Bab 8

1246 Kata
Mata Adara mengerjap perlahan saat mencium aroma yang sangat menggoda indra penciumannya. Ia duduk dan meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Sesudah itu, Adara segera mengikuti arah aroma yang mampu membangunkannya dari tidur. "Kamu masak apa?" tanya Adara kepada Adnan, yang sedang sibuk menata sesuatu di atas piring. "Hanya nasi goreng dan telur mata sapi. Setelah sarapan, aku akan pergi berbelanja untuk kebutuhan kita besok. Kita tidak memiliki lemari pendingin untuk mengawetkan bahan makanan." Jelas Adnan. "Aku boleh ikut?" "Ikut?" Adnan membeo. "Iya. Kenapa emang?" Adara mengerucutkan bibirnya. "Apa kamu malu berjalan dengan wanita yang lebih tua darimu?" Adnan tersenyum. "Bukan begitu, aku hanya tidak ingin kamu merasa tidak nyaman di pasar. Karena pasar sangatlah berbeda-beda dengan swalayan atau yang lain sebagainya." "Tetapi aku ingin ikut!" rengek Adara. Gadis itu menarik lengan baju suaminya. "Baiklah kalau begitu. Sekarang kita sarapan dulu ….! Adnan mengangkat dua buah piring yang telah diisi nasi goreng dan telur. "Kamu bisa bawakan air minum untuk kita." Adara kembali menarik lengan baju Adnan. Membuat pria itu menghentikan langkahnya. "Kenapa?" "Aku belum mandi …." Cicit Adara. Hampir tidak terdengar. Adnan meletakkan kembali nasi goreng tersebut di atas meja kecil yang ada di dapur. Sesudah itu, Adnan menutupnya dengan tudung saji kecil. "Sekarang kamu kembali ke dalam kamar, ambil handuk ya! Aku mau siapin air mandi untukmu." Mengusap lembut bahu Adara. Adara mengangguk dan kembali ke kamar. Tidak lama, gadis tersebut kembali muncul dengan handuk di tangannya. "Kemarilah!" Adnan melambaikan tangannya. Pria itu telah berdiri di depan sebuah pintu yang berada di samping dapur. "Kamu cek airnya dulu ya. Kalau masih terlalu dingin, biar aku tambahin air panasnya." Adara mengangguk, "Seharusnya kamu tidak perlu melakukan ini semua, Nan." Ucapnya lirih. "Eh." Marawis Adnan mengerjap. Melihat Adara yang menekuk wajahnya. "Kenapa? Bukannya kamu sangat suka mandi dengan air hangat?" "Itu dulu. Sekarang aku adalah Adara yang baru. Adara istri kamu." Adara langsung masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam sana, ia memukul keningnya sendiri, dengan telapak tangannya. Wajah gadis itu bersemu merah. Layaknya remaja yang sedang jatuh cinta. Padahal, belum cukup dua puluh empat jam lalu, gadis itu patah hati karena kekasihnya memutuskan hubungan mereka. Adnan mengulum senyum. Lagi-lagi ekspresi wajah Adara, mampu membuatnya semakin jatuh cinta. Tok tok tok. Suara ketukan pintu dari luar membuyarkan lamunan Adnan. Pria itu segera bergegas untuk melihat siapa gerangan yang datang bertamu. Di saat matahari baru saja memulai aktivitasnya untuk menyinari bumi. "Sa …," Adnan menghela nafasnya berat. "Nan …, maaf pagi-pagi aku sudah mengganggumu. Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin malam. Aku tidak ingin kejadian itu menghancurkan persahabatan kita berdua. Aku mohon, izinkan aku tetap berada disamping kamu. Hingga hatiku bisa melepaskan kamu, Nan." Mata Melisa mulai berkaca-kaca. Gadis itu terlihat sedang tidak baik-baik saja. Wajahnya sendu dan matanya juga terlihat membengkak. "Sebelumnya aku ingin meminta maaf, Sa. Jika perkataanku kemarin malam menyakiti kamu. Karena memang benar adanya aku telah memiliki istri. Sebagai seorang suami, aku harus menjaga perasaan istriku. Tetapi kamu tenang saja, kita masih bisa berteman seperti biasa." Adnan mengulurkan tangannya. Melisa menarik kedua ujung bibirnya, "Terima kasih ya, Nan. Kamu masih mau menerima aku sebagai sahabat kamu." Menerima uluran tangan pria yang sedang berada di hadapannya. "Nan …! Suara Adara membuat Melisa segera melepaskan tangan Adnan. Mata gadis itu langsung menuju ke arah suara lembut seorang perempuan. Matanya membesar melihat Adara yang memunculkan kepalanya di balik dinding pembatas antara kamar dan ruang tamu. Di atas kepala gadis itu terlihat ada handuk yang sedang melilit rambut basahnya. "Dia …?" Melisa berusaha keras untuk mengangkat jari telunjuknya. Untuk menunjuk ke arah Adara. "Dia Adara, istriku." Jawab Adnan cepat. "Silahkan masuk! Aku ingin menemuinya terlebih dahulu." Mendekati Adara yang masih berada di balik dinding. Melisa menggigit bibir bawahnya. Hatinya terasa begitu sangat sakit melihat keberadaan Adara. Jadi kamulah wanita yang telah menggoda dan merebut Adnan dariku. Siapapun kamu, aku tidak peduli. Yang jelas sekarang, Adnan milikku. Aku akan merebutnya kembali dari tanganmu. Bukannya masuk, Melisa malah meninggalkan rumah tersebut. "Ada apa, Dara?" "Siapa yang datang?" tanya Adara. Bibir gadis itu bergetar karena udara yang cukup dingin pagi itu. Apa lagi gadis itu hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuhnya. "Namanya Melisa, temanmu. Nanti aku akan perkenalkan dia denganmu. Sekarang pakai dulu pakaianmu. Terlalu lama seperti ini, kamu bisa masuk angin." Jawab Adnan. Tanpa melihat kepada Adara. Ia tidak mampu untuk melihat tubuh mulus istrinya itu. Yang dapat memancing sesuai keluar dari dalam tubuhnya. "Aku tidak bisa memakainya. Ukurannya terlalu kecil." Cicit Adara. Akhirnya Adnan menatap wajah Adara, yang telah memerah seperti tomat kepiting yang baru saja selesai direbus. "Aku tidak mengerti." Sambung Adnan lagi. "I--tu, yang semalam kamu belikan untukku. Ukurannya terlalu kecil. Lebih cocok jika di untuk gadis yang masih duduk di bangku SMP." Tangan Adara meremas satu sama lain. "Maafkan aku. A--ku, tidak tahu ukuran yang biasa kamu pakai. Aku juga belum pernah melihatnya." Ucap Adnan polos. Pria itu juga menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. "Eh." Mata Adara mengerjap."Melihat?" tanya Adara. Dengan wajah yang semakin memerah. Adnan mengatupkan mulutnya. Ia berusaha menelan air ludahnya. "Ma--ksudku, kamu bisa menyebutkan ukurannya. Biar nanti aku bisa menukarkannya kembali." "Tidak perlu. Nanti biar aku saja yang menukarkannya. Kamu cukup mengantarkan aku ke toko tempat kamu membelinya." Adara segera masuk ke kamar, untuk mengenakan pakaiannya. Adnan mengusap wajahnya dengan kasar. Pria itu menggerutu tidak karuan, dan kembali ke ruang tamu untuk menemui Melisa. Namun, ketika ia sampai di depan, Melisa sudah tidak ada di sana. Kedua bahu Adnan terangkat. Ia memutuskan untuk kembali menata makanan. Agar ketika Adara selesai, istrinya itu bisa segera sarapan. "Nan …!" ucap Adara, begitu ia keluar dari kamar dan menemui Adnan di ruang tamu. Adnan mengangkat wajahnya. Ia menatap Adara dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kulit putih mulus Adara sangat kontras dengan kemeja hitam lengan panjang yang ia gunakan. Adnan ingat betul dengan baju yang sedang digunakan oleh Adara. Salah satu baju kemeja yang menemani harinya saat bekerja. Karena tubuh Adnan yang tinggi kekar, sehingga baju tersebut sudah bisa menutupi tubuh Adara hingga paha. Untuk bawahan, gadis itu memakai sebuah celana diatas lutut. Ada satu hal yang membuat Adnan segera membuang pandangannya, sesuatu yang agak aneh terlihat di bagian d**a Adara. "Ehem …, ayo sarapan dulu." Adnan menyodorkan sebuah piring yang telah berisi nasi goreng ke hadapan Adara. "Terimakasih!" jawab Adara singkat. Akhirnya mereka berdua sarapan dalam keadaan diam. Karena Adnan dan Adara sama-sama terlihat canggung saat ini. Ada yang mau ngasih usul nggak, ya. Untuk bulan madunya Adnan dan Adara. Apakah akan di tulis secara hareudang atau hangat seperti biasa. Hihihi Author bingung. Bantu tap love dan follow akun Author ya. Salam sayang dari Author untuk Readersku tersayang. Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH AKU IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilanku? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Walaupun karyaku tidak sebagus milik penulis lain, setidaknya ini adalah hasil karyaku sendiri. Dari hasil kerja keras memeras otak dan tenaga.. Dan aku berharap, kalian semua menyayangiku seperti aku menyayangi kalian semua. Salam Desi Nurfitriani
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN