Dua

2236 Kata
Dentuman suara musik saling bersahutan, yang dimainkan oleh Disc Jockey. Lampu kerlap kerlip yang berputar dengan sorot berwarna menjadi ciri khas tempat itu. Rachel bersama sahabatnya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar yang tak lain adalah, Vika. Sedang meliukkan tubuhnya di atas lantai Dance, seiring hentakan cepat irama musik tersebut. Sejenak dia bisa melupakan penat dikepalanya, setelah seharian berkutat dengan segudang aktivitas kantor yang membuatnya pusing. Jujur saja Rachel tak suka dengan dunia kantor, oleh karena itu dia membuka usaha Cafe dan Resto. Tapi Richard memaksa agar dia mau menerima jabatan sebagai CEO (Chief Executive Officer) di perusahaan milik mendiang, Opa Daniel yang tak lain adalah Kakek nya sendiri. Tentu saja dia menolaknya dan lebih memilih menjadi Manager di perusahaan itu. Beberapa teman yang memang sengaja Rachel undang, kini bersorak riuh saling menyerukan nama nya, juga sahabat nya di bawah sana. Itu semakin membuat dia dan Vika bersemangat menikmati musik dengan dentuman sangat kuat. Suasana hati Rachel juga seakan tak bersahabat, setelah dia memergoki seorang lelaki yang sangat dia cintai, sedang b******u dengan gadis yang sejak dulu sangat dia benci di ruangan kantornya siang tadi. "Khusus malam ini, semua yang datang, gue yang traktir!!" teriak Rachel dengan sangat kencang. Karena, suaranya kalah kuat dengan musik. Semua yang berada di bawahnya, langsung bersorak kegirangan, menyerukan nama dia. Rachel... Rachel... Rachel dan Vika masih terus menikmati musik. Mengangkat tangan, mengikuti ritme dentuman yang mengalun cepat juga keras. Sebelah tangannya dia gunakan untuk memegang satu gelas berisikan air minuman beralkohol. Sambil terus tertawa lepas bersama sahabat, Vika. "Turun!!!" Rachel menoleh ke bawah saat mendengar bentakan seorang lelaki dengan tatapan dingin. "Nggak mau!" sahut nya kemudian dia menggeleng dengan senyum nyeleneh. Arka beringsut naik ke atas lantai Dance. Mencekal pergelangan tangan Rachel dengan sedikit menariknya, mangajak gadis itu untuk turun. "Apaan sih!" Rachel menepis cekalan tangannya dari tangan Arka. "Pulang,-" "Enak aja! Aku baru datang yaa!!" sungut Rachel menatap tak suka Rachel membalikkan tubuh membelakangi, Arka. Tak perduli dengan apa yang diinginkan oleh lelaki itu, dia kembali terus menikmati hentakan dentuman irama musik. Saat dia ingin menenggak minuman yang tengah dipegangnya. Tiba-tiba saja Arka menyambar kemudian Arka langsung meminumnya. "Heh, itu minuman aku!" tegur Rachel menatap dengan jengkel. "Gue bilang pulang, artinya pulang,-" "Aku mau pulang, kalau kamu mau cium aku..." sahut Rachel tersenyum tipis, menatap Arka tepat dihadapannya dengan jarak yang sangat intim. "Gimana?" lanjutnya menaik turunkan alis "ah sudah, itu nggak akan mugkin." Sambungnya kembali sembari mengibaskan lengannya, tertawa lepas tak perduli lagi. "Cel, turun aja yuk!" bisik Vika ditelinga Rachel "abang lo kayak singa, yang mau nelen lo hidup-hidup" lanjutnya bergidig ngeri. Orang-orang di bawah sana, masih tetap bersorak menyerukan nama mereka yang ada di lantai Dance. Seolah-olah tak perduli dengan perdebatannya. Rachel sudah tidak berduli lagi dengan siapapun, malam ini dia ingin bebas melupakan semuanya dan bersenang-senang sejenak. Sebetulnya, malam ini adalah malam perpisahan Arka yang akan kembali ke Inggris dalam tiga bulan ke depan. Lelaki itu akan mengurus beberapa bisnis miliknya yang ada di sana. Rendi asisten sekaligus sahabat dari Arka yang minim akhlak itu, yang membuat Party dan mengundang beberapa teman untuk datang malam ini. "Ck, dasar keras kepala" dengus Arka sembari berdecak. Rachel sempat meliriknya sekilas dengan mata yang menyipit, saat lelaki itu turun dari lantai Dance. Dia melihat kekasih Arka datang dan meninggalkannya. Namun, sebisa mungkin dia harus bersikap biasa saja seperti tak perduli. Menikmati musik malam ini bersama, Vika. "Cel, ada cewek nya si Arka" bisik Vika diiringi kekehan kecil. Rachel mengedikkan bahu, masa bodoh dengan ucapan, Vika. Dia lebih memilih tertawa, bergoyang melihat kelucuan teman-temannya di bawah sana. Sempat memperhatikan Arka sesaat yang tengah berbicara dengan Rendi, tapi setelah itu dia sudah tak memperdulikannya lagi sama sekali. "Lo jagain Ren. Pakai mata lo, jangan biarkan dia menyentuh minuman" "Terus gue kasih adek lo air putih gitu? Ayo lah bos, gue ke sini mau happy- happy. Bukan mau jadi Baby Sister, mana bayi nya galak betul!" Keluh Rendi, melirik sekilas ke arah gadis di atas sana yang tengah asik berjoget bersama sahabatnya. Rendi bergidig ngeri. Saat membayangkan dirinya di siram dengan segelas air, karena melarang Rachel menenggak minuman beralkohol beberapa waktu lalu. Walau pada akhirnya Rachel meminta maaf pada Rendi. Namun Rendi tetaplah Rendi, lelaki licik dengan segudang modus untuk memikat hati Rachel. Rendi memberikan hukuman pada Rachel agar mendapat maaf darinya. Dengan catatan, Rachel mau menemaninya pergi bersama ke acara keluarga dan memperkenalkan Rachel sebagai kekasihnya untuk menghindari perjodohan kala itu. Akhirnya Rachel mau menuruti permintaan Rendi asalkan mendapat kata maaf dari lelaki itu. Membayangkan itu semua dirinya jadi senyum-senyum sendiri. Arka tak memperdulikan ucapan Rendi, dia berlalu menghampiri kekasihnya. "Ck" decak Rendi sebal, dia jadi tak menikmati acara malam ini. Padahal dia yang sudah membuat Party ini semeriah mungkin. "Sayang, maaf ya telat." kata Niken, yang baru saja datang memeluk Arka kemudian mengecup singkat bibir lelaki itu. "Hemm." Hanya deheman yang keluar dari, Arka. Melesakkan bokongnya pada sofa, dengan tatapan yang masih terus mengarah dan memperhatikan tingkah Rachel di atas sana. "Liatin siapa? serius banget, kayaknya!" tanya Niken menempelkan tubuh, bergelayut manja pada lengan Arka. Mengambil botol yang ada di atas meja berisikan minuman beralkohol, lalu menuangkannya pada gelas. "Rachel sudah dewasa, Sayang. Biarkan dia menikmatinya, selama ini kamu selalu menjaga dan melarangnya... nih, minum dulu" bisik Niken manja sambil menyodorkan satu segelas berisikan minuman beralkohol. "Aku bakalan kangen banget sama kamu, tiga bulan ke depan" lanjutnya dengan keluhan sambil mencium pipi Arka kemudian tersenyum. Arka menoleh ke arah Niken tersenyum, menahan tengkuk Niken kemudian mencium bibirnya. Rachel di atas sana, diam-diam memperhatikan lelaki yang sangat dia kagumi dan dan cintai. Arka tengah menikmati bibir kekasihnya di ujung sana. Entah kenapa darahnya mendidih melihat itu, dia membuang muka, mengepalkan tangan dikedua sisinya. Dengan asal, Rachel mengambil satu gelas air berisikan minuman, yang tengah dibawa oleh Waiters di atas nampan. "Cel, nggak boleh!" kata Rendi, mengambil gelas yang ada ditangan Rachel saat dia ingin menenggaknya. "Siapa lo, ngatur-ngatur!" Rachel mendorong tubuh Rendi menggunakan kedua tangan. Hingga membuat Rendi terhuyung beberapa langkah kebelakang, menatap nyalang pada Rendi dengan penuh emosi. "Gue disuruh abang lo, jagain lo." "Dia bukan abang gue dan gue bukan bayinya! gak perlu lo jaga. Sana lo!!" sungut Rachel mengusir Rendi dengan ketus. Dia menarik tangan Vika turun dari lantai Dance. "Serah kalian deh, pusing gue!" Gumam Rendi dengan suara pelan sambil turun dari lantai Dance, "lebih baik gue menikmati acara malam ini, dari pada harus berurusan dengan dua orang itu" Rachel mendaratkan b****g pada sofa dengan kasar, bergabung dengan beberapa teman yang memang sengaja dia undang sebelumnya. Dengan emosi yang masih ada diubun-ubunnya, dia langsung menenggak minuman yang di pegang oleh Vika hingga tandas. Menaruh gelas tersebut di atas meja, lalu menuangkan minuman itu kembali pada gelas, kemudian menenggaknya." "Sekarang udah cukup, pulang!!" sentak Arka menghempaskan gelas ke empat yang akan Rachel minum. "Nggak mau, sebelum kamu Heemmmm..." Mata Rachel langsung membola saat bibir Rachel bertemu dengan bibir Arka. Tanpa mereka sadari, di ujung sana, ada seseorang yang ditugaskan untuk memantau dan mengabadikan Moment tersebut. Merekamnya, kemudian mengirimkan video tersebut pada bos nya."Cel, lo masih mau di sini..." Tanya Vika menoleh pada Rachel yang duduk sisinya. Gadis itu menunduk memainkan ponselnya. "Tadi kan lo udah disuruh balik. Dari pada kena marah lagi, ayo kita pulang aja! lagian, udah di Kissing juga kan?" lanjutnya dengan kekehan kecil di akhir kalimatnya. "Gue gak mau berurusan sama abang lo. Jadi jangan salahin gue, kalau nanti, lo kena marah abang lo lagi." Sambungnya mengingatkan bagaimana sifat Arka. "Udah gue bilang, dia bukan abang gue, Kenapa sih, kalian selalu bilang dia abang gue..." Kata Rcahel menoleh sekilas ke arah, Vika. "Lagian siapa dia? suruh gue balik. Tapi dia aja lagi m***m sama pacarnya." "Gue, abang lo... kalau lo belom lupa," Sela Arka dengan nada suara yang sedikit meninggi. "Ck. Kamu bukan abangku." Decak Rachel mendongakkan kepala menatap Arka yang tengah berdiri dihadapannya. Arka melirik sekilas ke arah beberapa orang yang tengah memperhatikan perdebatannya dengan Rachel. Seperti mengerti akan tatapan dari, Arka. Beberapa teman-teman Rachel satu persatu mereka semua pergi. Termasuk sahabatnya, Vika. Arka berdiri menyilangkan kedua tangan di d**a "Gue tetap abang lo... sampai kapan pun," kata Arka mengingatkan akan posisinya dimata Rachel. "Kamu.... bukan abang aku!!" Rachel masih tetap sama dengan keras kepalanya. Kata yang selalu dia ucapkan, seakan-akan menolak bahwa lelaki dihadapannya itu adalah abangnya. "Terserah... Lo harus pulang di antar, Rendi." Paksa Arka tak mau dibantah lagi. Rachel beranjak berdiri seperti menantang, Arka. "Kalau aku nggak mau pulang, kenapa?" lanjutnya dengan tubuh yang mulai terhuyung. Beruntung ada Arka yang langsung memeluknya. Arka mencium Rachel kembali dengan lembut. Mata mereka saling beradu, menyelami perasaan masing-masing. Sampai di mana Arka melepas perpagutan itu, menegakkan tubuh Rachel, menarik pergelangan tangan gadis itu agar mau pulang bersama, Rendi. "Udah, kan... Sekarang lo pulang." "Aku gak mau pulang!" Rachel menghempas kasar tanganya yang dipegang oleh, Arka."Kamu itu paham gak sih, kalau aku itu cinta sama kamu? dan satu lagi, kamu... bukan abang aku," racaunya tak jelas, dia menunjuk wajah Arka dihadapannya dengan tubuh yang sudah limbung tak kuat lagi untuk berdiri dengan sempurna. Jujur saja, Rachel sama sekali belum pernah menyentuh minuman beralkohol. Dan beruntungnya, dia mempunyai sahabat yang selalu mengingatkannya akan hal itu. Jadi wajar saja, kalau saat ini dia mabuk berat. Karena dia nekat menenggak minuman sebanyak empat gelas kecil, untuk pemula sepertinya. "Lo tetap adek gue. Sampai, kapan pun. Walaupun, gue cinta banget sama lo." Bisik Arka ditelinga Rachel yang sudah tak sadar. "Ck. menyusahkan!" decak Rendi dengan gerutuannya, menggantikan Arka merangkul Rachel "bawa ke mana nih? mabok gini dia. Nggak mungkin gue anter balik, bisa dibunuh gue sama bokap lo." "Biar Rachel sama gue, Kak!" kata Vika menghampiri Rendi. Rendi mengangguk, memindahkan Rachel yang sudah tak sadar dari rangkulannya ke bahu, Vika. "Lo bisa bawa nya?" "Tenang, Kak. Gue Bisa kok. Badan kecil gini, gedean juga badan gue" sahut Vika meledek dengan kekehan. Yang dikatakan Vika memang benar, Rachel mempunyai tubuh yang hampir mirip dengan sang bunda. Kecil dan mungil. Berbeda dengan Arka yang memang ayah dan ibunya bukan asli orang Indonesia. "Gue bawa balik ke mana, Kak?" "Apartment Arka. Kodenya, pakai sidik jari dia" Vika terkejut atas penuturan dari, Rendi. Mengangguk mengerti dan berlalu pergi meninggalkan lelaki dihadapannya itu. Cel, abang lo juga cinta tau sama lo tau. Ah elah! pusing gue liat kelakuan lo berdua. Vika menggeleng. Pusing memikirkan percintaan yang katanya adik dan kakak tersebut, tapi tak memiliki darah yang sama. Sebentar curhat sambil menangis, keesokan harinya Rachel bisa curhat sambil tertawa bahagia. Sampai diparkiran, Vika membawa tubuh Rachel yang sudah tak sadar karena pengaruh dari alkohol menemui seseorang yang memang sudah menunggunya. "Om, lo beneran kan. Nggak akan macem-macem sama tuh bocah," kata Vika menunjuk Rachel yang sudah tertidur dijok belakang bagian penumpang. "Awas lo kalau sampai dia lecet, bisa abis lo disunat sama bokapnya yang kayak macan kutub,-" "Beruang kutub, Nona!" "Ah, elah protes aja lo." Rachel di masukkan ke dalam mobil sedan berwarna hitam. Vika meninggalkannya di sana, dan mobil pun berlalu pergi dari Club malam tersebut. "Maaf, Cel. Gue terpaksa!" Di dalam Diskotik.. Arka kembali menjadi sosok yang dingin. Niken cukup mengerti akan hal itu. Sejak dia kenal dan dekat dengan Arka. Niken hanya bisa membiarkannya saja, selama dia bisa terus berada di sisi Arka. Bahkan, sekalipun Arka mencintai orang lain, dia tidak akan mempermasalahkannya. Asalkan Arka, tidak pernah mengusir ataupun menyuruhnya menjauh. "Cukup, Ken. Lo udah mabok, ayo pulang," kata Arka meletakkan botol yang berisikan minuman beralkohol tersebut ke atas meja. Arka mengajak Niken untuk pulang, karena gadis itu sudah sangat mabuk dan meracau tak jelas. "Lo itu cinta sama adek lo! kenapa lo gak pernah ungkapin perasaan lo?" Racau Niken. Dia beranjak berdiri duduk dipangkuan, Arka. Dia menatap dan tersenyum, kemudian mengelus rahang tegas milik, Arka. "Secinta itu lo sama adek lo, sampai-sampai lo di atas ranjang sama gue aja, yang lo panggil namanya. Bukan nama gue, dasar cowok sialan lo emang!" lanjutnya tertawa kecil, sembari menepuk-nepuk pipi Arka kemudian mengecupnya sekilas. Arka diam tak bergeming, kepalanya mendadak terasa sedikit pusing. Dia menurunkan Niken dari pangkuannya, menggelengkan kepala, sebelum akhirnya dia tumbang dan kehilangan kesadaran. "Ck" decak Rendi malas, melihat dua orang yang sudah tak sadarkan diri di atas sofa ruang VVIP tersebut. Rendi lalu melambaikan tangan pada salah satu Bodyguard untuk membantu dirinya membawa Arka pulang. "Bantu gue angkat si Arka, yang lain tolong bantu antar Niken pulang ke rumah nya" titah Rendi, yang langsung dapat dipahami oleh para Bodyguard tersebut. Rendi membawa Arka ke salah satu Hotel. Yang memang sebelumnya sudah di pesan oleh seseorang dan menyuruh dirinya membawa, Arka. "Sialan, nih anak berat banget. Keberatan dosa nih!" maki Rendi dengan masih membantu memapah bersama salah satu Bodyguard Arka. Arka adalah pria Bule yang memang mempunyai tubuh tinggi dan besar. Rendi yang bertubuh standar orang Indonesia asli, tentunya kalah dengan Arka. "Cape lah gue!" keluh, Rendi. Dia berhanti, melepas tubuh Arka dan membiarkan salah satu Bodyguard yg membawanya, keluar dari dalam Club malam tersebut. "Badan lo segede gajah gini. Bisa kan, bawa sendiri si Arka?" "Bisa bos!" jawab Bodyguard tersebut dengan tegas. Dia langsung memapah Arka tanpa banyak protes. Karena bagi dia, tubuh Arka tidak lah berat. "Sialan! dari tadi aja gue suruh tuh kebo bawa bos nya." Maki Rendi sambil mengeluarkan ponselnya dan langsung menghubungi seseorang. "Bos. Gue udah bawa Arka ke parkiran, selanjutnya gue gak ikutan. Kalau ketahuan bisa mati gue ditangan dia" "..." Tak ada sahutan apapun dari sebrang sana, panggilan tersebut langsung dimatikan secara sepihak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN