Bab 9

1221 Kata
Walaupun Adara telah menerima dengan lapang d**a status sebagai istrinya, tidak membuat Adnan semena-mena terhadap istrinya itu. Adnan bahkan tidak mengizinkan Adara untuk bekerja. Walaupun hanya untuk mencuci satu buah sendok bekas sarapan mereka tadi. Adnan langsung membawa bekas sarapan mereka ke dapur dan langsung mencucinya. Sedangkan Adara, ia hanya duduk diam di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. Sedang asyik berselancar di dunia maya, tangan Adara bergetar saat melihat siaran langsung yang sedang dilakukan oleh mantan sekretarisnya. Di sana terlihat, Marcel sedang tersenyum bahagia atas acara pelantikannya sebagai direktur utama. Adara tersenyum getir memandangi wajah pria yang dulu ia perjuangkan secara mati-matian. Pria yang berhasil merebut segalanya, sekaligus orang yang membuatnya Adara jauh dari kedua orangtuanya. Tidak tahan dengan itu semua, Adara mematikan ponselnya dan melemparkan benda pipih tersebut ke sudut ruangan. Gadis itu mengacak-acak rambutnya sendiri. "Jangan seperti ini!" Adnan bersimpuh di samping Adara. "Kita pasti akan mendapatkannya kembali. Kamu hanya perlu bersabar sedikit lagi." Mengusap pipi Adara, yang mulai basah dengan air mata. "Aku pesimis, Nan. Dia begitu licik. Aku tidak yakin kita bisa merebutnya kembali." Adara merebahkan kepalanya di bahu Adnan. Adnan menoleh ke arah Adara, "Percayalah, Dara. Semua akan indah pada waktunya. Aku memiliki sesuatu yang bisa mengambil alih semuanya. Namun, kita harus bersabar sedikit lagi. Walaupun senjata kita kuat, akan tetapi jika salah dalam melangkah semua akan sia-sia saja." Adara mendongakkan wajahnya, "Benarkah? Apa itu?" kening Adara mengernyit dalam. Gadis itu menatap Adnan tepat di dalam mata suaminya itu. Adnan menelan salivanya dengan susah payah. Posisinya dengan Adara yang sangatlah dekat, membuat pria itu salah fokus. Bibir merah muda Adara yang setengah terbuka, membuat Adnan semakin salah tingkah. Adnan menggelengkan kepalanya, "Untuk saat ini mungkin aku tidak bisa memberitahukannya kepadamu. Namun, satu hari nanti aku pasti akan memberitahukannya. Sekarang kamu jangan terlalu memikirkan masalah ini. Semua ini biar aku yang akan mengurusnya." Adara menarik kedua sudut bibirnya, "Terima kasih, ya. Kamu memang pantas di jadikan seorang pemimpin." Tangan Adara terangakat Dengan senyuman yang masih mengembang, gadis itu mengusap pipi Adnan. Begitupun dengan Adnan. Hanyut dengan suasana yang ada, pria itu mulai mendekati bibir istrinya. Mata Adara terpejam. Merasakan hangatnya nafas Adnan menerpa wajahnya. Gadis itu mengalungkan tangannya ke leher suaminya itu. Adnan mulai memagut dan menyesap bibir Adara. "Ehem! Kalau ingin bermesraan, pintunya ditutup dulu, Nan!" Ryan, sahabat Adnan, sekaligus partner terbaik pria itu dalam mengelola gerai martabak. Sudah menjadi kebiasaan bagi mereka, berkumpul di rumah kontrakan Adnan di pagi hari untuk membahas keuangan mereka. Sekaligus untuk sarapan bersama. Adnan segera melepaskan bibirnya dari Adara. Begitupun Istrinya itu. Ia segera bersembunyi di balik lengan kekar Adnan. "Kamu, Yan?" Adnan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kapan datang?" "Lima menit yang lalu, Nan. Boleh aku masuk?" "Silahkan duduk!" potong Adara. "Biar aku ambilkan air minum." Gadis itu segera berlalu ke dapur. Untuk menghilangkan rasa gugup sekaligus untuk membuatkan minuman untuk teman Adnan. Adnan yang masih salah tingkah, hanya mampu tersenyum tidak menentu. Di seberang Adnan, Ryan menatap pria itu dengan tatapan menggoda. "Pagi-pagi udah pacaran aja?" Plak. Adnan memukul lengan Ryan. "Enak saja. Dia bukan kekasihku. Akan tetapi dia adalah istriku." Mata Ryan membesar. "Istri?" "Iya? Kenapa emang?" Adnan mencebikkan bibirnya. "Apakah aku terlalu buruk rupa untuk bersanding dengannya." "Bukan begitu, Nan. Tetapi selama ini aku tidak pernah melihatnya. Kamu pun tidak pernah mengenalkannya kepadaku" Jelas Ryan. "Itu …." "Ini semua salahku! Karena aku belum mau menerima pernikahan kami berdua. Waktu itu aku belum menyadari kalau suamiku ini adalah pria yang sangat baik." Adara yang baru datang dari dapur, meletakkan dua buah gelas berisi air putih ke pada dua orang pria tersebut. "Aku tunggu di kamar." Bisik Adara kepada Adnan. Adnan membeku. Aku tunggu di kamar? Eh …, Itu sebuah kode atau hanya sebuah pemberitahuan? "Adnan? Wei …! Ya, dia melamun." Ryan meraih air minum yang tadi di bawa Adara. Adnan mengusap tengkuknya yang tiba-tiba saja merinding. "Kalau tidak ada hal lain yang ingin di bicarakan, lebih baik kamu duluan ke gerai. Untuk pembukuan, nanti malam kita bahas lagi." Mengibaskan tangannya sebagai isyarat agar Ryan segera pergi. "Baru juga duduk, Nan. Kita juga belum membahas apapun. Bukannya tadi malam kamu ingin membicarakan tentang varian terbaru untuk menu di gerai kita." Ryan memutar bola matanya malas. "Nanti malam kita bicarakan lagi di gerai! Aku masih ada keperluan penting dengan istriku." Adnan menarik pergelangan tangan Ryan. "Aihhh! Kamu ini." Gerutu Ryan. Akhirnya pria bertubuh jangkung itu mengikuti keinginan Adnan. Dengan mulut yang maju beberapa sentimeter, ia meninggalkan rumah Adnan. Setelah memastikan Ryan pergi dengan sepeda motornya, Adnan segera menutup pintu. Pria itu juga tidak lupa untuk mengunci pintu tersebut. Di tempat lain, Marcel duduk di hadapan seorang pria, yang hampir berusia senja. Pria itu memainkan ujung tongkat, yang membantunya untuk berjalan. Dengan tatapan mematikan, ia memandangi Marcel, putra sulungnya. "Kenapa kamu melepaskan gadis itu?" tanya pria itu ketus. "Bukan Marcel yang melepaskannya, Pa. Namun, dia yang pergi meninggalkan aku." "Kenapa?" "Handoko telah menikahkannya dengan seorang pria yang jauh lebih muda darinya. Sekaligus, orang kepercayaan Handoko. Dan asal Papa tahu, semua aset kekayaan Handoko, telah dialihkan ke tangan suaminya Adara. Aku harus bersusah payah untuk mendapatkan ini semua. Aku sudah membalaskan dendam Papa. Jadi, aku tidak membutuhkan Adara lagi." "Belum! Papa belum puas, Cel" "Papa mau apalagi, Pa?" Segah Adnan. "Tiduri gadis itu, dan bunuh suaminya!" Pria bertongkat itu segera bangkit dari tempat duduknya. "Aku tidak mau, Pa! Adara sudah sangat menderita karena telah kehilangan segalanya. Termasuk kedua orang tuanya. Dan asal Papa tahu, ada cinta yang tumbuh di hatiku untuknya." Lirih Marcel tertahan. "Papa tidak peduli! Lakukan apa yang Papa minta! Atau kamu akan tanggung akibatnya." "Pa …!" seru Marcel. Pria berusia senja tersebut mengabaikan panggilan putranya itu. "Aarrgghh! Kenapa semuanya menjadi seperti ini. Kenapa kesalahan para orang tua, harus kami yang menanggungnya. Aku tidak akan pernah mau lagi menyakiti gadis yang aku cintai. Yang ada sekarang, aku harus merebutnya kembali." Marcel melemparkan seluruh barang yang ada di atas meja kerjanya. Perasaan gugup menyelimuti hati Adnan, saat pria itu masuk ke kamar. Di sana Adara sedang berbaring sambil memainkan ponselnya. Gadis itu terlihat sangat santai. Seakan tidak ada masalah apapun di dalam hidupnya. "Teman kamu sudah pergi?' tanya Adara. Saat melihat suaminya berdiri mematung di pintu kamar. Adnan mengangguk sembari menjawab, "Sudah! Masih banyak kerjaan katanya." "Kalau begitu …, ayo kita bersiap?" Adara segera mengikat tinggi rambut hitam panjangnya. Sehingga memperlihatkan leher putih mulus miliknya. Adnan membeku. Ini Adara mau ngajakin aku ngapain sih? Nggak yang itu-itu kan? Wajah Adnan memerah. Tanpa ia sadari, Adara memperhatikan tingkah konyol suaminya itu. Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH AKU IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilanku? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Walaupun karyaku tidak sebagus milik penulis lain, setidaknya ini adalah hasil karyaku sendiri. Dari hasil kerja keras memeras otak dan tenaga.. Dan aku berharap, kalian semua menyayangiku seperti aku menyayangi kalian semua. Salam Desi Nurfitriani
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN