel-embel perasaan yang pada akhirnya harus membuatnya bersedih atau kesepian, ia sadar betul bahwa pada akhirnya ia akan kehilangan orang-orang yang ia cintai. Karena dia hanyalah pria rapuh yang begitu kesepian dan takut kehilangan.
“Daniel, sepertinya kau kedatangan tamu”
Daniel tersenyum saat menyadari siapa tamu yang datang menemuinya, keduanya saling menghantamkan tubuh mereka sebelum akhirnya berpelukan karena pertemuan yang jarang sekali terjadi.
“Bagaimana kabarmu?” ucap pria tampan berkulit putih yang nampak dingin namun terkesan manis saat mengurai senyumnya untuk Daniel.
“Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu, Hyunmin?”
“Syukurlah, Aku jauh lebih baik darimu” Kedua pria tampan itu tersenyum bersama.
Keduanyapun duduk bersama di salah satu sudut terjauh dengan meja bar, Daniel seketika kehilangan senyumnya dan memasang wajah lebih serius jika dibandingkan dengan beberapa menit yang lalu saat kedua pria tampan itu bertemu.
“Aku memutuskan untuk menetap di Seoul sekarang.”
“Sungguh? Daniel, aku juga memutuskan untuk kembali dan ini sudah bulan keduaku berada di Seoul, aku memutuskan untuk kembali karena sebuah tawaran untuk mengisi posisi manager di salah satu anak perusahaan milik Ongsung Group”
“Kau masih bertahan di sana rupanya”
Terdengar seperti sebuah sindiran di telinga Hyunmin, namun ia mengerti semua kodisi itu karena ia tahu pasti apa yang Daniel rasakan saat ia menghubungkan Daniel dengan apapun yang berhubungan dengan masa lalu pria itu.
“Sayangnya aku masih membutuhkan pekerjaan dan uang untuk hidup. Aku akan di mutasikan untuk mengisi posisi manajer di Aiori” Kedua mata Hyunmin menunggu reaksi Daniel yang nampak terganggu dan tak memberi reaksi apapun. Nyatanya Hyunmin tahu bahwa menyebutkan kata Ongsung dan Aiori adalah sesuatu yang mengingatkan Daniel dengan masa lalunya.
“Sudah hampir setahun sepertinya kita tidak bertemu” Ucap Daniel mengalihkan pembicaraan. “Terakhir aku ke Seoul kau tidak bisa menemuiku karena kau berada di Jepang”
“Aah! Benar sudah lama sekali” Hyunmin meneguk minumannya dan tersenyum.
“Aku rasa sudah cukup lima tahun ini aku diasingkan dan aku tak ingin menambahnya lagi.”
“Tapi apa ayahmu tahu bahwa kau akan menetap di sini?”
“Jangan menyebutnya ayah, karena dia tak pernah menganggapku sebagai anaknya”
“Baiklah, pria itu”
“Tentu saja tidak, dia akan menendangku kembali ke Kanada jika dia tahu”
Sosok ayah, memang tidak pernah hadir dalam hidup Daniel semenjak ia terlahir ke dunia, kenyataan itu membuatnya bersedih namun seiring berjalanya waktu ia merasa bahwa keadaan itu adalah yang terbaik.
“Ong Sungwo, bagaimana kabarnya?”
“Wow! Aku tak salah mendengarnya bukan? Kau bertanya tentang keadaan Ong Sungwo”
“Hanya ingin tahu, apa salah?”
“Dia jauh lebih baik sekarang, asalkan kau tidak muncul di hadapannya semua akan baik-baik saja. Besok aku akan bertemu dengannya” Nyatanya Hyunmin sangat kikuk saat masing-masing dari mereka menanyakan atau membicarakan satu sama lain seperti saat ini.
“Jangan katakan padanya jika aku sekarang berada di Seoul”
“Aku tidak akan melakukannya”
Hubungan antara dirinya dan Sungwo tak baik sejak lima tahun yang lalu, meskipun dulu ia, Sungwo, dan Hyunmin berteman baik namun keadaan lima tahun yang lalu merubah segalanya.
“Tapi sampai kapan kalian akan seperti ini terus? Aku ingin kita kembali seperti dulu lagi”
“Apapun itu, jangan pernah berusaha untuk membantuku dan dia untuk berbaikan mengerti?”
“Mengapa?”
“karena semua akan sia-sia, kau tak akan pernah berhasil” Daniel tertawa sementara Hyunmin terdiam, jujur dalam hati kecilnya ia merindukan momen pertemananya sebelum perselisihan di antara Daniel dan Sungwo terjadi. Ia benar-benar merindukan kedua orang yang berarti di hidupnnya.
“Hyunmin, kau masih ingat dia?”
“Dia? Siapa?”
“Minyoung, kau masih mengingatnya?” Hyunmin mengangguk.
“Kau ingin mencari gara-gara lagi rupanya”
“Aku hanya ingin memperbaiki keadaan dan aku memerlukan bantuanmu”
“Kau Serius? Daniel, dia sudah tidak tinggal di Korea, dia menetap di Jepang sekarang”
“Jepang?”
“Beberapa bulan setelah kejadian itu, Ayah Minyoung meninggal dan beberapa bulan kemudian dia pergi ke Jepang untuk menetap di sana.”
“Aku melakukan kesalahan besar dan bersikap bodoh waktu itu”
“Sudahlah, lagi pula dia sudah hidup bahagia dan yang terpenting adalah dia akan menikah tahun ini. Aku khawatir dia akan kembali mengingat masa-masa sulitnya jika bertemu lagi denganmu”
“Sungguh? Aku bersyukur jika pada akhirnya dia bisa memiliki orang lain yang bisa menjaganya dan-” Kata-kata itu terhenti, tatapan sendu Daniel perlahan mulai mendominasi karena ia teringat tentang satu hal yang menjadi pertanyaan terbesar dihidupnya selama ini. “Aku ingin memastikan sesuatu”
“Daniel, bukankah mencarinya sama juga dengan kau mencari masalah”
“Aku meminta bantuanmu Hyunmin”
Hyunmin mengangguk kepada temanya itu, sejujurnya ia sendiri tak yakin dengan permintaan Daniel. Ia tahu semuanya namun bukan kapasitasnya untuk mengatakan apapun kepada Daniel, semua itu karena Minyoung sudah memperingatkannya untuk tidak mengungkit apapun tentang Daniel ataupun menceritakan apapun tentang kondisinya kepada Daniel. Jika seperti ini Hyunmin tak tahu ia harus berpihak kepada siapa.
*****
Saat hujan itu Anna rasanya masih memendam rindu kepada pria yang sejak empat tahun yang lalu mulai mengisi hidupnya. Kadang ia terlalu putus asa kepada dirinya yang merasa lemah akan sosok Seunghyun yang terus muncul bersama Hanna, sampai kepada titik ia ingin memohon untuk kembali dan menyerahkan segalanya kepada Seunghyun. Namun Anna mencoba realistis untuk menyingkirkan pria itu dari hidupnya, semua membutuhkan proses untuk bahagia dan saat ini adalah proses yang ia pilih.
“Go Anna” Suara tak asing itu membuatnya terbangun dari lamunan akan Seunghyun sejak tadi.
“Manajer Ong Sungwo” Anna menundukkan setengah badanya kepada Sungwo yang sedang berteduh dalam payung yang ia genggam erat.
“Kita tidak sedang di kantor, kau bisa panggil aku Sungwo”
“Bagaimana bisa?”
“Hanya perlu membiasakannya agar kau terbiasa”
“Sepertinya begitu”
“Mau kuantar? Sepertinya kau sedang menunggu bus” Anna tersadar jika Sungwo keluar dari mobilnya hanya untuk menyapa dan menawarinya tumpangan.
Anna mengindahkan ajakan itu, selain karena tak enak untuk menolak, ia juga lelah menunggu bus sejak tadi sementara langit semakin gelap seiring dengan hujan yang turun.
“Hati-hati” Anna mematung, menatap lengan Sungwo yang kini mengarah padanya. “Mengantisipasi jika terjadi sesuatu di luar ekspektasi kita”
Ya, bisa saja Anna terjatuh saat keduanya berjalan cepat menuju mobil Sungwo, namun ia memilih untuk tidak menerima tawaran itu. Anna mendekat dan berjalan di samping pria yang dengan tidak adil memayungi Anna untuk membiarkan sebagian tubuhnya terguyur hujan. Meskipun Anna tak tahu tentang hal manis itu, tapi Anna tahu betul pria pendiam di sampingnya sangat pintar bersikap manis kepada wanita, bahkan beberapa hari yang lalu ia menerima sebuah plester sekarang payung dan tumpangan dari bosnya sendiri.
Pria bernama Sungwo itu, mengusap sebagian jasnya dan rambut yang basah, hanya sekedar itu selebihnya ia memberikan perhatian kepada wanita yang duduk di sampingnya dengan khawatir.
“Rambutmu” ucapnya seraya menyentuh rambut Anna dan membuat wanita itu menghindar.
“Tidak papa, hanya rambut saja”
Mobil itu mulai melaju meninggalkan halte bus tempat Anna membendung rasa rindunya pada Seunghyun, terasa canggung karena tak ada satupun percakapan yang keluar selama di perjalanan, sampai pada akhirnya Sungwo menghentikan mobilnya tepat di lobby apartemen Anna.
Hal yang membuatnya terkejut adalah bagaimana Sungwo tahu di mana tempat tinggalnya padahal sekalipun ia tak pernah berbicara hal-hal pribadi dengan atasannya kecuali masalah pekerjaan.
“Tunggu, bagaimana anda bisa tahu?”
“Aku?” pria itu mengusap dagunya berkali-kali sebelum akhirnya memberi jawaban.
“Aku mengingat semua alamat karyawanku dengan baik”
“Ok, terdengar aneh tapi saya akan mempercayainya” Sungwo tersenyum singkat menatap paras cantik Anna. “Terima kasih banyak atas tumpangannya”
Anna meninggalkan mobil itu setelah mengucapkan “Terima kasih” untuk yang kesekian kali. Berjalan menuju lobby dengan dering ponsel tanpa henti, suara asing itu ia dengar, membuat Anna menghentikan langkahnya tak percaya.
“Park Jinwoo?”
Dengan perasaan kesal ia berbalik dan berlari menghampiri Sungwo yang belum juga pergi. Melihat Anna kembali berlari ke arahnya tentu membuatnya bertanya-tanya tentang apa yang terjadi.
“Maaf, tapi bisakah anda mengantar saya ke kantor polisi?”
“Kantor polisi?”
“Ya, ini sangat penting”
“Bisa, jika kau menghilangkan rasa hormatmu padaku” tawar Sungwo dan Anna mengangguk pasrah.
*****
Anna berlari panik ke dalam kantor polisi diikuti Sungwo di belakangnya, seorang anak pria berseragam sekolah menyambutnya dengan panik menuntun langkah Anna ke sebuah ruangan.
“Dia ada di dalam” seru remaja berseragam yang menggiring jalan Anna menemui Park Jinwoo yang saat itu tertunduk di depan petugas kepolisian. “Nama saya Go Anna dan saya kakak dari Park Jinwoo”
“Anda kakaknya?” petugas polisi itu memandang Anna tak yakin.
Anna dan Heejoon mengangguk semangat.
“Hei! Siapa yang mengajarimu berbohong? Jika kau mau berbohong seharusnya kau mencari orang dengan marga yang sama untuk menemuiku” kata polisi itu yang terlihat sangat marah. “Dia teman sekolahmu bukan? Sudah banyak kasus seperti ini, kalian berdua tidak bisa menipuku”
“Teman?” Anna tak terima.
“Tapi wanita mungil yang anda sebut teman kami ini sudah berumur dua puluh tujuh tahun” Bela Park Heejoon.
“Mohon maaf, bisakah saya menjadi penjamin bahwa siswa ini tak bersalah” Sungwo mengeluarkan kartu nama dari dompetnya seraya menatap Jinwoo. “Siapa namamu?”
“Park Jinwoo”
“Dan apa hubunganmu dengan anak laki-laki kurang ajar ini?”
“Dia kekasih kakak kami, ya kan?” Ucap Heejoon senaknya, ia tersenyum kepada Anna yang sudah melotot disampingnya.
******
Keempat orang yang pada akhirnya bisa bernafas lega karena bantuan Sungwo berjalan meninggalkan kantor polisi bersama-sama, kedua adik Anna berjalan jauh di depan, saling mendorong dan menyalahkan satu sama lain. Heejoon mendekati kembaranya dan Jinwoo mendorongnya berkali-kali saat Heejoon berusaha mendekat.
“Anda seharusnya tak perlu melakukan itu” Anna merasa tak enak.
“Tak apa, aku hanya ingin membantumu” ia selalu menyematkan sebuah senyuman terbaik untuk Anna di setiap akhir kata-katanya, dan semua hal itu membuat Anna merasa lega.
“Aku akan mengantar kalian pulang”
“Tidak usah, kami tinggal di tempat yang berbeda” belum sempat Anna menyelesaikan kata-katanya, Jinwoo malah berteriak kepada Sungwo dari kejauhan.
“Kita naik mobil yang mana?”
Anna hanya mampu menghela nafasnya kesal kerena sikap Jinwoo yang dengan santai melenggang memasuki mobil Sungwo saat pria itu mulai membuka pengunci mobilnya. Heejoon tersenyum singkat pada Sungwo seperti meminta izin dan mereka pun masuk ke dalam mobil itu dengan perasaan tak berdosa, setidaknya Heejoon masih bisa bersikap sopan.
“Maafkan kedua adik saya"
“Sudahku katakan Anna, jangan bersikap formal padaku. Kau bisa menggunakan aku dan kau, aku sama sekali tak masalah”
“Baiklah”
Jinwoo memang menyebalkan di mata Anna, bahkan di dalam mobilpun ia bungkam dan tak menjelaskan apapun yang terjadi sampai membawanya ke kantor polisi.
“Park Jinwoo! Park Heejoon! Sampai kapan kalian akan membuat masalah? Apakah aku harus berkali-kali mengunjungi kantor polisi untuk menyelamatkan kalian? Terutama kau Jinwoo yang suka berkelahi”
“Jinwoo hanya membantuku jadi jangan marahi dia” bela Heejoon.
“Kau berhentilah membela saudara kembarmu!”
“Aku tidak membelanya, kenyataanya memang seperti itu”
“Heejoon benar-benar merepotkan, di sekolah, di kelas, ia bahkan menjadi bulan-bulanan temanya. Kenapa kau tidak melawan dan malah diam saja?”
“Aku baru saja membelamu, mengapa kau malah menyudutkanku?” Heejoon tak terima.
“Tapi seandainya kau melawan mereka tadi, kau tidak akan berakhir diperlakukan seperti itu dan menyeretku dalam masalah”
“Aku tidak sepertimu yang bisa berkelahi kapan saja”
“Apa yang sebenarnya terjadi dengan kalian?” Anna hadir di antara percakapan sengit keduanya yang mulai saling menyalahkan. Mendengar pertanyaan itu, Heejoon mulai menatap Jinwoo yang sepertinya terlalu malas untuk menjelaskan apa yang terjadi kepada Anna.
“Apa? Kau saja sana yang menjelaskan!” perintah Jinwoo.
“Sebenarnya, beberapa teman sekolah mengerjaiku, mereka memasukan barang-barang di minimarket ke dalam tasku dan meninggalkanku di dalam, mereka menyuruhku membawa tas berisi barang curian itu keluar dari minimarket tapi aku tak berani.”
“Lalu bagaimana Jinwoo bisa berada di kantor polisi?”
“Jinwoo hanya membantuku, dia memintaku keluar dari sana dan dia berkorban dengan membawa tasku saat pemilik minimarket mencurigai kami”
Anna menarik nafasnya berat.
Sungwo hanya mendengar percakapan antar keluarga itu dengan penuh diam selayaknya menyaksikan sebuah drama keluarga yang rasanya patut untuk ia saksikan. Anna memandangnya tak enak, tapi lagi-lagi pria itu memberikan senyuman menenangkan sebagai tanda bahwa ia sama sekali tak keberatan dengan situasi itu. “Maafkan aku”
******