Retha melambaikan tangan saat melihat Evan memasuki café tempat janji temu mereka. Wajah pria itu tampak kusut. Sudah lebih dari empat bulan berlalu sejak Bianca menghilang begitu saja dari kehidupan mereka dan sekarang baik Evan maupun Retha semakin dekat. Evan selalu mencurahkan kekhawatirannya mengenai Bianca kepada Retha, tempat yang dirasanya paling tepat, karena jika bukan kepada Retha harus ke siapa lagi? Bukankah Bianca memang hanya memiliki Evan dan juga Retha? “Gimana kerjaan?” “Kacau!” balas Evan dengan nada suntuk. Retha berdecak, tidak habis pikir dengan pria, kenapa mereka selalu seperti orang yang tidak punya harapan hidup jika ditinggal oleh kekasihnya? Memang wanita juga sama, tapi tidak akan sedesperate ini. Cukup menangis meraung-raung dan mengurung diri maksimal

