Mulai suka

1994 Kata
Aku mulai kehabisan nafas karena ulahnya. Kemudian mendorong dia sedikit agar melepaskan c*umannya tapi lagi lagi di tahan oleh tenaganya yang begitu kuat. Terdengar suara motor datang dan berhenti di parkiran lalu dengan refleks dia melepaskanku. Aku merasa sangat malu dan salah tingkah, begitupun dengannya. "Aduh maaf aLuna saya kelepasan" sambil tangannya menggaruk garuk belakang kepalanya. Aku yang masih bingung dan malu hanya diam tak menjawab perkataannya. Ada perasaan marah, takut dan juga deg degkan. Melihatku tak memberi respon kemudian dia menunduk dan menatap wajahku. "Aluna.." "Ehm..iya" jawabku datar Tiba tiba ada suara orang berlari kearah kami. "Hoy za udah dateng aja lo" rihar menyapa sambil menepuk pundak lelaki yang baru datang kemudian lelaki itu menatapku sejenak lalu kembali bertanya kepada rihar "lo belom pulang malah beduaan disini? "Iya motor gue lagi dibengkel turun mesin! Sial banget kan. Gue pinjem motor lo dulu deh sekalian mau nganter ini" sambil menunjuk kearahku "Ini anak baru yah har?, Gue baru liat mukanya" tanyanya "Kenalan dong, ah payah lo" sahut rihar. Dia mengulurkan tangannya lalu kubalas "Aluna" "Reza, yaudah gih pulang. Oh ya karna gue cuma punya jas hujan 1 jadi aluna pake jas hujan gue aja. Biarin rihar gak usah pake" sambil memberikan jas hujan yang baru saja dilepas olehnya. "Terimakasih ya, maaf jadi ngerepotin" sahutku "Santai aja" sambil dia memberi kunci motor ke rihar "Thanks ya bro" "Sama sama, hati hati lo. Dah gue mau masuk ke line ya" jawabnya "Oke, kerja yang bener lo. Haha" kembali rihar menepuk pundaknya "Rihar gpp gak pakai jas hujan?" Tanyaku sambil memakai celana jas hujan dan sedikit kerepotan karena tasku "Gpp luna pake aja" rihar membantu memegang tasku "Nanti rihar balikin motornya gimana?" "Dia kan shift malam lun, besok kita datang baru mereka pulang. Jadi besok sekalian kubawa kerja" jelasnya sambil memakai helm yang dipinjamkan Reza. "Ohh gitu ya, yaudah yuk pulang" pintaku dan kami berlari menuju parkiran. "Kamu tau motornya yang mana har?" Tanyaku sambil mengikuti langkah rihar diparkiran "Tau dong, kita sering nongkrong bareng kok" rihar mengeluarkan motor ninja hijau dan siap keluar dari parkiran. "Ayo naik" sambil menyiapkan pijakan kaki untuk ku naiki Aku menaiki motor dengan memegang pundak rihar. "Udah siap? Nanti kamu arahin ya dimana rumahnya." "Iya". Motor melaju dengan kecepatan sedang. "Aluna" kudengar samar samar rihar memanggilku Karena hujan yang begitu deras dan Rihar memakai helm jadi kupikir dia ingin menanyakan arah rumahku. "Ya lurus aja masih jauh" jawabku Rihar menarik tanganku melingkari pinggangnya. "Kenapa?" Tanyaku sambil sedikit teriak karena suara kami akan kalah dengan derasnya hujan "Gak mau pegangan?" Rihar juga mengeraskan suaranya Aku hanya menepuk pundaknya kemudian menarik tanganku lagi. Sebenarnya aku sangat ingin memeluk rihar tapi entah kenapa aku gengsi. "Aneh banget sih gue, tadi dic*um diem aja, kenapa cuma peluk dimotor gak mau" kesalku dalam hati. "Aluna.." kembali rihar memanggilku "Apa lagi?" Jawabku "Sini dong tangannya, dingin tau! Bajuku basah luar dalam nih" teriaknya Aku mendengarnya sedikit kasihan walaupun aku tau itu hanya modus, tapi benar juga dia sudah mengantarku pulang kehujanan dan tanpa jas hujan, apa salahnya aku mengesampingkan egoku. Lagipula aku akan dengan senang hati melakukannya. Lalu aku mengeratkan tanganku di pinggangnya dan meletakkan bahuku di pundaknya. "Gini ya?" Ledekku "Nah gitu dong.." sambil tangan kirinya mengusap lembut jariku. "Maafin aku ya aluna, tadi aku kebawa suasana" rihar mengulang permintaan maafnya. "Iyaa" hatiku kembali berdegup. Beruntung sedang hujan jadi rihar tidak akan melihat betapa merahnya mukaku menahan malu saat itu. Tiba di rumah. "Mau mampir dulu gak?" Tanyaku "Gak enak udah malam. Lain kali aja ya?" kali ini matanya menatapku penuh makna seperti ada perasaan bersalah. Aku berusaha mengalihkan pandanganku. "Aku masuk duluan, terimakasih ya" belum sempat ku berbalik badan, tanganku sudah diraih rihar. "Maaf ya.." kali ini kami saling bertatapan, tatapan matanya yang begitu dalam dan aku melihat permintaan maafnya dengan tulus. Lalu aku tersenyum "gpp, udah lupain aja. Yaudah kamu hati hati. Bye" aku menutup pagar dan bergegas masuk kedalam. Dari dalam ku intip rihar yang sudah melajukan motornya. Malam ini aku tidak bisa tidur. Bayangan di teras loker tadi selalu menggangu dan membuatku tersenyum sendiri. "Astaga apaan sih gue, bisa bisanya suka sama dia padahal jelas jelas banyak yang bilang dia itu playboy" gerutuku. Pikiranku terus saja tentang rihar. "Lagi ngapain ya dia? Kira kira dia mikirin gue juga gak ya?" Kembali senyum dan bahagia menyelimuti dadaku. "Gue ini kenapa sih, padahal tadi gue ketakutan pas di c*um, apa mungkin ini c*uman pertama gue jadinya kebayang bayang terus?.." "Kenapa sih dia gak minta nomor gue. Sebenarnya dia suka gak sih sama gue?" Pertanyaan pertanyaan itu muncul dikepalaku hingga akhirnya kutertidur. Hari ini terasa berbeda. Langkah kaki ku menuju tempat kerja begitu berat. Rasa gugup terus menyelimutiku. "Ya Tuhan rasanya aku gak sanggup kalau nanti bertemu rihar. Aku harus bagaimana" jantungku terus saja berdegup kencang. Saat memasuki line kerjaku, aku harus melewati line 1 yaitu line rihar. Aku terus menunduk dan melangkahkan kakiku setengah berlari. "Kenapa buru buru banget?" ku dengar suara yang kukenal itu menyapaku. "hmm" kubalas dengan senyum lalu melanjutkan langkahku. "Aluna.." kembali dia memanggil. (aduh kenapa lagi sih) pikirku sambil membalikkan badan "Luna bawa jas hujannya reza gak?" tanyanya "iya bawa tapi luna taruh di loker" jawabku "Aku mau ngembaliin kunci motor, mau sekalian titip jas hujannya gak?" "Ooh iya boleh, luna ambil diloker dulu ya" "Ayo aku ikut" sambil mengikuti langkahku menuju loker. Aku masih canggung bertemu dengannya tapi kurasa dia tidak dan bisa bersikap biasa saja seolah tidak terjadi apa apa. "Luna hari ini manis banget" godanya padaku "Emang biasanya ngga?" jawaban yang spontan kukeluarkan dari mulutku Dia tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang rapih dan matanya yang menyipit "Biasanya juga ko tapi hari ini super" Kuperhatikan sekeliling semua wanita seolah memperhatikanku dan aku berusaha cuek. Saat aku memasuki loker wanita, rihar menunggu diluar. Kudengar dia sedang berbincang dengan seorang wanita lalu ku keluar dan memberikan jas hujan padanya. "Terimakasih ya" ucapnya "iya sama sama luna juga terimakasih" aku berniat kembali ke line ku dan mendahului dia. "Pagii Aluna cantik banget hari ini" sapa salah seorang lelaki yang kukenal wajahnya namun tak mengenal namanya. "Hmmm" aku hanya tersenyum "Ngapain ke loker" tanyanya "Mau ngambil jas hujan punya temen yang shif malam, semalam saya pinjam" "Ooh lembur ya sampai pulang malam? Trus mana jas hujannya?" Matanya melirik tanganku ingin memastikannya "Iya lembur. Jas hujannya udah saya titip lagi ke temen" jawabku "Lahh ko dititip lagi, katanya mau dikembaliin" "Iya sekalian soalnya dia mau ngembaliin sesuatu juga" kupikir kalau aku bilang mau ngembaliin kunci motor pastilah percakapan ini tambah panjang. Aku menengok kebelakang ingin memastikan bahwa tidak ada Rihar di belakangku, ternyata jaraknya lumayan jauh dariku tapi dia sedang berjalan bersama karyawan perempuan lain dan matanya melihat kearahku. Kulihat perempuan itu sedang tertawa sambil menarik lengan Rihar, terlihat sangat senang berjalan disamping Rihar. Aku berusaha cuek dan kembali bertanya pada lelaki disampingku yang tingginya hampir sama denganku. "Emang mas nya namanya siapa?" "Dimas, saya di bagian painting. Gedungnya paling belakang" jawabnya dan kini aku telah sampai di gedungku "aku duluan yah" aku mengisyaratkan dengan tanganku dan dia pun membalasnya. Bel berbunyi dan seperti biasa kami melakukan briefing setelah itu kembali ketempat masing masing untuk melanjutkan pekerjaan. Kulihat ke line 1, Rihar sedang sibuk dengan tugasnya. Aku tidak bisa melupakan kejadian semalam. Perasaan saat rihar memelukku masih terasa hangat jika diingat. Ku tengok lagi ke line 1, dia masih fokus dengan pekerjaannya. "Apa mungkin dia melupakannya begitu saja?, Atau hanya aku yang baper?, Tapi saat dia menc*umku rasanya dia melakukannya dengan perasaan tulus, ahh tau apa aku tentang itu toh aku juga baru pertama kali merasakannya" pikiranku berkecamuk didalam otak. "Woy tumben diem aja lo?!" Mba Maya mengejutkan lamunanku "Kenapa mba maya?" Tanyaku basa basi "Lo semalem sampe rumah jam berapa. lun?" tanya mba Maya sembari tangannya mengutak atik mesin speaker untuk dipasang baut. "Jam berapa ya, gak tau deh soalnya gak liat jam. Pulang langsung mandi trus tidur" itu hanya alasanku saja, kalau aku terus terang sampai rumah jam 10 pasti mba Maya akan menginterogasiku. Apalagi kalau tau kejadian semalam, tak ku bayangkan betapa malunya aku dan pasti dia menganggap aku seperti cewek gampangan. Akupun sempat berpikir seperti itu, tapi entah kenapa aku merasa nyaman didekat rihar dan aku tidak bisa menahan diriku saat itu ditambah lagi suasana hujan. Makan siangku telah selesai, aku menaiki tangga ke musholla. Kali ini aku sendirian tidak bersama mba Maya atau yang lainnya. "Luna.." weni memanggilku dari dalam musholla. Aku membalas dengan anggukan dan senyuman. Kemudian dia menghamipiriku "Udah lama gak ke kantin bareng. Lo bareng mba Maya terus sih".. lanjutnya. "Iyaa wen gak ketemu terus ya kita, Gw mau ambil wudhu dulu ya" dia mengangguk sambil duduk di teras musholla dan mengeluarkan tas makeup nya. Setelah selesai sholat ku lihat weni masih menungguku dan aku menghampirinya. "Balik ke line yuk wen" ajakku "Lo gak dandan dulu nih pake makeup gue" weni menyerahkan tas makeupnya "Ngga ah, gw ga bisa dandan" " Oh yaudah kalau gitu jangan dandan deh, ntar Rihar naksir lo lagih, lagipula lo begitu juga udah cantik. Haha" Terang weni. Perkataan dia mengingatkanku pada kejadian semalam. (Astaga gimana ini kalau sampai weni tau kejadian semalam pasti lo bakalan marah banget ke gw wen) batinku. Aku diam sambil melangkahkan kakiku menuju ke line. Sayup sayup aku mencium aroma parfum rihar. Aku yakin dia ada disekitar sini, dan ketika aku bersama weni melewati gazebo yang biasanya ditempati para lelaki pada saat jam istirahat, disana ku melihat Rihar yang sedang menghisap rokoknya sambil menoleh kearah temannya. (Kenapa dia tidak melihatku sih?) Batinku. Tiba tiba ada yang memanggil kami "Weni... Luna... Wih ada bidadari surga lewat, pulang aa anterin ya?" teriak salah seorang lelaki dan kemudian disambut sorakan oleh temannya yang lain. Aku hanya tersenyum dan weni membalas perkataannya "huuu buaya". Kembali terdengar sorakan heboh dari para lelaki itu. Pikiranku kembali ke Rihar tapi aku tidak berani melirik kearahnya. "Eh lun, lo ga mau denger cerita gw sama rihar?" Sejujurnya aku penasaran tapi aku takut tidak sanggup mendengarnya dan malah membuatku tambah pikiran lagi. Tapi agar weni tidak curiga jadi kujawab "ohh iya gimana kelanjutannya?" Dengan antusias weni menjawab "besok gue mau jalan sama rihar ke curug" dia bercerita sambil bertepuk tangan. Nafasku sempat berhenti saat mendengarnya, padahal baru semalam aku dibuat melayang olehnya sekarang seperti dilempar kembali. Aku berusaha tenang walaupun dadaku terasa sesak "wah asyik dong, berdua doang?" tanyaku "Iya, eh lo ikut aja yuk?" Tanya weni sambil mengeluarkan handphone dari sakunya. "Ahh ngga deh, ngerusak suasana aja gue" "Ngga lah biar lebih seru kalo rame rame" jawab weni sambil membalas pesan seseorang yang kutebak itu adalah Rihar. "Udah lo aja biar lo bisa beduaan, lagian kalau gue ikut nanti sama siapa wen.." sambil mataku melirik kearah hp weni tapi tak terlihat isi pesannya. "Tenaaaang.. tadi pas dikantin kan lo dapet salam dari dimas. nah besok lo jalan sama dia aja kebetulan gw ada nomornya." "Dimas mana?" "Dimas anak painting, dulu gw pernah satu bagian sama dia tapi dia di rolling" jelas weni. "Ah gila lo wen.. pantesan dia tau nama gw, lagian baru juga kenalan tadi pagi" jelasku "Yaa gpp dia orangnya juga asyik ko, ga neko neko" "Bukannya gitu tapi gw gak enak aja, baru kenal tadi pagi besoknya dah jalan berdua" "Gak berdua, kan sama gue juga" ~ping~ suara hp weni berbunyi "nah ini orangnya udah oke lun, fix besok kita double date" paksa weni sambil merangkulku Setelah tiba di gedung kami, aku segera memasuki line ku. "Oke ya lun?" Weni Memastikan jawabanku "Gak tau ah" jawabku ketus. Weni hanya tersenyum lebar sambil melanjutkan langkah menuju line nya. Kali ini pikiran dan perasaanku kacau. Rihar pernah mengajakku nonton tapi aku menolaknya dengan alasan baru kenal. Sekarang aku malah jalan sama dimas, kenalnya pun belum ada sehari dan bahkan kita gak pernah ngobrol sebelumnya. Rihar bakal menganggapku apa setelah kejadian besok dan semalam? Apa aku tolak saja permintaan weni? Tapi aku juga tak rela jika membiarkan mereka jalan berdua. Kalaupun aku ikut, aku tak tau akan sanggup atau tidak melihat kedekatan mereka. Arrrrrrrrghhhhhh........
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN