Setiap pagi sebelum memulai beraktivitas, di pabrik ini selalu mengadakan briefing dan doa bersama setiap gedungnya. Pak Surya memulai briefingnya "Selamat pagi semua, kali ini saya ingin menyampaikan beberapa perihal mengenai produksi speaker kita yang sedikit menurun di minggu ini. Akan tetapi biarpun begitu kita harus tetap semangat dan produktif.". Pak Surya masih sibuk menjelaskan tapi aku hanya diam mendengarkan tanpa mengerti apa maksud dari tujuan briefing hari ini, kupikir "nanti tanya mba Maya ajadeh".
Setelah briefing selesai kami kembali ke Line bagian masing masing. Aku menghampiri mba Maya dan berbisik "Mba Maya maksudnya apaan sih tadi yang dibilang pak Surya?"
"Minggu ini produksi bekurang jadi kerjaan kita bisa sedikit nyantai.. tapi tetep lo megang kerjaan jangan bengang bengong doang"
"trus saya ngapain nih mba Maya?"
"Ya lo bersih bersih aja, rapihin mata obeng atau bersihin solderan kek" karna pabrik kami adalah pabrik elektronik jadi alatnya tidak jauh dari obeng, solder dan beberapa mesin pembuat speaker.
"Ya oke" sahutku
Saat sedang membersihkan alat kerjaku, kulihat pak Surya menghampiri "Lun, tolong bantu ke line 1 dulu ya.. packing barang"
"Oke pak" sembari ku jalan menghampiri line 1. Disana sudah ada Rihar yang sedang memasukkan komponen kecil kedalam plastik untuk di packing.
"Ada apa Aluna?" tanya Rihar sembari memberikan senyuman
"Saya disuruh pak Surya kesini katanya bantu packing"
"Wah emang pengertian banget nih pak Surya, sini sini.." sambil mengisyaratkan ku untuk berdiri di sampingnya dan aku menurutinya.
"Ini bagaimana caranya?"
"Yaudah kamu masukin baut bautnya aja kedalam plastik nanti biar saya yang packing"
"Oke.." jawabku singkat.
Aku memperhatikan Rihar dalam mempacking barang, terlihat sangat semangat dan antusias. Terkadang ku curi curi pandang untuk melihat wajahnya, "ternyata ganteng juga nih cowok, berkharisma.. pake parfum apa sih dia, gila sih wanginya semerbak banget tapi gak bikin pusing" gumamku dalam hati
"Kenapa diem aja Lun, ngobrol dong biar gak bosen.." suara beratnya mengejutkanku
"Eh.. iya" ku jawab singkat sambil mengembangkan senyum dipipiku karena daritadi sibuk memperhatikan dia.
"Suka nonton Lun?"
"Nonton apa?" Jawabanku terkesan ambigu karena ku mulai merasa grogi
Sambil tertawa dia bilang "Ya nonton film, emang nonton apa?"
"Jarang sih"..
"Biasanya kalo libur kemana?"
"Dirumah aja"
"Ooh sama sih saya juga senengnya dirumah aja"
Dalam hatiku "huh modus banget bilang aja mau ngajak jalan hihi"..
"Sabtu besok kan libur, nonton yuk sama saya?"
Nah kan benar dugaanku, senangnya dalam hati..tapi aku harus berusaha tetap terlihat biasa aja dan tak mudah ditakluki karna ku ingat perkataan mba Maya bahwa si cowok ini Playboy.
"Ngga mau ah.."
"Kenapa? Mau jalan sama cowoknya ya?"
"Ngga, gak punya cowok.." boro boro cowok, pacar aja gak punya.
"Trus kenapa, ada acara lain?"
"Ngga sih.. kapan kapan aja kali ya, kalau sekarang masih belum berani" jawabku sekenanya
"Udah gede gitu ko belum berani, nanti saya antar jemput deh biar kaya jelangkung..hahaha" tawanya menggelegar sampai yang lainnya melirik kerah kami, tentu saja lirikan iri bagi para perempuan. Tapi entah kenapa malah ledekan ledekan itu yang membuatku makin tertarik padanya.
"WoY kerja kerja jangan becanda mulu" sahut salah seorang wanita berkerudung.
"Iyaa daritadi juga kerja, sirik aja sih mba"
Rihar menjelaskan padaku " dia itu namanya Mba Tuti senior saya disini"
Mba Tuti kembali menyahut "Daritadi gw liat lo merhatiin dia mulu" sambil menunjuk kearahku
"Iya abis anaknya enak dilihat, gak ngebosenin kaya mba Tut, hahaha" ledek Rihar
"Ah sialan lo, awas hati hati sama Rihar" mba Tuti memberi kode kepadaku.
Lalu Rihar kembali bertanya padaku "Trus kenapa gak mau?"
"Bukan takut sendiri, yaa takut aja orang baru kenal udah jalan bareng" jawabku
"Ooh gitu, okee saya tunggu sampai kamu siap.hehe" jawabnya membuatku salah tingkah.
Kami melanjutkan pekerjaan itu hingga pak Surya kembali menghampiriku.
"Lun, balik ke line kamu lagi ya.."
"Yah pak lagi asyik juga nih, dia masuk line saya aja pak" sahut Rihar
"Ahh itu sih mau kamu, keenakan kamu."
Jawab pak Surya sambil memegang bahuku dan berbisik keras "Luna jangan mau di modusin sama dia"
"Saya denger kali pak, jangan dengerin pak Surya Luna.." jawab Rihar
Aku hanya bisa senyum menyaksikan mereka berdua. Tampaknya pabrik ini sangat kekeluargaan, tidak membedakan antara atasan dan bawahan, semua berbaur jadi satu.
Bel istirahat berbunyi, kali ini mba Maya mengajakku untuk makan siang bareng. "Lun, ayo... Sorry kemaren gue lupa ngajak lo hehe"
"Iya gpp mba, ayo"..
"Lo ngobrol apaan aja tadi sama Rihar, gue perhatiin kayanya dia suka tuh ama lo" sambil meledek dan mencolek bahuku
"Biasaa ngobrol ini itu" sahutku
"Kalau dia ngajak lo jalan gimana lun?" Dia tidak tau kalau sebenarnya Rihar memang mengajakku nonton. Ku jawab "gak tau dah, hehe"
"Dia ganteng sih, tapi sayang ceweknya banyak, lo hati hati aja"
Aku hanya tersenyum sambil memasuki ruangan kantin. Dari jauh aku sudah mencium aroma parfum Rihar, ku lirik kesana kesini mencari keberadaannya ternyata dia sudah duduk menyantap menu makan siangnya, kira kira berjarak 50 meter dari tempatku berdiri. "Huhh dari parfumnya aja udah bikin gw deg degan" bisikku dalam hati.
Ketika aku dan mba Maya sudah mengambil jatah makanan, sekarang giliran cari bangku kosong untuk makan. Aku melewati meja yang diduduki Rihar. "Ehmm mba Maya, titip itu ya suruh makan yang banyak" teriaknya sambil mengedipkan matanya padaku
"Lo ngomong aja sendiri, orangnya disamping gue, masa pake titip titip segala" sahut mba Maya dengan gaya tomboy nya.
Terdengar suara tawanya bersama teman temannya. Aku merasa GR diperlakukan seperti itu didepan umum oleh cowok yang menjadi idola pabrik ini.
"Nah kan gue bilang apa tuh Rihar naksir lo" sambil memasukkan sendok kedalam mulut mba Maya
Lagi lagi aku hanya bisa tersenyum penuh girang, tapi aku mencoba terlihat biasa saja.
Setelah makan dan sholat dzuhur, saya dan mba Maya merebahkan diri sejenak di dalam musholla. Ku lihat ada 2 pesan masuk di hp ku
"Ciee yang lagi ngobrol sama Rihar" dari weni pukul 08.30, pikirku "ko dia tau sih tadi gw ngobrol sama Rihar di line"
"Lun, nanti mau makan bareng gak?" dari Weni pukul 10.30
Dengan segera ku membalas pesannya "maaf Wen gw baru liat hp, tadi gw disuruh pak Surya bantuin Line 1 jadi ketemu Rihar dan ngobrol. Gw makan bareng mba Maya.."
Tak ada balasan dari Weni.
Satu minggu berlalu....
Aku sudah lebih bisa menguasai pekerjaanku. Godaan dari Rihar juga masih kuterima setiap hari, dan aku pun juga sudah akrab dengan banyak karyawan yang lain. Aku mulai merasa nyaman bekerja di pabrik ini.
"Weni...." Kupanggil weni yang berjalan didepanku
"Hey Lun, tumben baru berangkat lo biasanya pagi pagi udah sampe" tanya weni. Aku memang terbiasa berangkat lebih awal dari yang lainnya demi menghindari macet dijalan dan untuk menjaga image ku karena aku masih terbilang anak baru.
"iyaa.. tadi nyari id card dulu, lupa naronya dimana"
"Hmmm" jawab weni yang sambil
senyam senyum memegang hp, terlihat seperti sedang membalas pesan seseorang. Tanpa ku bertanya dia sudah cerita "gw kan dari kemarin w*****p an sama Rihar tau" aku kaget mendengarnya, dalam hati aku cemburu dan berpikir "wih keren..udah dapat aja nomornya. Padahal gw yang setiap hari di godain dia aja gak sempet chattingan apalagi tau nomornya"
"Trus dia balas apa?" Tanyaku sedikit kepo
Weni menceritakan dengan gaya manjanya sambil kegirangan, "kan gue tanya..Rihar udah dimana? Trus kata dia di kantin lg ngeroko sama anak anak yang lain.. trus dia nanya, situ?.. gw jawab nih baru jalan sama luna" ..
Aku hanya mendengarkan sambil bilang "hmmm... Blum dibalas lagi?" Aku juga kepo mendengar jawaban Rihar karena Weni menyebut namaku.
"Belum dibales lagi nih" jawab Weni.
Pupus harapanku..apalah aku jika dibanding Weni. Dia cantik, putih,berisi dan pandai menghias wajahnya sehingga selalu tampil beda setiap hari . Sedangkan aku kurus, tinggi dan rambut panjangku selalu dikuncir kuda, aku pun tidak pernah merias wajah tapi kebiasaanku hanya memakai bedak bayi dan memoles tipis bibirku dengan lipstik warna nude, ya karena aku tidak berani terlihat cetar. ya walaupun kata orang orang body aku sexy tapi kelihatannya Rihar menyukai cewek yang s*mok seperti Weni.
Siang ini aku sangat lelah karena produksi meningkat, seperti kata pak Surya saat briefing tadi pagi dan kemungkinan hari ini akan lembur. Aku merebahkan badanku ke tembok musholla dan tak lama terdengar bel masuk berbunyi, aku kembali ke line dan fokus dengan pekerjaanku.
Benar saja ternyata aku baru bisa keluar pabrik pukul 8 malam karena mengejar produksi untuk akhir tahun.
Ternyata diluar hujan, mba Maya segera lari menuju suaminya yang telah menunggu di depan gerbang "Lun gue duluan". "Ok, hati hati mba" sahutku. Sedangkan aku masih diloker menunggu hujan reda bersama beberapa karyawan lain. Loker ini terletak di sebelah parkiran motor, jaraknya tidak terlalu jauh dengan pintu gerbang utama. Satu persatu karyawan pulang meninggalkanku, mereka semua dijemput. Aku? Masih setia di teras loker karena tidak ada yang menjemput.. meskipun dilengkapi dengan lampu penerangan, tapi karena hujan yang terlalu deras membuat loker ini terlihat remang remang. ingin rasanya aku berlari ke pintu gerbang, tapi mobil angkutan umum terlihat jarang melintas. Apalagi di gerbang tidak ada tempat untuk meneduh. Jadi kuputuskan tetap diteras loker sambil berharap hujan segera reda.
Suasana loker telah sepi dan sudah hampir satu jam aku menunggu disini. "Ehemmm".. aku dikejutkan oleh suara berat yang tiba tiba keluar dari dalam loker pria yang bersebelahan dengan loker wanita.
"Astaga..Rihar kirain siapa?" Jawabku sambil memegang dada
"Ko masih disini? Nungguin saya ya?" dengan gaya PeDe nya sambil menghisap rokok.
"Pede banget, saya juga gak tau kalo situ masih disini" kujawab dengan gaya sok jual mahal. Aku meratapi air hujan dan kulihat dia juga sedang melakukan hal yang sama sambil sesekali menghisap rokok ditangannya. Keheningan mulai terasa. Tiba tiba dia mendekat kearahku, bahkan kami sangat dekat hingga aku bisa merasakan sweaternya menempel dibajuku. Aku baru sadar ternyata tinggi badanku hanya sepundaknya, padahal aku terbilang tinggi sebagai seorang wanita. Lalu Aku minggir sedikit karena merasa takut dan risih. Dia melirik kearahku "Kenapa? Sini jangan jauh jauh biar kamu gak kecipratan air hujan"
Aku hanya mengangguk dan kembali mendekatkan diriku padanya. Walaupun sudah seharian dan larut malam tapi Aku masih bisa mencium aroma parfum rihar,membuatku yang tadinya takut sendirian kini jadi berasa nyaman ditemani olehnya. Dia membuang rokonya dan menginjaknya hingga tidak terlihat lagi nyala apinya.
Hujan semakin deras dan disertai kilatan petir. "Astagfirullah" sambil menutup mata dan melipat kedua tanganku didada. Rihar yang melihat ekspresiku sontak memegang kedua pundakku "tenang gpp" berusaha menenangkanku.
"Rihar gak pulang?, Kalau mau pulang gpp duluan aja.." pintaku
"Yakin nih luna berani sendirian?"
"Iyaa gpp"
"Nanti aja deh, motorku lagi di bengkel. Kalo ada daritadi pasti aku udah ajak luna pulang" tanpa sadar panggilan yang biasanya cuma saya dan situ sekarang jadi lebih terdengar intim.
"DUARR" kilatan petir kembali menggelegar. "Aduh takut ih serem banget petirnya" sambil memejamkan mata dan menutup kedua wajah dengan tanganku. Aku terkejut ketika merasakan tanganku digenggam dan kemudian rihar memelukku, aku spontan membenamkan wajahku di d**a bidangnya.
Lagi lagi aku dimabukkan oleh aroma parfumnya, membuatku tidak mau lepas dari pelukannya. Tapi aku sadar ini masih di lingkungan pabrik, segera aku melepas pelukan itu tapi Rihar seakan menahan pelukannya, "Rihaaar" suaraku dari dalam dadanya "kenapa? Masih takut?"
"Udah ah lepasin" pintaku sambil sedikit mendorong badannya. Dia melonggarkan pelukannya tanpa melepas tangannya dari punggungku dan sontak mata kami saling bertatapan.
Aku yang grogi setengah mati dan tidak kuat dengan posisi seperti itu berusaha mengalihkan pandangan, tapi dengan cepat dagu ku diangkat oleh tangan kanannya dan dia menempelkan bibirnya di bibirku.. ya Tuhan ini c*uman pertamaku, aku belum pernah melakukannya. Aku terkejut dan hanya diam tapi juga menikmati setiap lumatan lembut dari bibir rihar. Bibirku serasa di pijat oleh bibirnya.. karena terbawa suasana dan aku merasakan kehangatan yang seketika muncul, tanpa sadar aku meremas jaketnya. Dan dia seakan mengerti bahwa aku tidak menolak, dia pun mengeratkan tangan kirinya dipinggangku dan tangan kanannya di leherku. "Emh.." aku masih bisa mendengar lirih suaranya ditengah aksi kami sambil lidahnya terus merogoh seluruh isi mulutku.