Bab 1 Nirmala Yang Tangguh

1003 Kata
Bab 1. Nirmala Yang Tangguh Di ruang sidang itu pak hakim mengetuk palu tiga kali, melontarkan sebuah kata-kata yang mencengangkan kepada seorang pria berusia kepala lima, wajahnya suram dan sendu seolah belum siap menerima hukuman yang akan dia terima. “Atas tuntutan dari keluarga Hendra Wijaya kepada Pak Tedi Subagja karena telah menggelapkan uang sebesar lima puluh miliar maka dari itu kami memutuskan untuk memvonis hukuman penjara selama lima tahun lamanya.” Pak Tedi tercengang atas keputusan hakim. “Maaf, ini semua tidak adil, saya difitnah, pak hakim beri saya waktu untuk menjelaskan semuanya!” “Ayah, udah, udah. Kita lanjutkan nanti saja, aku yakin kita menang karena belum ada bukti kejahatan,” ucap Nirmala berusaha menenangkan ayahnya. “Tapi, Nirmala. Ayah gak salah, sumpah demi Tuhan, ayah gak pernah menggelapkan uang sebanyak itu,” lirihnya. Tiba-tiba beliau merasakan dadanya sesak dan sakit. Badannya melunglai dan keringat dingin mengucur deras. “d**a ayah sakit, nak,” lirihnya. “Kita ke rumah sakit, ya,” kata Nirmala, kemudian ia teriak minta bantuan. “Tolong ayah saya, dia kayaknya kena serangan jantung.” Saat di RS, Nirmala hanya menunggu sendirian. Tak terhitung banyaknya air mata yang telah ia buang. Hanya menyaksikan ayahnya tengah terbaring di ranjang ruang ICU. Kemudian ada seorang dokter pria mengambanginya, tersenyum hambar dan mengajaknya ke dalam ruangan tersebut. “Bagaimana kondisi ayah saya?” “Kondisi beliau sangat kritis, kamu anaknya, kan? Kenapa sendirian? Gak ada ibu atau adik?” “Mereka gak kesini, jadi saya saja yang jagain,” sahutnya. “Saya hanya mau bilang kalau usia ayah kamu tidak—” *Tiiit* Badan ayah kandung Nirmala kejang-kejang, napasnya cepat dan sesak. Matanya melotot tajam dan pucat. Ajal telah menjemputnya, hal yang tak bisa diprediksi oleh Nirmala sebelumnya. “Ayah!” Dokter dan perawat berusaha agar nyawanya terselamatkan. Selama lima belas menit mereka terpaku dalam ruang ICU demi keselamatan nyawa seorang ayah namun Tuhan berkata lain. Di hari itu ayah kandung Nirmala akhirnya pergi selamanya. SATU BULAN KEMUDIAN Nirmala tak punya pilihan lain untuk pergi dari rumahnya. Karena warisan yang belum ia selamatkan dari kejahatan keluarga tirinya. Ibu tiri yang galak, saudara tiri yang otoriter dan semaunya. Gadis itu benar-benar diperlakukan tidak manusiawi. “Satu bulan sudah ayah meninggalkan aku. Gak ada lagi yang bela aku di sini, semua pekerjaan selesai ditanganku sendiri, mereka semua tinggal menikmati, kapan ini akan berakhir, apa aku harus di sini saja?” Batinnya. Baru saja Nirmala hendak mengangkat cucian untuk dijemur, ibu tiri dan kedua anaknya, Dodi dan Lena sudah bersolek. Sepertinya mereka akan berpergian. “Nirmala, nanti kalau kami pulang sediakan makanan, ya,” pinta Shella, ibu tirinya. “Jangan lupa kamar aku bereskan, ya,” pinta Lena. *Bruk* Dodi melemparkan Cucian setumpuk ke wajah Nirmala. “Tuh, cuci baju gue ya. Pakai tangan bukan mesin cuci kalau ketahuan gak bersih gue usir elo dari rumah ini! Ngerti!” “Harusnya kalian yang kerjakan, aku ini bukan pembantu kalian. Dan rumah aku bukan rumah kalian!” Balas Nirmala. “Eh, bodoh! Kalau gak nurut kita bakal ngasih kamu yang lebih dari ini, ingat itu,” kata Lena. “Kita pergi sekarang, kan mau ada casting juga, kalau telat gimana?” Dan mereka pun pergi dengan arogansinya. Hidup bagaikan raja tapi Nirmala bagaikan dayang yang wajib setia dengan semua pelayanan yang ada. Tentunya bagi gadis berwajah manis dan cantik itu terenyuh. Ketika ia bercermin wajah cantiknya tak lagi tampak karena keringat sehingga membuat penampilannya kucel. “Bertahun-tahun lamanya mereka perlakukan aku dengan sesuka hati. Awas kalian! Aku bukan b***k! Warisan ayahku diambil, kalian juga yang buat ayahku disidang dan akhirnya mati! akan aku buktikan satu persatu dan semuanya akan terbongkar. Mereka akan menerima karmanya dan hidup gelisah seperti aku saat ini." Air mata kebenciannya terus mengalir deras. Napasnya mulai tersengal-sengal akibat menahan kebencian dalam hatinya. “Kalau ingin hidup lebih baik berarti aku harus mulai merubah diri, iya betul sekali,” gumamnya. “Baiklah, malam ini aku putuskan mulai beraksi meski aku harus keluar dari rumah ini. Hidup diinjak itu gak enak dan gak nyaman, kenapa aku rela hati buat jadi jongos mereka. Ibu tiri yang selalu menampar pipi aku, adik tiri yang jadikan aku pembantu, mereka kayak anak sultan aja." Malam yang penuh ketegangan dalam kondisi semuanya tengah sepi karena ibu dan saudara tirinya belum pulang.. Nirmala diam-diam mencari beberapa dokumen penting di ruang kerja ayahnya. Dengan susah payah ia berusaha menyembunyikan di dalam bajunya. Dalam sunyi senyap ia membuka pintu lalu melarikan diri dari rumahnya yang cukup besar. “Jangan sampai mereka menguasai warisan ayahku, ini hak aku bukan hak mereka,” batinnya. “Terpaksa aku harus pergi, aku gak kuat lagi hidup di rumah itu. Ayah, kenangan kita di rumah itu sudah hangus dan aku hanya jadi jongosnya mereka tanpa diberi imbalan apapun. Aku ini benalu atau apa sih!" Gadis itu berlari sekuat tenaga demi menjauhi rumah yang selama ini menjadi neraka untuknya, meski bertaruh nyawa ia bersikeras untuk kabur, tapi tiba-tiba saat di tengah jalan suara mobil menghentikan langkahnya. “Hah! Dodi!” Ucapnya, ia ketahuan oleh saudara tirinya. Namun dengan ketangkasannya gadis itu berlari dengan kencang untuk menghindar dari kejahatan mereka. "Aku harus pergi dari rumah, jangan sampai ketahuan mereka. Tuhan selamatkan aku ini." Mobil yang dikendarai Dodi masih mengejarnya. Dan emosi pria itu tersulut bercampur panik pula. “Woi berhenti!” Teriak Dodi. "Awas lo kalau kabur, tar bisa gue kasih pelajaran sama dia!" Nirmala hendak kabur dengan melewati jalan meski memakan waktu lama dan lelah, hatinya tengah dipenuhi kecemasan dan panik luar biasa, mereka yang menyetir mobil terus mengejar dengan kecepatan tinggi, sampai di suatu tempat di mana letaknya cukup jauh dari rumahnya, Nirmala terperosok ke hutan yang terdapat jurang dipenuhi batu terjal. Dodi dan ibu tirinya bergegas keluar dari mobil dengan perasaan yang kalut dan panik, lalu menyaksikan jurang hutan itu, hanya ingin memastikan apakah saudara tiri sudah mati atau tidak. Jurang yang terjal oleh bebatuan dilengkapi dengan pepohonan yang rindang, siapapun pasti bergidik jika melewati tempat itu. Shella menggelengkan kepalanya. Dia takut dan resah gelisah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN