Semakin hari Ardi perhatikan, Fani semakin cantik dan dikelilingi oleh banyak cowok. Semenjak Fani merubah penampilannya menjadi lebih feminime, mantannya itu ah ralat ceweknya itu semakin hari semakin memikat saja. Dan dia jelas tidak menyukainya, bagaimana mungkin dia menyukai Fani yang selalu dikeliling teman-teman cowoknya, belum lagi jika Pak Rio selalu menghampiri Fani disetiap ada kesempatan membuat dirinya semakin kesal saja.
Seperti hari ini misalnya, hari ini jadwal mereka eskul. Fani meminta izin untuk tidak ikut serta akan rapat osis, dia mempunyai tugas untuk melatih juniornya. Karena menurut kabar yang beredar, eskul Brapera akan mengikuti lomba antar sekolah maka dari itu lah Fani yang menjabat sebagai ketua, bertugas untuk turun langsung melatih para juniornya.
Ardi yang sudah selesai rapat dengan beberapa temannya itu bergegas meninggalkan ruangan. Ketika dirinya berjalan hendak ke lapangan belakang, langkahnya terhenti begitu melihat Fani yang begitu fokus melatih para juniornya. Dia bersandar di salah satu pilar yang berada di koridor, memerhatikan Fani yang terlihat sedang memarahi salah satu juniornya.
Wajah merah Fani yang sedang marah begitu kontras dengan kulitnya yang putih. Dari sini dirinya bisa mendengar dengan jelas suara teriakan Fani karena jaraknya yang lumayan dekat. Fani jika memarahi tidak pernah tanggung-tanggung, bahkan bisa membuatnya sampai menangis. Tak jarang banyak dari mereka yang membenci Fani. Meskipun begitu tetap saja ada yang menyukainya, termasuk dirinya sendiri.
Jika Fani memarahi para juniornya seperti tadi, maka setelah selesai eskul Fani langsung meminta maaf atas sikapnya, dan itu lah salah satu daya tarik Fani. Mungkin pemikirannya sama dengan Pak Rio---guru Pkl yang menyukai Fani. Terlihat dari gerak-geriknya yang selama ini selalu mengekori Fani seperti hari ini misalnya.
Ardi melihat Pak Rio yang tengah berjalan ke arah lapangan, tempat di mana Fani berada. Pria dewasa itu berjalan sambil membawa botol minuman isotonik, dan sudah di pastikan jika botol minuman tersebut untuk Fani. Benar saja dugannya, begitu Fani telah selesai melatih para juniornya. Rio menghampiri Fani sedikit basa-basi namun botol yang berada di tangan Rio sebelumnya, kini berpindah pada tangan Fani. Yang sialannya itu membuat dirinya marah, jelas sekali jika dirinya tidak menyukai.
"Makin hari, gue liat makin deket aja tuh mereka." sahut Radit yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Ardi, dengan kedua tangan yang ia masukan ke dalam saku celana seragamnya.
Tatapan menusuk Ardi dari samping tak membuat Radit takut untui kali ini. Justru dia lebih tertarik melihat tingkah Fani dan Pak Rio di depan sana, dari pada melihat sikap Tsundere Ardi.
"Gue sampai sekarang nggak ngerti, alasan lo berdua putus." ujar Radit lagi setelah hening beberapa saat.
Ardi segera kembali ke depan memerhatikan interaksi Pak Rio dan mantannya? Tanpa berniat memotong atau membalas kata-kata Radit.
"Berkali-kali elo bilang, 'siapa yang putus' padahal jelas-jelas hubungan lo berdua udah kelar."
"Yah emang karena kita berdua belum putus."
"Kalau nggak putus, kenapa elo jauhin Fani? Kalian gak pernah keliatan bareng-bareng lagi. Bahkan kalau Fani mulai deketin elo, elo selalu ngehindar belagak nggak kenalin dia kalau papasan? Elo tahu nggak, sifat elo yang kayak gitu bikin anak-anak tahu kalau elo emang udah putus."
Ardi diam saja tidak membantah karena yang di ucapkan Radit memang benar.
"Dan sekarang gue lihat, elo malah lebih deket sama Shela? Lo tahu kan, tuh cewek musuh bebuyutannya Fani?"
Lagi-lagi tidak ada balasan dari Ardi membuat Radit semakin enak mengeluarkan isi hatinya.
"Terus kenapa lo biarin Shela nempel mulu sama lo? Belum lagi sifat Tsundere elo. Lo nggak pengen Fani sama cowok lain, tapi sifat lo bikin dia bingung tahu nggak?!"
"Lepasin, Ar biarin dia bahagia sama cowok lain, kalau elo emang nggak mau balikan sama dia. Jangan bikin dia bingung dengan sikap lo yang kaya Bunglon. Sebentar-sebentar elo kayak pengen rengkuh Fani, tapi detik berikutnya elo kayak pengen nendang dia jauh-jauh dari hidup lo!"
"Apa lo nggak mikirin perasaan Fani?" ujarnya lagi.
Ardi menghela napasnya dengan berat, matanya masih menatap Fani yang tengah tersenyum tipis pada Rio.
"Elo nggak bakalan ngerti, Dit." ujarnya lirih.
"Kalau gitu bikin gue ngerti!" tanya Radit sambil menatap sahabatnya dari samping.
"Thanks tapi gue nggak bisa cerita." balasnya kemudian pergi meninggalkan sahabatnya itu dan satu orang lagi yang memandangnya dengan tatapan rindu.
Fani beberapa kali menghela napasnya dengan berat. Rasanya ia mulai lelah dengan usahanya untuk mendapatkan Ardi kembali. Berubah menjadi wanita seperti Shela pun Ardi tetap begitu, belajar masak agar diakui cowok itu pun tetap saja tidak membuat Ardi kembali. Apa yang kurang dengan dirinya? Pikirnya keras.
Rara yang melihat sahabatnya itu tidak bersemangat langsung saja menghampirinya.
"Kenapa lo?"
"Hm."
"Bukan 'hm' tapi jawab."
"Gue pikir rasanya percuma gue berubah, toh hubungan gue sama dia tetep gitu aja. Nggak ada perubahan sama sekali, bukannya jadi deket malah kayaknya makin jauh." ucapnya dengan wajah murung.
"Hei! Lo kok ngomong gitu sih, Fan. Fani yang gue kenal nggak nyerah kayak gini."
"Tapi gue capek, Ra." balasnya dengan lirih sarat akan kesedihan, membuat Rara yang mendengarnya menjadi nelangsa.
"Kalau gitu, untuk terakhir kalinya lo harus buat dia nyesel karena udah nyia-nyiain elo selama ini."
"Hm." dehem Fani karena dia belum menyetujui apa yang di usulkan sahabatnya.
"Kantin, yuk?" ajak Rara yang sudah menggandeng lengan Fani.
"Lo perlu asupan yang banyak untuk pembalasan dendaman lo sama si cewek plastik itu."
Fani tidak berkata-kata namun menuruti juga perkataan Rara.
Rara dan Fani telah sampai di kantin kelas 10 karena mereka berdua ingin makan bakso, dan bakso di kantin kelas 10 lah bakso paling enak bagi mereka.
"Gue yang mesen bakso dan lo yang pesen minum, oke?" ucap Rara dan Fani lagi-lagi mengangguk.
Suasana hati Fani benar-benar sedang tidak baik semenjak kejadian beberapa hari lalu di rumah Ardi. Belum lagi Pak Rio guru PKL yang membuat dirinya selalu menahan kesabaran akan sikapnya. Dan kini ketika dirinya membalikkan badan, dirinya harus bertemu dengan Shela---musuh bebuyutannya.
Fani yang malas hendak pergi, namun lengan Shela menahannya. Cewek ber-makeup tebal itu menyeringai melihat wajah tidak bersahabat Fani.
"Well guys, kalian tahu nggak kalau cewek bar-bar di depan kita ini kemarin baru belajar masak loh." serunya yang mendapat koor'an heboh dari kedua teman Shela.
Anak-anak yang dekat dengan mereka segera melirik Fani. Sedangkan Fani sendiri bersikap acuh, tidak peduli karena dirinya benar-benar malas harus meladeni cewek di depannya itu.
"Dia nggak bisa masak, Shel?" sahut Novi teman Shela.
"Udah gue duga sih, cewek tukang marah-marah yang sifatnya kek laki mana bisa masak sih." seru Popy--teman Shela yang lain.
Fani tetap diam menatap ketiga cewek menyebalkan di depannya itu dengan pandangan datar.
"Dan yang harus kalian tahu, Ardi nggak nyentuh sama sekali masakan dia guys, haha..."
"Kedua tangan Fani yang sedang menggenggam gelas yang berisi jus jeruk dan jambu itu seketika mengeras. Meskipun wajahnya datar tanpa ekspresi tapi dirinya benar-benar marah, dia berusaha untuk menahannya.
"Hahaha... Kasian banget, si Ardi takut di racun kali sama mantannya,"
"Lagian sok-sok'an sih lo belajar masak, Fan. Nggak bisa yah nggak bisa aja lagi, nggak usah maksain toh Ardi pun gak bakal balik lagi ke elo." ujar Shela yang semakin membuat Fani marah.
Dengan raut datar yang menyembunyikan kemarahannya. Fani mengangkat kedua tangannya kemudian menumpahkan kedua jus yang dipegangnya itu kepada Shela. Shela seketika berteriak histeris akan aksi gila Fani dia pikir Fani tidak akan berani untuk menumpahkan jus tersebut, namun dugaannya salah.
"b******k, s****n! Elo apa-apan sih, Fan?!" teriak murka Shela.
Fani mengangkat alisnya tinggi, kemudian ia menyunggingkan seringainya. "Gue ngapain? Lo emang b**o, Shel. Gitu aja nggak tahu, gue tuh siram elo. Supaya semua plastik yang ada di dalan tubuh lo itu lepas." balasnya kalem yang membuat Shela murka.
"Gue bakal aduin ini sama Ardi biar dia tahu, kalau elo itu emang nggak pantes buat dia!" semburnya marah.
Kedua tangan Fani yang masih memegang gelasnya, seketika membanting gelas kosong itu ke bawah sehingga menimbulkan keributan membuat beberapa anak yang berada di kantin langsung menghampiri mereka, termasuk Rara dengan dua mangkuk yang berisikan bakso.
Tatapan datar Fani kini berubah menjadi tatapan membunuh, membuat Novi dan Popy diam-diam menelan ludahnya dengan berat.
"b******k! Lo pikir, elo pantes buat Ardi? Mikir dong, otak pas-passan, badan plastik semua, kulit elo putihin. Apa yang bisa lo banggain?!"
Skakmatt
Perkataan Fani sukses membuat Shela bungkam.
"Seenggaknya gue bisa masak, dan masakan gue Ardi suka!"
Dan kali ini giliran Fani yang terdiam membisu.
Ardi dan Radit yang melihat kerumunan di kantin segera menghampiri, itu pun dipaksa oleh Radit karena jujur saja Ardi malas harus melihat atau ikut campur soal apa yang dilakukan teman sekolahnya.
"Wuidih, mandi jus lo, Shel." seru Radit tiba-tiba yang sudah berdiri di samping teman-teman yang lain.
"Ardiiii... Mantan kamu yang udah buat aku kayak gini, salah aku apa sama dia?" serunya sedih sambil berjalan mendekati Ardi.
Ardi seketika melirik Fani yang tengah memandang Shela dingin.
"Bener gitu, Fan?" tanya Ardi setelah beberapa saat hanya ada keheningan.
Bukannya Fani membalas pertanyaan Ardi, cewek itu malah membalikkan tubuhnya hendak melangkah. Namun perkataan Ardi lagi-lagi membuatnya semakin membenci Shela dan mungkin cowok itu.
"Jawab, Fan!"
"Bukan urusan lo." balas Fani dingin dengan tetap membelakangi Ardi, dia kemudian berjalan meninggalkan kantin dengan wajah yang sulit diartikan. Membuat sebagian dari mereka merasa kasihan akan Fani namun beberapa dari mereka bersorak senang karena merasa Fani telah kalah dari Shela.
_
_
_
_
_
Tbc