Bab 2

1783 Kata
Fani benar-benar marah dan kemarahannya dirinya lampiaskan pada anak-anak yang mengikuti eskulnya. Fani jenis cewek yang menakutkan bila marah, ia lebih banyak berteriak dan memarahi bila melihat juniornya melakukan kesalahan, meskipun kesalahan yang di perbuatnya tidak seberapa. Tapi Fani akan tetap memarahinya habis-habisan, ia tidak akan segan-segan memarahi tanpa mengenal tempat, dan ia pun tidak peduli jika orang yang dimarahi olehnya akan sakit hati dengan perkataannya. Dia benar-benar tidak peduli, tapi Fani pun mempunyai sisi malaikatnya. Dia akan meminta maaf pada orang yang dimarahinya ketika perasaannya sudah kembali normal. "Kamu yang di barisan kedua ke sini." sahut Fani tegas sambil menatap dingin juniornya itu. "I-iya Kak." jawabnya takut-takut enggan menatap sang ketua di depannya. "Kamu tahu kesalahan kamu apa?" tanya Fani dengan sorot mata tajam, membuat beberapa anak eskul Brapera dan mungkin beberapa anak eskul lainnya, yang tidak jauh dari tempatnya itu berada memandang ke arah mereka. Karena Fani selalu menggunakan lapangan upacara untuk kegiatan ekstrakulikulernya. "Ma-maaf ta-tahu Kak." balasnya lagi dengan wajah menunduk, keringat dingin mulai membasahi kedua tangannya. "Fokus, makanya. Kembali ke barisan jangan di ulangi." tegurnya tegas yang mendapat anggukan dari juniornya itu. Ketika melihat juniornya yang tadi ia tegur sudah kembali ke barisan. Fani kembali berteriak. "Fokus-fokus kalian! Jangan malu-maluin gue dong. Gimana gue bisa turunin jabatan ke kalian, kalau latihan kalian aja nggak bener gini." Mereka semua hanya diam, menjawab jika perlu untuk di jawab. Eskul kali itu akhirnya berakhir dengan waktu seperti biasa, yang berbeda hanya wajah-wajah junior yang mengikuti eskul tersebut. Beberapa diantara mereka yang sedang apes terkena marah Fani dan yang sedang beruntung hanya menghela napasnya lega. Eskul Brapera atau yang di kenal dengan pasukan baris-berbaris itu sangat terkenal di kalangan murid-murid SMA 5. Apalagi setelah Fani masuk ke dalam tim inti dan sekarang menjadi ketua di ekskulnya tersebut. Eskul yang di ketuai oleh Fani sering menjuarai lomba-lomba yang sering di adakan. Sikap tegas Fani dan kecerewetan cewek itu mampu membuat nama sekolahnya harum oleh prestasi. Meskipun Fani terkenal galak, tegas, suka marah-marah. Namun eskul Brapera tetap saja ramai peminatnya, hanya anak-anak dengan nyali besar, mental kuat dan tidak mudah cengeng yang mampu masuk ke dalam eskul tersebut. Karena setelah Fani menjabat sebagai ketua, cewek itu merubah semua peraturan yang dulu. Banyak yang tidak setuju dengan peraturan yang di buatnya, namun Fani tetap lah Fani dia tetap pada pendiriannya. Dan beruntunglah peraturan yang dibuatnya membawa eskul yang di pegangnya itu maju dan membuahkan hasil yang hebat. Selain menjabat sebagai ketua Brapera, Fani pun menjabat sebagai wakil ketua osis bersama dengan mantannya. Bukan karena dirinya yang kala itu menjadi kekasih Ardi, bukan. Itu karena dia mampu dan banyak yang memilihnya ketika mereka semua melihat kinerja Fani di Brapera. Fani berjalan meninggalkan lapangan bersama Maria temannya di eskul. Mereka berdua berjalan menuju kantin untuk mengisi perut. Ketika mereka berjalan di sepanjang koridor terdengar beberapa orang yang sedang membicarakannya. Awalnya Fani masa bodo, tidak peduli dengan ucapan orang-orang yang tidak menyukainya. Namun, begitu nama Ardi di sebut-sebut dalam pembicaraannya, membuat Fani menghentikan langkah kakinya. "Gue sekarang jadi tahu, alasan Ardi mutusin si Fani." "Apa?" "Yah karena si Fani itu bar-bar, tukang marah, tukang ngatur, nggak ada feminim-feminimnya jadi cewek. Pantes lah Ardi mutusin dia, mana ada cowok yang tahan sama cewek tukang marah, galak, bossy, urakan." jelas cewek yang diketahui bernama Shela. "Bener juga lo, Shel. Tadi aja dia marahin juniornya sampe mau bikin nangis anak orang." "Untung aja Ardi udah putusin dia, nggak cocok tuh cewek sama Ardi." "Jadi menurut lo siapa yang cocok sama Ardi? Elo gitu?" ujar Fani dengan suara sinis sambil membuka pintu kelas tersebut dengan keras membuat Shela dan beberapa teman yang membicarakan dirinya terkejut. Jujur saja Shela terkejut melihat Fani berdiri di depan pintu kelas dengan aura dinginnya. Ia sedikit takut melihat Fani, lagi pula siapa yang tidak takut dengan Fani? Hampir semua anak-anak takut akan cewek itu. Fani bukan hanya berani dengan cewek dia juga berani dengan cowok. Cewek itu pernah berkelahi dengan Gerry cowok nakal di sekolahnya. Mereka menjadi tontonan kala itu, gara-garanya Gerry yang menggoda Fani dan mencolek pantatnya yang saat itu Fani sedang menggunakan pakaian olahraga dengan celana pendek. Fani yang memang memiliki tubuh seksi bak gitar spanyol itu tentu saja membuat anak-anak cowok tergiur melihatnya. Terlebih Fani itu cewek cuek yang tidak peduli dengan penampilannya. Ketika Gerry mencolek p****t Fani saat Fani di kantin, seketika itu tubuh Gerry terdorong ke belakang akibat dorongan keras Fani. Fani marah tentu saja, dia mendorong Gerry dan memberikan cowok itu tonjokan pada pipi mulusnya. Gerry yang tidak terima menampar Fani yang membuat saat itu kantin begitu heboh, sayang sekali kala itu Ardi tidak ada. Cowoknya Fani sedang mengikuti pertandingan basket antar sekolah, coba saja jika ada mungkin Gerry akan habis di hajar Ardi. Tapi jelas perkelahian antar Fani dan Gerry terdengar sampai telinga Ardi. Ke esokkan harinya Gerry kembali mendapat pukulan pada wajahnya akibat di hajar Ardi. Maka ketika Shela melihat Fani yang berdiri dengan wajah dingin membuat nyalinya ciut. Shela dan kedua temannya menelan luduhnya dengan gugup, jelas saja mereka merasa takut. "Jelas dong, cuman gue yang cocok jadi ceweknya Ardi. Ardi aja betah ngobrol sama gue, secara gue feminim, nggak kayak elo yang urakan. Cewek kok kayak laki, tukang marah, suka berantem ck." cibir Shela yang mendapat seringai menyebalkan dari kedua sahabatnya. Wajah Fani mengeras, sorot matanya semakin tajam kedua tangannya terkepal dengan erat. "Setidaknya gue berotak, lo melupakan jika Ardi suka cewek cerdas. Dan lo nggak termasuk ke dalamnya, dan tentu saja Ardi jelas nggak mungkin milih lo." balasnya telak diiringi senyum sinis. Fani dan Maria seketika kembali berjalan meninggalkan Shela dan kedua temannya, Fani puas bisa menyumpal mulut menyebalkan Shela. Dia tidak habis pikir mengapa cewek itu tidak menyukainya, dan dia melupakan jika alasan Shela tidak menyukainya karena dia berpacaran dengan Ardi, tapi itu dulu bukan sekarang. Namun tetap saja, Shela masih tidak menyukainya dan dia benar-benar tidak peduli. "Juara emang dah omongan lo." seru Maria sambil berjalan di samping Fani melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertunda. Fani hanya diam saja, dia sibuk memikirkan perkataan Shela mengenai dirinya. Bisa saja perkataan Shela benar adanya, karena dia sendiri pun nengakui yang di tuduhkan Shela kepadanya itu memang benar. Dia cewek urakan, tukang marah, galak, bossy, dan seperti laki-laki. Dan mungkin juga perkataan Shela memang benar adanya alasan Ardi memutuskan dirinya karena itu. Wajah Fani seketika menyendu dan perubahan ekspresi Fani jelas terlihat oleh Maria. "Lo kenapa? Jangan bilang kalau elo masih mikirin ucapan si Shela?" tanya Maria tepat sasaran. Fani diam saja tidak membalas perkataan Maria. "Ayolah Fan, tuh anak kan emang hobi banget bikin lo marah. Tujuan dia kan emang gitu." "Tapi omongan dia bener kok, gue nggak feminim, tukang marah, galak. Mungkin juga Ardi putu----" Maria seketika menghentikan langkahnya lalu menghadap Fani matanya menyorot Fani tajam. "Stop deh, gue nggak suka yah elo ngomong kayak gitu. Tuh cewek kan gak suka sama lo, apalagi sejak lo jadian sama Ardi makin menjadi-jadi kan nggak suka sama lo nya. Kalau Ardi mutusin lo gara-gara sifat dan kelakuan lo selama ini, seharusnya dia tahu dari awal elo tuh kayak gimana. Dan seperti yang elo bilang, Ardi itu suka cewek cerdas dan elo masuk ke dalam kriteria cewek dia. Jadi plis, berhenti buat selalu ngerendahin diri lo, oke?" "Hmm." hanya gumaman yang Fani berikan. "Bagus." Dan mereka pun kembali berjalan menuju kantin. Fani yang sedang berdiri di depang pintu gerbang bersama Rara, seketika menghentikan obrolannnya begitu melihat salah satu guru PKL yang menghampirinya. "Hai," sapa Pak Rio dengan senyum memikatnya yang sekarang menjadi guru PKL, menyapa Rara dan Fani yang mengajar Sejarah di kelas mereka. Rara menyapa balik Rio sedangkan Fani hanya membalasnya dengan senyuman. Fani termasuk cewek yang tidak suka basa-basi dia tipikal cewek jika tidak suka dengan seseorang akan menunjukkannya, sebaliknya jika dirinya menyukai seseorang dia akan menunjukkan juga. Dan dia tahu jika guru Sejarah yang berdiri di depannya itu menyukainya, mengapa dirinya tahu? Karena guru PKL satu itu selalu memberikannya perhatian-perhatian manis yang tentunya dia tidak sukai. Jelas saja karena sampai detik ini pun dirinya masih mencintai Ardi itu semua tidak akan mengubah apapun. Meskipun guru di depannya itu tampan, kaya dan berkharisma tetap saja baginya Ardi paling tampan. "Mau pulang?" tanya Rio pada kedua muridnya namun pandangan matanya jelas hanya tertuju pada Fani. Rara menjawabnya dan Fani lagi-lagi hanya mengangguk. Tanpa mereka sadari ada dua pasang mata yang memerhatikan interaksi antara guru dan murid tersebut. "Ck Ar-Ar sampe kapan lo mau kayak gini terus?" tanya Radit sahabat Ardi yang berdiri di samping Ardi ikut memerhatikan Fani. "Lo gak takut Fani jadian sama guru Sejarah itu? Kalau gue jadi elo udah gue minta ajak balikan si Fani. Secara Fani menurut anak-anak cowok, primadona di sekolah kita. Apalagi yang gue denger tuh guru udah mulai deketin si Fani." ujar Radit lagi dengan memanasi. Yang tentu saja membuat Ardi kesal, wajah tampannya seketika mengeras kedua tangannya terkepal dengan kuat dan sorot matanya kini berubah semakin dingin. Dan Radit tentu saja tersenyum penuh kemenangan. "Wah kayaknya si Fani mau pulang bareng Pak Rio tuh, ternyata mantan lo udah move-one ckckck..." "Habis putus dari lo----" "Siapa yang putusin?" potong Ardi cepat sambil menatap ke samping ke arah Radit. "Hah?!" "Gue cabut duluan." sahut Ardi yang berlari menuju motornya diikuti tatapan tidak mengerti Radit. Namun begitu melihat Fani yang baru saja pergi di boncengi Pak Rio, Radit baru mengerti. "Dasar Tsundere lo, Ar." decak Radit diiringi dengan tawa geli yang melihat tingkah sahabatnya itu kekanakan. Ardi yang melihat Fani baru saja pergi dengan Pak Rio segera menjalankan motornya mengikuti mereka. Ardi melewati Rara yang masih berdiri di depan gerbang sekolah menunggui jemputannya. Rara mengerutkan keningnya begitu melihat Ardi yang melewatinya dengan motor begitu cepat. Motor besar putih itu pun berhenti di sebuah rumah minimalis, dan motor hitam yang sedari tadi mengikuti pun ikutan berhenti. "Thanks Pak." sahut Fani begitu dirinya telah sampai di depan rumah. "Iya, kamu tidak mau mengundang saya ke rumah?" tanya Rio dengan senyum jumawanya. Fani berdehem. "Maaf Pak, tapi di rumah saya cuman sendiri. Nggak enak rasanya kalau Bapak main ke rumah saya sekarang." jawab Fani. "Ah begitu, kalau begitu lain kali saja." Fani mengangguk sambil tersenyum tipis. "Kalau begitu, saya pulang yah, Fan. Sampai ketemu besok di sekolah." ujar Rio sambil mengelus surai indah Fani. Fani seketika memundurkan tubuhnya reflek, sedangkan Ardi yang diam-diam memerhatikan dari jarak yang lumayan jauh semakin mengepalkan kedua tangannya. Kali ini dirinya marah tidak suka dengan perlakuan pria yang lebih tua darinya itu dengan perlakuan manisnya pada Fani. Ardi yang marah kembali melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, dia lalu menggas motornya ketika melewati rumah Fani. Membuat Fani dan Rio terkejut seketika, terlebih Fani yang melihat motor Ardi yang melewati rumahnya membuat banyak pertanyaan di kepala cewek cantik itu. _ _ _ Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN